Hari ini Facebook mengingatkan pertemananku dengan Maman Suherman. Katanya, tepat dua tahun berteman di jejaring virtual itu. Maman menulis “Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu.”
Baiklah mengapa hal yang biasa ini membuatku harus membuat catatan ini. Tahun lalu, tepatnya 26 Mei 2017, aku dan Icn Chris meluncurkan buku kedua hasil membimbing warga binaan di Lapas Wanita Tangerang. Judulnya “Surat untuk Mama”. Kang Maman menjadi moderator. Saat itu ia masih menjadi notulen di acara Indonesia Lawak Klub (ILK). Dalam satu pekan beberapa kali tampil di televisi. Pesohorlah, singkatnya.
Oleh karena jarak ke Lapas Wanita Tangerang cukup jauh, kami bersepakat berangkat sama-sama. Bertemu di dekat perempatan patung Pancoran. Aku menjanjikan datang lebih dulu supaya ia tak perlu menunggu. Kalau perlu biar aku yang menunggu. Skema perjalanan itu ternyata diprotes oleh Chris.
“Hei… dia itu pesohor loh, tega amat kamu nyuruh dia nunggu di tepi jalan,” ujar Chris berang. Kusampaikan protes Chris itu dan Kang Maman terkekeh-kekeh. Alhasil aku dan Chris berjanji untuk datang lebih awal sebelum Kang Maman sampai. Dan ternyata oh ternyata, Kang Maman sampai duluan dibanding kami berdua. Ia neduh di balik pagar masuk sebuah gedung perkantoran berhalaman luas.
Berulang kali aku dan Chris minta maaf telah membuatnya “terlantar”. Entah apa yang terjadi kalau ada penggemar melihat dia menunggu di tepi jalan. Duh… maafkan.
Itulah Kang Maman. Tak neko-neko dan rendah hati. Satu lagi, entengan. Kalau waktunya pas, ia pasti akan menghadiri acara “Kebaya Kopi dan Buku”, sebuah gerakan berbagi dan peduli untuk sharing pengalaman, berbagi kebaikan.
Dan benar saja. Di mana pun acara diselenggarakan, kalau tak ada acara, dia datang lebih awal.
Adalah Ezki Suyanto yang memperkenalkanku pada Kang Maman. Waktu itu ia masih komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Kesibukannya gak usah ditanya. Tapi kalau hatiku sedang galau, apa pun sebabnya, dia pasti akan menyediakan diri mendengarkan ditambah bonus memperkenalkan teman-temannya yang supergokil.
Sama saja dengan Kang Maman, Ezki juga entengan. Kalau ada yang kerepotan, dia siap membantu. Bahkan pernah dia mendatangi sebuah sidang perceraian, naik taxi dari rumahnya di kawasan Matraman ke Ciracas. Pagi-pagi pula. Hanya untuk memberi support mental. Kalau pun dia gak datang, sidang juga akan tetap jalan.
Dulu kami sering bertemu dari mall ke mall dari café ke café. Dalam satu malam bisa tiga empat café kami datangi semata karena tak enak terlalu berisik mengganggu tamu yang lain. Anggaplah itu kebiasaan kami di zaman prasejarah, masa kegelapan.
Ketika situasi sosial politik tak memungkinkan lagi kami tertawa ngakak-ngakak, Kang Maman yang memang sudah sejak lama tekun menulis, menghibahkan dirinya dalam gerakan literasi. Ketika 25 Mei yang lalu ia berbagi kisah yang termuat dalam bukunya Bhinneka Tunggal Cinta, aku lihat tubuhnya melangsing. Tapi satu hal, aura wajahnya semakin cerah. Mungkin efek dari banyak berbagi dan bertemu anak-anak muda.
Ezki? Jangan tanya aktivitasnya. Kalau sudah yang namanya hoax, dia cepat sekali mengambil langkah, mengkonfirmasi, termasuk mengcounter isi berita hoax itu. Militansinya masih seperti dulu.
Aku sendiri? Ya gitu deh, gak usah ditulis ah. Malu. Yang jelas, meskipun intensitas pertemuannya tak sesering dulu, kami memiliki komitmen yang sama. Untuk keberagaman, untuk Indonesia Raya, sudah pasti dead price. Harga mati.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews