Kisah yang Terlupakan soal Petral, Freeport, dan Melawan Terorisme

Rabu, 30 Mei 2018 | 13:05 WIB
0
772
Kisah yang Terlupakan soal Petral, Freeport, dan Melawan Terorisme

Belasan tahun mengenalnya sejak sebelum jadi walikota, dia tak berubah. Dia masih kurus. Pandangan matanya tetap teduh. Senyum selalu menghiasi bibirnya. Raut mukanya bersih walau tampak gurat kelelahan.

Sore itu, dia mengenakan “kostum kebesaran”. Apalagi kalau bukan kemeja putih polos dipadu celana panjang hitam dan sneakers merah menyala. Untuk bertemu dengannya, sya khusus menjahitkan baju dari kain tenun Maumere-baru diambil dari penjahit.

Menjelang acara buka bersama, kami mendengarkan curahan hatinya tentang cita-cita untuk kemajuan Indonesia. Indonesia yang maju dan menjadi rumah bersama yang nyaman bagi semua penduduk yang berbeda-beda suku, agama, dan bahasa.

Apakah jalan menuju cita-cita itu mulus belaka? Tidak.

Dia adalah pemimpin yang saat menjabat langsung diwarisi utang negara yang naudzubillah besarnya. Tak hanya itu, tapi juga vampir-vampir yang selama ini hidup nyaman menyedot setiap kekayaan negara yang mestinya untuk rakyat di berbagai lini, secara sistemik pula. Belum lagi korupsi yang sudah membudaya, mendarah daging turun temurun. Ini masih ditambah segudang permasalahan lainnya.

Berbagai tantangan dan hambatan tak membuatnya berhenti. Hak rakyat harus diperjuangkan. Maka dia pun membuat kebijakan-kebijakan sensasional.

Yang pertama adalah pembubaran Petral. Walau diancam sedemikian rupa, Petral tetap dibubarkan. Dengan dibubarkannya Petral, dana rutin yang semua merembes ke kantong-kantong mafia ESDM bisa mengalir lebih lancar ke rakyat.

Yang kedua adalah nego dengan Freeport. Sudah sejak Soeharto awal menjabat, Freeport menguasai bumi dan kekayaan alam Indonesia di Papua. Hanya disisakan 9 persen keuntungan tambang emas itu untuk Indonesia. Posisi mereka kuat karena disokong dengan peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah sebelumnya. Namun dengan nego yang dilakukan, diharapkan sebelum masa jabatan presiden selesai Indonesia bisa mendapat keuntungan yang lebih fair.

Yang ketiga adalah ketegasan mengeluarkan Perppu Ormas. Dengan Perppu ini sebagai payung hukum, Ormas manapun yang bertentangan dengan dasar negara bisa dilibas. Gejolak memang terus muncul karena sebuah Ormas yang merupakan kepanjangan tangan gerakan transnasional dan selama ini berlindung di balik agama, mau tak mau harus bubar karena bertentangan dengan Pancasila.

Terakhir adalah kebijakan melawan radikalisme dan terorisme. UU Antiterorisme lama yang bak macan ompong menghadapi potensi teror, tak kunjung selesai. Setelah dua tahun terkatung-katung akhirnya disahkan menyusul gertakan akan dikeluarkan Perppu. Ya, tidak ada tempat untuk radikalisme di negeri ini.

Berbagai kebijakan yang berani, pada satu sisi menjadi ancaman bagi pria kurus itu yang sebagai incumbent untuk pertarungan Pilpres 2019. Dia makin digembosi, dengan senjata hoax yang makin merajalela menutupi setiap informasi prestasi yang sebenarnya tak terhitung lagi. Dari keberhasilan membangun infrastruktur yang merata di seluruh Tanah Air hingga membuat nilai tukar rupiah stabil dan perkasa, di tengah ancaman krisis ekonomi global.

“Ini bukan soal Pilpres lagi. Ini soal masa depan Indonesia,” demikian tegasnya.

.....Lihatlah pria kurus ini

.....Jiwa raganya untuk NKRI

.....Gelombang fitnah dan hasut silih berganti

.....Namun dia tidak berhenti

.....Dia Presiden RI, Jokowi.

***