Sudah hampir 4 tahun saya tidak lagi memasukkan channel TVOne dalam ingatan saya. Sejak kemenangan Jokowi, dan TV One langsung berseberangan, mengambil posisi sebagai oposisi padahal mereka adalah sebuah institusi media yang punya ruh netralitas dan harus dijaga. Acara ILC sebagai acara unggulan TV One untuk mendulang rating makin hari makin "jorok" isinya dan nyaris tak beradab.
Tamu-tamu yang diundang bak bintang keburukan yang dikontrak Karni, Fadli Zon, Ridwan Saidi, dan sejenisnya yang sinis terhadap pemerintah menjadi corong meletupkan rasa tidak suka terhadap apa saja yang menyangkut kebijakan pemerintah.
Ironis, sebuah media yang seharusnya bisa dijadikan saluran berita apa saja, malah dijadikan corong yang mendorong dan menyuburkan mind set kebencian bagi orang-orangyang punya bibit benci makin menjadi-jadi, makin jauh dari sembuh. Ibarat orang munafik naik kelas jadi fasik.
Adalah acara ILC yang membahas tentang sertifikasi ustadz menjadi amunisi menyerang kebijakan pemerintah cq menteri agama. Kebijakan ini seolah menjadi dosa tak terampuni, minta dibatalkan, memecah belah umat, dan cemooh seolah kebijakan ini jadi teroris untuk para ustadz.
Orang-orang ini dengan kadar intelektual di atas rata-rata, tapi karena hatinya dipenuhi kebencian maka yang keluar jadi "picisan" bukan pencerahan, malah mengarah kepenghasutan yang bisa membuat perpecahan.
Kebayang zaman orba, jangankan menghujat pemerintah "ngerasanin " saja bisa tak berbekas kita. Ingat saja para aktivis yang masih hilang 13 orang, semua jelas mengarah kepada satu sosok, tapi 'kan sampai sekarang tidak satupun yang bisa menyelesaikan. Ini sejarah kelam, sebuah perjuangan para martir untuk menegakkan demokrasi.
Sekarang kita telah memasuki era demokrasi yang luar biasa bebasnya sampai kita lupa membedakan mana kebebasan, mana makian yang dilontarkan. Saya tidak faham apakah memang seperti ini sebuah perubahan peradaban, seperti orang bangun tidur kesiangan, silau melihat cahaya, asik "mengucek" matanya.
Tidak terbayang endingnya apabila media merajalela tanpa ruh kebenaran dan netralitas. Penghasutan dan cemooh atas sertifikat ustadz ini bisa dijadikan alat pemecah belah yang luar biasa. Negeri yang indah ini kenapa tidak diinginkan untuk bertahan dalam kedamaian. Jokowi kerja dicerca, PS yang gak jelas mau ke mana malah dipuja-puja.
[irp posts="7059" name="Ustad Abdul Somad di TV One"]
Bayangkanlah, program sertifikasi ustadz sebuah usaha menangkal radikalisme yang bisa menjadi bibit teroris, kenapa malah dihadang. Ini sama kasusnya dengan Pembubaran HTI yang jg dihadang. Pancasila pondasi bangsa dan idiologi negara mau diganti kok malah sumbernya dibela-belai. PKS yang terang-teranganan menolak azas tunggal dibiarkan dan malah dikasih ruang.
Negara katanya disayang sekaligus sedang dipanggang, dibuat barbeque, dikeringkan sampai mencapai titik gurih untuk disantap rame-rame mejadi tinggal tulang. Kaum pemalak negeri ini harus dihentikan kalau tidak kita yang waras bisa mereka kerdilkan. Kita harus melawan, agar mereka tidak sembarangan.
Ini semua gara-gara Jokowi sedang membasmi keburukan, maka dia dijadikan musuh beneran. Ribut mau ganti presiden, calonnya saja sampai sekarang tak ada. Kalaupun ada cuma barang baru stok lama. Semoga saja media dan TV One khususnya bisa cepat disembuhkan menjadi media membangun Indonesia, bukan sebaliknya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews