Ramai-ramai Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil atau ASN/PNS yang terpapar faham Khilafah atau HTI melakukan "Taqiyah" atau melakukan penyangkalan/bohong atau pembelaan/alibi karena takut terkena sanksi dari pemerintah.
"Taqiyah" bisa mempunyai makna yang luas, bisa berbohong untuk melindungi diri dari ancaman yang mengancam jiwanya atau nyawanya. Dan biasanya juga melakukan penyangkalan-penyangkalan dari tuduhan.
Tetapi sering kali stigma atau tuduhan "Taqiyah" ini ditujukan kepada kaum Syiah untuk melindungi dari ancaman pihak lain.
Padahal sifat "Taqiyah" adalah sifat alamiah manusia atau orang- arang yang apabila terancam jiwanya atau nyawa akan melakukan "Taqiyah" ini.Tidak peduli sukunya atau agamanya, tidak peduli beriman atau tidak beriman, tidak peduli punya agama atau tidak. Karena takut disiksa secara fisik, orang cenderung akan mengikuti apa yang diinginkan oleh pihak penyiksa.
Seorang tersangka korupsi sering kali juga melakukan "Taqiyah", yaitu menyangkal atau tidak mengakui perbuatannya, seperti terpidana Setya Novanto, karena kalau mengakui akan berakibat hukum. Atau seorang pelaku kriminal, karena takut di siksa atau di gebukin, ia mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. Hanya karena ingin selamat atau supaya tidak disiksa.
Atau satu tahun yang lalu ada ABK kapal dari Indonesia diculik atau disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Philipina. Dari sepuluh anggota ABK yang diculik itu tidak semua beraga Islam. Ada satu yang beragama Kristen. Karena kelompok Abu Sayyaf ini kadang sering membunuh sanderanya yang tidak beragam Islam, maka atas saran atau nasehat dari temannya atau tokoh masyarakat setempat, ia melakukan Taqiyah dengan mengaku beraga Islam dan sebagai Mualaf, dan cara ini ternyata manjur. Ia diperlakukan secara baik oleh penculik yang minta tebusan tersebut.
Dan setelah bebas, ia akan kembali pada agama yang semula. Inilah sifat alamiah manusia kalau sudah terancam akan cenderung berbohong demi keamanan dan keselamatan.
Atau waktu ISIS menguasai Suriah dan Irak, karena takut akan kekejaman dan sadisnya anggota ISIS kalau menyiksa tawanan atau masyarakat yang tidak mau nurut, maka ramai-ramai masyarakat melakukan "Taqiyah" demi keselamatan jiwanya dan siksaan dari algojo ISIS.
Mereka melakukan "Taqiyah" bukan karena Syiah, karena ISIS tidak pandang bulu, mau agamanya Islam Sunni atau non muslim kalau tidak tunduk atau mematuhi aturan yang dibuat ISIS, mereka akan menerima hukuman yang sangat kejam dan sadis. Nyawa bisa melayang dalam sekejap. Tetapi setelah ISIS terusir dari wilayah Suriah dan Irak, masyarakat bisa melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya atau agamanya. Karena keadaan sudah aman.
Bahkan dalam dunia hewan pun juga ada sifat "Taqiyah" kalau nyawa hewan itu terancam.Sebagai contoh: tikus kalau dimakan oleh ular dan dibelit badannya, maka tikus itu akan membesarkan perutnya dan pura-pura mati, biar belitannya kendor untuk melepaskannya dan tikus akan segera lari.
Atau hewan Bunglon, kalau terancam ia akan mengubah warna tubuhnya sesuai dengan warna daun tersebut, sebagai bentuk pertahan diri. Makanya adalah istilah bunglon, untuk sebutan manusia yang ingin cari selamat. Hanya timbul kesan negatif.
Jadi "Taqiyah" adalah sifat alamiah manusia atau hewan kalau nyawanya terancam, dan ini sebagai bentuk terakhir sebagai pertahanan diri. Karena tidak ada cara lainnya.
Nah sekarang sifat "Taqiyah" bagi para ASN/PNS.
Banyak para ASN/PNS atau lembaga pemerintah lainnya yang terpapar faham Khilafah atau HTI, baik sebagai guru, dosen atau di instansi pemerintah. Ramai-ramai menghapus status atau tulisan-tulisan yang menunjukkan mereka bagian dari HIT atau simpatisan Khilafah. Meraka pada takut akan sanksi yang akan dijatuhkan oleh pemerintah kepada ASN/PNS yang terpapar faham HTI atau Khilafah.
Apalagi pemerintah mulai memberi sanksi kepada guru atau dosen yang mengusung faham Khilafah ini. Di Surabaya malah ada tiga dosen negeri yang tidak mau memberi hormat pada bendera Merah Putih. Tapi belum dikenai sanksi.
HTI yang sering mengusung Khilafah juga sering melakukan "Taqiyah", salah satunya buletin setiap hari Jumat yang ada di masjid-masjid jauh sebelum pengadilan membubarkan, yang dulu namanya Hizbut Tahrir sekarang berubah menjadi buletin dengan nama Kaffah. Ini juga bagian dari "Taqiyah" untuk menghindari jerat hukum.
Beberapa hari yang lalu di Jawa Timur anggota HTI yang mengadakan acara dengan menyamarkan acaranya juga dibubarkan oleh masyarakat.
Sekarang HTI karena sudah dibubarkan, maka dalam setiap mengadakan kegiatan atau acara menggunakan cara "Taqiyah" untuk menghindari dari jerat hukum.
Kembali ke para ASN/PNS yang terpapar faham Khilafah atau menjadi anggota HTI. Mereka melakukan penyangkalan atau pembelaan diri, sekalipun rekam jejak di media sosial membuktikan mereka bagian dari HTI. Mereka ramai-ramai bikin alibi atau pembelaan untuk menangkis tuduhan sebagai pengikut atau simpatisan HTI.
Seperti pada hari Rabu kemarin guru besar UNDIP profesor di bidang hukum yang diduga sebagai anggota HTI di sidang oleh komisi etik dan tentu sang guru besar ini melakukan penyangkalan-penyangkalan dari tuduhan sebagai anggota atau simpatisan HTI.
Para ASN/PNS melakukan "Taqiyah" bukan karena terancam nyawa atau jiwanya, tetapi terancam "sumber penghasilannya" yang kalau di pecat sebagai ASN/PNS akan menjadi pengangguran. Mereka takut kalau dipecat, karena satu-satunya sumber penghidupan untuk keluarga hanya dari gaji pemerintah. Sekalipun mereka suka menghujat atau mencela pemerintah. Tetapi pemerintah masih berbaik hati.
[irp posts="15911" name="Mental ASN/PNS Dipoyok Dilebok", Hina Pemerintah, tapi Makan Gajinya"]
Karena kemarin pemerintah lewat keputusan presiden memberikan THR dan gaji ke-13 bagi ASN/PNS, TNI, POLRI dan Pensiunan PNS.
"Nikmat mana lagi yang kau dustakan" wahai para ASN/PNS yang terpapar faham Khilafah atau HTI!!
Bumi memang milik Allah, tetapi untuk beli tanah dan rumah Anda tidak bisa seenaknya sendiri mengambil atau mengapling menjadi milik Anda. Tetapi harus membeli dengan uang dan kadang sertifikat ASN/PNS sering Anda jaminkan ke bank.
Kenapa begitu berat untuk mencintai negeri ini? Baik dan buruk inilah negeri kita. Untuk memberi hormat pada bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saja lidah Anda terasa kelu, bibir terasa berat untuk dibuka.
Mencintai negeri ini atau rasa nasionalisme tidak akan membuat kita menjadi kafir atau Ashobiyah atau fanatik.
Lihatlah di Timur Tengah, negeri yang selalu dilanda konflik perang saudara karena sebagian kelompok masyarakatnya tidak mengenal rasa nasionalisme dan akan mengganti dengan dasar negara yang lain.
Berumah tangga saja kalau sudah hilang rasa nasinoalisme kepada keluarga akan bubar dan akan berakhir di pengadilan agama. Suami sudah tidak lagi cinta kepada istri, istri tidak lagi cinta kepada suami, malah masing-masing mencari pengganti. Ini mirip-mirip dengan para ASN/PNS yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar negara yang lain.
Nikmat mana lagi yang kau dustakan dengan THR dan gaji ke -13, anak-istri atau keluarga bisa membeli baju baru dan bersilaturohmi dengan sanak saudara.
Untuk itu meminta pemerintah membersihkan ASN/PNS dari faham Khilafah atau HTI. Lebih baik ditindak tegas untuk menguji mereka suruh menyanyikan lagu Indonisia Raya sebanyak 7x, hormat bendera 7x, sumpah setia kepada Ibu Pertiwi sebanyak 7x. Kalau tidak mau tolong di ruqiyah siapa tahu terkena Jin dari Timur Tengah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews