Rencana sholat taraweh yang akan diadakan di Monas oleh Pemprov DKI Jakarta menuai kritikan sekaligus masukan. Kritikan karena shalat taraweh semestinya di masjid-masjid, bukan di tugu tembok yang mendekati kekufuran. Zaman Jahilayah saja patung-patung di Ka'bah dihancurkan. Masukan, ya sebaiknya fungsikan kembali masjid untuk sarana ibadah, termasuk taraweh.
Majels Ulama Indonesia menganjurkan untuk tidak melakukan sholat taraweh di Monas dan lebih baik di masjid-masjid saja sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Saran atau kritik itu dari Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafiz, "Saya berharap Penprov DKI mengurungkan niat taraweh di Monas. Cukuplah seperti maulid dan syiar keagamaan aja yang di lapangan. Tapi sholat di lapangan sepertinya kurang elok, sementara masih ada masjid besar sebelahnya yang bisa menampungnya."
[caption id="attachment_15934" align="alignleft" width="535"] Monas (Foto: Detik.co)[/caption]
Bahkan Cholil Nafiz meminta Penprov DKI lebih baik konsentrasi pada masalah pokok pemerintahannya yaitu mengatasi banjir dan macet yang tak ketulungan dan merugikan rakyat.
Ormas Muhamadiyah juga menganjurkan untuk tidak sholat di taraweh di Monas untuk menghindari timbulnya konflik dan meminta untuk mengkaji ulang.
"Rencana gubernur dan wakil gubernur yang akan menyelenggarakan sholat taraweh di Monas hendaknya ditinjau ulang untuk menghindarkan polemik di kalangan umat, juga untuk menghindarkan konflik antarmasyarakat yang potensi untuk itu ada," kata PP Muhamadiyah Heri Sucipto, Senin 21 Mei 2018.
Ia beralasan, bahwa sholat taraweh di Monas sarat muatan politis karena berdekatan dengan masa pesta demokrasi.
PBNU juga menyarankan sholat taraweh tidak dilakukan di Monas, tetapi lebih baik di masjid saja Istiqlal.
Seharusnya sebagai pejabat gubernur dan wakil gubernur yang harus diperhatikan adalah kebutuhan bahan pokok karena bulan ramadhan dan tugas-tugas pokok sebagai pejabat daerah. Supaya harga-harga kebutuhan pokok naiknya bisa dikendalikan.Malah sibuk ngurusi sholat taraweh di Monas.
Sholat atau ibadah adalah urusan pribadi dengan tuhannya,kalau mau mengajak sholat jamaah ya di masjid, karena sudah disediakan. Kecuali niatnya politis untuk kepentingan para politikus.
Sholat sunah yang dianjurkan di tanah lapang 'kan hanya Idul Fitri dan Idul Adha. Memang di negeri ini agak aneh, ibadah saja dipolitisasi untuk kalkulasi kepentingan politik.
Ada calon gubernur Jawa Barat, satu tahun sebelum nyalon sebagai gubernur ia menggalakkan sholat subuh berjamaah, bahkan tiap minggu keliling dari masjid satu ke masjid lainya. Dan selalu woro-woro atau pengumuman kalau hari minggu besok akan sholat subuh di masjid ini.
Sholat subuh berjamaah adalah suatu yang baik, tetapi kalau untuk kepentingan politik tentu menjadi tidak baik. Sholat subuh dijadikan tempat sosialisasi sebagai ajang pengenalan dirinya kepada para jamaah dengan harapan memilih dirinya nanti.
Karena dikritik sana-sini akhirnya wakil gubernur Sandiaga Uno mulai melunak dan siap memindahkan sholat taraweh yang rencananya di Monas akan dipindah ke masjid-masjid. Sandi akan menunggu gubernur Anies Baswedan yang akan pulang dari India untuk membicarakan atau berdiskusi untuk pemindahan tempat sholat taraweh.
Lha gubernur kok kayak menteri luar negeri aja, keliling terus dari Turki, Amerika dan India. Ntar ke mana lagi, Wan?
Menurut Sandiaga Uno kemungkinan sholat taraweh akan dipindakan ke Istiqlal, Jakarta Islamic Center dan masjid Hasyim Asyari.
Dan Sandiaga Uno juga tidak ingin acara taraweh di Monas justru bisa memecah belah bangsa.
Mari bulan ramadhan yang pernuh berkah ini di isi dengan ibadah-ibadah dan menjauhkan dari kepentingan politis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews