Sutradara Teroris Tak Pernah Terungkap

Senin, 21 Mei 2018 | 15:03 WIB
0
1120
Sutradara Teroris Tak Pernah Terungkap

 

 

Aman Abdurrahman alias Oman Rochman dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 18 Mei 2018.

Tuntutan terhadap pemimpin organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu setelah Aman dinilai terlibat dalam rangkaian aksi teror di Indonesia. Peran Aman dinilai sangat penting dalam jaringan teror itu.

Tuntutan hukuman mati juga pernah diberikan kepada Husein Alhabsyi dalam kasus pengeboman Candi Borubudur pada 1985. Namun vonis yang dijatuhkan kepada Husein akhirnya hukuman seumur hidup. Kemudian ia 'diuntungkan' dengan kebijakan pemerintahan baru, hasil reformasi Mei 1998.

Setelah 10 bulan berkuasa, Presiden BJ Habibie memberikan grasi kepada narapidana politik pada Maret 1999. Di situ saya tertarik untuk bertemu dengan pelaku bom Candi Borobudur tersebut.

Bom Candi Borobudur merupakan peristiwa pengeboman peninggalan bersejarah dari zaman Dinasti Syailendra yang terletak di Magelang, Jawa Tengah.

Malapetaka dunia yang terjadi pada 21 Januari 1985 itu menjadi peristiwa terorisme bermotif 'jihad' kedua yang menimpa Indonesia. Peristiwa pertama adalah pembajakan pesawat Garuda DC 9 Woyla oleh anggota Komando Jihad pada 1981.

Malapetaka dunia? Ya, karena Candi Borobudur termasuk dalam tujuh keajaiban dunia. Sehingga peristiwa bom Borobudur menjadi perhatian dunia.

Beberapa hari setelah peristiwa memalukan itu, saya izin kepada guru piket SMA 38 Jakarta untuk melihat kondisi sejumlah stupa Borobudur yang hancur. Saat peristiwa bom itu, saya masih pelajar kelas 2 SMA.

Saya tertarik dengan tokoh yang disebut sebagai pelaku bom Borobudur, karena kondisi fisiknya yang tunanetra. Habib Husein Alhabsyi tunanetra sejak bayi. Pengadilan memutuskan pelaku bom tersebut ada tiga orang, yakni:

Mohammad Jawad alias 'Ibrahim' alias 'Kresna' sebagai perencana, dan dua kakak beradik Abdulkadir Alhabsyi dan Husein Alhabsyi sebagai pelaku.

Tidak terlalu sulit bagi saya untuk mencari keberadaan Alhabsyi bersaudara tersebut. Saya mencarinya di lingkungan kampung Arab di kawasan Condet, Jakarta Timur.

Menggunakan jubah putih dan kopiah putih serta kain (sajadah) hijau yang mengalungi lehernya, Husein menerima saya dengan kegembiraan. Sambil duduk bersila di ruang tamu, saya minta ia menceritakan kembali peristiwa yang menyita perhatian nasional tersebut.

Kami duduk berdua dengan hidangan teh manis di gelas sloki mini. Padahal saya berharap bisa minum di gelas besar. Bukan gelas sloki, sloki mini pula. Aduh... Rasanya masih dahaga, setelah berjalan kaki mencari alamat keluarga Alhabsyi.

Tetapi saya lebih dahaga mendapatkan informasi dari pelaku. Selama ini saya mendapat informasi sepihak dari aparat keamanan, terutama TNI. Kali ini saya harus dapat informasi emas.

Pertanyaan pertama, langsung ke pertanyaan kunci. Sebab saya khawatir tidak punya banyak waktu untuk wawancara. Sejumlah orang sudah menunggu untuk bertamu.

Mengapa Anda menjadi pelaku pengeboman Candi Borobudur?

"Saya bukan pelaku. Saya tunanetra, bagaimana mungkin jadi pelaku? Bagaimana orang buta mau merakit bom (dinamit)?" jawab Husein sambil tertawa.

Tetapi pengadilan memutuskan Anda bersalah sebagai pelaku dengan vonis seumur hidup. Apa pendapat Anda?

"Itu pengadilan rekayasa dan saya dijadikan korban."

Korban? Bukankah pengadilan juga berdasarkan pengakuan adik Anda (Abdulkadir), sehingga Anda diputuskan sebagai pelaku?

"Begini ya... Saya hanya korban. Perencana kasus ini adalah Mohammad Jawad. Di mana dia sekarang? Kamu bisa tanyakan ke Kopkamtib."

"Kopkamtib sudah dibubarkan tahun 1988," jawab saya.

Anda kenal dengan Jawad?

"Kenal. Karena dia suka hadir dan jadi penceramah di majelis taklim tempat saya di Malang."

Ya, artinya habib kenal dengan dia kan. Dia kerap hadir, artinya Anda tahu siapa dia?

"Dia orang yang pintar dan punya pengetahuan. Banyak yang kagum kepada Jawad. Adik saya, si Kadir (Abdulkadir) seperti terpengaruh."

Memang siapa sebenarnya si Jawad?

"Belakangan saya menduga dia intel yang disusupi di pengajian kami. Kok bisa tidak ditemukan sampai sekarang?"

Jadi dia yang membawa bahan peledak ke Borobudur?

"Dia perencana. Dana dan semua keperluan dari dia..Otaknya yang menyuruh ledakkan Borobudur."

Jadi otaknya Jawad, pelakunya siapa?

"Itu adik saya (pelakunya) Abdulkadir."

Bisa saya bertemu dengan Abdulkadir?

"Kadir.... Ke sini. Ngobrol dengan wartawan."

Beberapa detik kemudian, muncul dari balik pintu kamar. Sosok tinggi besar dengan kulit agak gelap. Dia mengaku sebagai Abdulkadir Alhabsyi.

Setelah bersalaman, saya langsung ke pertanyaan inti. Tidak saya berikan jeda sejenak.

Anda pelaku pengeboman Candi Borobudur?

"Iya," jawab Abdulkadir, singkat.

Siapa yang memerintahkan Anda untuk hancurkan Candi Borobudur?

"Jawad!"

Mengapa Anda bersedia menjadi pelaku?

"Ceritanya panjang."

Mohon dipersingkat saja. Apa motivasi pengeboman?

"Balas dendam terhadap kasus Tanjung Priok (1984) yang banyak menewaskan umat Islam."

Okay terima kasih.

Tamu lain pun dipersilakan masuk. Saya pun pamit sambil menyalami dua habib tersebut.

Abangnya, Husein divonis seumur hidup dan mendapatkan grasi pada Maret 1999. Sedangkan Abdulkadir divonis 20 tahun dan mendapatkan remisi pada 1994. Sebelumnya mereka dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Malang.

Kasus ini terungkap, setelah dua bulan pengeboman Candi Borobudur. Saat itu Abdulkadir beserta teman-temannya hendak ke Bali. Mereka membawa bahan-bahan peledak dan meledak saat di Banyuwangi. Tiga rekannya tewas di dalam bus yang sedang berhenti. Sementara Abdulkadir selamat, karena saat bom meledak, ia sedang di luar bus.

Panik, karena bom meledak, Abdulkadir melarikan diri. Tindakannya yang mencurigakan itu membuat masyarakat curiga dan menangkapnya.

Dari penangkapan itulah aparat keamanan menangkap Husein di Jawa Barat. Padahal Husein juga turut di dalam bus bersama Abdulkadir. Namun tidak diketahui aparat keamanan.

Orkestra proxy war

Yang menarik sampai kedua bersaudara Alhabsyi itu dibebaskan, Jawad masih misterius. Padahal dia adalah sutradara kasus bom Borobudur.

Sang sutradara selalu bekerja silent, secret, dan close. Pelaku menjadi umpan dalam operasi intelijen. Itulah orkestra proxy war. Sebuah peperangan menggunakan pihak ketiga. Peperangan jenis ini bukan hanya dimainkan oleh aktor negara (state actor), melainkan juga non-state actor. Aktornya bisa lembaga internasional, lembaga bantuan, non government organization, dan lain-lain.

Kita terbuai, karena merasa berada dalam comfort zone (zona nyaman). Padahal sesungguhnya kita terjebak dalam killing comfort zone. Anak bangsa saling tuding dan menyalahkan. Pihak asing yang berada di balik itu pun bertepuk tangan. Indonesia lemah itu harapan mereka.

Hentikan saling menyalahkan. Negeri memanggil: Bangun Ibu Pertiwi!

***