HTI resmi berstatus seperti PKI, jadi organisasi terlarang di Indonesia. Keberadaanya dianggap melanggar Undang-undang. Gugatan HTI ke PTUN terhadap surat keputusan Menhumkam ditolak pengadilan.
Setelah tewas ada beberapa partai yang bersikap seperti burung bangkai. Mereka ramai-ramai mengerumuni HTI untuk menikmati bangkainya. Jelas saja, setelah dibubarkan, anggota yang ada diperkirakan akan tercerai berai. Mereka tidak bisa lagi menggunakan kedok dakwah untuk melancarkan rencana makar terhadap Indonesia.
Nah, anggota inilah yang menjadi incaran partai. Setidaknya ada tiga partai yang berebut mematuki keanggotaan HTI. PBB misalnya, berharap mendapatkan simpati dengan Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara organisasi terlarang tersebut.
Selain PBB, ada juga PKS. Meskipun PKS dan HTI selama ini sering sikut-sikutan berebut jemaah di akar rumput, toh setelah HTI menjadi bangkai, PKS tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menarik simpati. Komentar Mardani Ali Sera yang mendukung HTI untuk melakukan banding adalah bentuk patukan ke bangkai HTI untuk mendapatkan simpati anggota.
PBB dan PKS memang partai yang sering bawa-bawa agama. Dengan stempel itu mereka berharap dapat limpahan simpati.
Ada juga partai yang mengaku nasionalis tapi belakangan malah dekat dengan kaum garis keras. Melalui suara Fadli Zon, Gerindra juga bermaksud mendapatkan simpati dari anggota HTI. Fadli terlihat seperti melakukan pembelaan publik kepada HTI, dengan dikalahkannya HTI di PTUN.
Bukan hanya Gerindra, rupanya PAN juga melakukan hal yang sama. Komentar sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto malah menyayangkan HTI dibubarkan dulu. Padahal pembubaran ini sesuai dengan UU Ormas yang baru.
Pertanyaanya berapa besar sih, anggota yang diperebutkan?
Selama ini HTI hanya konsentrasi di 70 kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. Ini bisa dilihat pada acara serentak HTI pada 2014 yang difokuskan ke 70 kota tersebut. Anggota HTI di luar 70 kota itu dibetot untuk bergabung. Dengan model doktrin yang kuat, biasanya setiap ada kegiatan HTI mewajibkan anggotanya untuk selalu ikut. Kecuali ada halangan berat.
Artinya, keanggotaan HTI gampang dihitung. Ya, sebesar mereka yang sering terlibat dalam kegiatan itu.
Ambil contoh, jika setiap kegiatan diikuti 5.000 orang, paling banter anggota HTI 350 ribu. Atau katakanlah untuk dapatkan angka kasarnya dikalikan dua. Jumlahnya sekitar 700 ribu.
Jika sekarang ada empat partai yang memperebutkannya, coba saja bagi empat. Masing-masing partai hanya mendapat limpahan 175.000 orang. Itupun jika mereka mau ikut Pemilu. Wong selama ini HTI mengharamkan demokrasi.
Jadi meskipun partai-partai itu sekarang bersikap seperti burung nasar pemakan bangkai yang mematuki bangkai HTI, tetap saja tidak akan banyak pengaruhnya terhadap tambahan suara mereka. Sementara yang digadaikan untuk membela HTI jauh lebih besar: ideologi Indonesia.
Saya lebih respek seruan ketua Ansor, Gus Yaqut, yang mengajak kembali para anggota HTI untuk kembali ke pangkuan Islam Indonesia. Karena selama ini HTI mengklaim dirinya sebagai lembaga dakwah.
Tapi mau gimana lagi, wong HTI sesungguhnya adalah parpol. Mana mungkin sreg dengan seruan beragama yang tanpa tendensi kekuasaan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews