Hasrat Cak Imin atau Muhaimin Iskandar untuk menjadi cawapres sepertinya sudah tidak terbendung lagi. Bahkan Cak Imin membombardir atau memberi tekanan-tekanan politik kepada Jokowi sebagai petahana.
Tekanan-tekanan politik itu seperti: "Kalau tidak berpasangan dengan saya (Cak Imin) Jokowi akan kalah". Cak Imin menganggap tanpa dirinya Jokowi akan kalah dalam pilpres.
Bahkan Cak Imin juga membawa-bawa nama kyai atau ulama NU untuk melobi Jokowi supaya menggandeng dirinya sebagai cawapres.
Malah tekanan-tekanan politik Cak Imin kepada Jokowi semakin menjadi-jadi atau vulgar seperti yang diungkapan kemarin. Cak Imin menceritakan bahwa pada pilpres 2014 para ulama dan kyai NU tidak ingin Jokowi maju sebagai presiden. Namun berbeda dengan 2019 mendatang, kyai atau ulama NU mendukung Jokowi maju pilpres apalagi jika menggandeng dirinya sebagai cawapres.
Dan Cak Imin juga bercerita bahwa para ulama dan kyai NU sekarang mendukung Jokowi sebagai capres apabila Cak Imin menjadi cawapres.
Dengan bangganya Cak Imin seakan membuka rahasia kenapa ulama dan kyai NU dulu pada pilpres 2014 tidak mendukung Jokowi.
“Ada ulama-ulama DKI, ulama-ulama Banten, ulama-ulama Jatim yang di 2014, ini rahasia tak buka ini, enggak mau Pak Jokowi sejak 2014. Ya kenapa yang mendukung saya ini mau dengan pak Jokowi, kalau saya wapresnya,” kata Cak Imin.
Inilah tekanan-tekanan politik yang dilakukan Cak Imin kepada presiden Jokowi untuk segera melamar atau meminang dirinya kalau ingin menang atau mendapat dukungan dari para ulama dan kyai NU.
Gaya politik Cak Imin ini terasa aga aneh, dia berharap jadi cawapres tetapi dengan cara menekan atau sedikit memaksa, bahkan menceritakan ulama dan kyai yang dulu tidak suka atau tidak mendukung Jokowi.
Ini kalau bahasa Sunda-nya “Dipoyok-Dilebok”, seorang dicela atau dijelekkan tetapi di satu sisi dia ngarep atau berharap kepada orang yang dicela atau dijelekkan itu. Ini bener-bener aneh. Ia bukannya menjadi cawapres yang yang bisa menarik hati atau bikin simpati kepada calon capresnya, tapi malah bikin “illfeel”, alau anak muda yang lagi jatuh cinta.
Cak Imin berharap bisa menjadi cawapres Jokowi. Sebab menurutnya,Jokowi tidak akan menang di pilpres 2019 jika tidak berpasangan dengan dirinya.
“Saya ini cinta pak Jokowi, pak Jokowi harus terpilih lagi dan kalau pak Jokowi tidak dengan saya, saya sangat khawatir pak Jokowi tidak terpilih lagi,” kata Cak Imin.
Kenapa nafsu banget sama Jokowi? Seakan cepet-cepet minta dikawanin dengan segera Cak Imin ini. Bisa-bisa ntar kawin paksa. Kecil-kecil ko nafsu atau hasrat untuk menjadi cawapres gede.
Cak Imin merasa ia mempunyai suara kurang lebih 11 juta suara PKB. Padahal suara tersebut bukan gelondongan akan mendukungnya atau memilihnya semua. Suara itulah yang dijadikan tawar-menawar kepada Jokowi dan memberi tekanan politik.
Bahkan Cak Imin omongan semakin ngelantur, ia dengan pedenya atau percaya diri bisa memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2019. Tetapi tidak hanya itu, ia juga yakin Prabowo bisa menang di pilpres jika memilih dirinya menjadi cawapres.
“Prabowo hanya menang kalau sama saya,” kata Cak Imin dengan percaya diri yang akut, di Kompleks parlemen, Jakarta, Jumat 11 Mei 2018.
Cak Imin seakan mengeluarkan jurus "Dewa Mabuk", semua dijanjikan atau kicauan semua calon presiden, baik Jokowi atau Prabowo bisa menang kalau menjadikan ia sebagai cawapres.
Bahkan Cak Imin kemarin juga membuka cerita bahwa ia pernah diajak Partai Demokrat untuk membentuk poros baru dalam pilpres 2019. Cerita Cak Imin ini juga bagian dari tekanan politik, bahwa ia sangat diperhitungkan oleh banyak kubu.
Berharap dan ngarep untuk menjadi cawapres itu adalah hak seorang yang ingin berkuasa,tetapi kalau memaksa itu juga tidak baik.Berapa banyak kisah anak muda yang cintanya ditolak yang akhirnya malah bunuh diri.
Kalau cintanya Cak Imin kepada Jokowi diterima bahagialah dia, tetapi kalau cintanya ditolak kecewalah dia. Kita berharap tidak sampai depresi politik atau gantung diri dibawah pohon tauge.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews