Berebut Dukungan Majelis Haul 569 Tahun Sunan Ampel Surabaya

Selasa, 8 Mei 2018 | 10:36 WIB
0
858
Berebut Dukungan Majelis Haul 569 Tahun Sunan Ampel Surabaya

Jum’at, 4 Mei 2018. Makam Sunan Ampel Surabaya didatangi Khofifah Indar Parawansa dan Puti Guntur Soekarno. Tampak pula Walikota Surabaya Tri Rismaharini bersama Ny. Fatma Saifullah Yusuf di depan pusara Sunan Ampel.

Mereka tampak khusuk berdoa dalam acara Haul Sunan Ampel ke-669 tahun tersebut. Kedua paslon gubenur dan wakil gubenur beda parpol pengusung itu melakukan tahlil yang diikuti banyak warga, khususnya ibu-ibu yang menghadiri Haul Sunan Ampel.

Kedatangan Puti Guntur Soekarno dan Tri Rismaharini tersebut bertujuan untuk berdoa dan meminta restu Sunan Ampel, dengan harapan bahwa doa tersebut bisa menjadikan Jatim ke depannya lebih baik dan lebih makmur.

Dengan berziarah ke makam Sunan Ampel, cawagub paslon nomor 2 itu berdoa agar diberi kemenangan dalam Pilkada Jatim 2018 yang akan digelar pada 27 Juni 2018. Diharapkan, Pilkada Jatim kondusif dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Masih dalam peringatan Haul Sunan Ampel ke-569 itu, esoknya, Cawagub Jatim nomor 1 Emil Elestianto turut melakukan Kirab dan Tahlil Akbar bersama para ulama dari seluruh penjuru negeri, Sabtu (5/5/2018).

Dalam rangkaian tersebut, Emil berkesempatan sungkem kepada Rais Aam Jamiyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (Jatman), Maulana Al Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya.

Kehadiran Emil memang menjadi ‘magnet’ tersendiri. Bahkan Habib Luthi dan KH Maimun Zubair (Mbah Moen) memberikan sambutan hangat. Kedua ulama ternama asal Pekalongan dan Rembang itu terlihat berbincang akrab dengan Emil.

“Ada doa, ijazah sekaligus pesan dari para kiai sepuh untuk Mas Emil,” begitu salah seorang yang berada di sebelahnya. Kehadiran Emil tak luput dari perhatian. Ada saja yang meminta berswafoto atau mendoakan kemenangan paslon Khofifah – Emil pada Pilkada Jatim 2018.

“Mas Emil, saya doakan menang sama Bu Khofifah Mas. Pasti menang Mas. Sudah nggak ada lagi yang layak selain Mas Emil dan Bu Khofifah,” pekik seorang pengunjung seperti dikutip Duta.co.

Ditemui awak media seusai melakukan tahlil dan doa bersama, Emil menilai bahwa apa yang sudah dilakukan Sunan Ampel wajib menjadi suri teladan. Bukan hanya bagi dirinya, namun bagi seluruh masyarakat.

“Beliau salah satu Wali Songo yang membawa Islam masuk ke sini. Tentunya, perjuangan beliau patut diteladani. Berkat itulah kehidupan masyarakat yang ada sekarang bisa dikatakan bermuara,” kata Emil.

Keteladanan itulah, menurut bupati Trenggalek non aktif itu, perjuangannya bersama Cagub Khofifah Indar Parawansa dalam ikhtiar menjadi pemimpin di Jatim berpondasi.

“Bahkan, ketika awal saya mendapat amanah dulu saya langsung berziarah kemari (makam Sunan Ampel) untuk bisa dikatakan minta restu beliau agar dapat melanjutkan perjuangan,” jelas suami Arumi Baschin tersebut.

Pada hari yang sama, Cagub Jatim nomor 2 Saifullah Yusuf alias Gus Ipul juga menghadiri Haul Agung Sunan Ampel ke-569. Gus Ipul tiba di kompleks Makam Sunan Ampel tepat ketika adzan Magrib berkumandang, Sabtu (5/5) petang.

Beberapa habib sudah menyambut kedatangan Gus Ipul dan langsung mengajak Gus Ipul masuk tenda besar untuk bersilaturahmi dengan para habib, ulama, dan kiai yang sudah tiba lebih dulu.

Gus Ipul masuk dan langsung menghampiri Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya yang duduk bersila di sisi timur ruangan. Gus Ipul mendekat mencium tangannya Habib Lutfi.

Obrolan singkat akrab meluncur dari Habib Luthfi dan Gus Ipul. “Mohon doa restu Bib,” kata Gus Ipul yang lantas disambut Habib Lutfi dengan mendoakan Gus Ipul, seperti dilansir dari Beritalima.com.

“Sejak kecil saya sering diajak ayah ke sini. Berdoa dan berzikir,” kata Gus Ipul. Ziarah ke Makam Sunan Ampel juga sering dilakukan Gus Ipul bersama KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, maklum Gus Ipul adalah keponakan Gus Dur dan pernah lama ikut Gus Dur.

Gus Ipul menceritakan, saat ziarah bersama Gus Dur di makam Sunan Ampel, ada beberapa amalan doa dari Gus Dur yang diberikan khusus ke Gus Ipul. “Ada beberapa amalan khusus yang diberikan Gus Dur dan hanya dibaca saat di makam Ampel,” ujar Gus Ipul.

Menurutnya, yang pasti selain berdoa, ziarah ke makam para wali ini bentuk penghormatan kepada para ulama yang telah berjasa bagi penyebaran agama di Indonesia. Dalam haul kali ini juga ajang bertemunya para ulama untuk saling bertukar pemikiran dan pengalaman.

Bertemunya Emil maupun Gus Ipul dengan Habib Lutfi dan ulama dalam Haul Sunan Ampel ini rasanya patut dicontoh oleh ulama pendukung paslon yang berbeda kubu itu. Betapa tidak, para habib dan ulama itu sama-sama mendoakan kemenangan keduanya.

Polarisasi Ulama Pendukung

Dukungan pemuka agama kepada cagub dan cawagub pada Pilkada Jatim 2018 mendatang sebenarnya tidak dikehendaki oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di Jatim. Itulah hasil survei Lembaga Surabaya Survey Center (SSC).

Seperti dilansir Republika.co.id, hasil survei Lembaga SSC menunjukkan, masyarakat Jatim tidak menyukai apabila pemuka agama serta takmir masjid dan mushala terlibat aksi dukung-mendukung cagub-cawagub pada kontestasi Pilgub Jatim 2018.

Sebanyak 49,3 persen responden secara lugas menyatakan ketidaksukaannya apabila pemuka agama terlibat dalam aksi politik praktis tersebut. Dari total seluruh responden, hanya sebesar 25,5 persen yang menyukai hal itu.

“Sementara, 25,2 persen sisanya memilih untuk tidak menjawab atau menjawab tidak tahu,” kata Direktur Riset SSC Edy Marzuki dalam paparannya di Yello Hotel, Jalan Raya Jemur Sari Nomor 176, Tenggilis Mejoyo, Surabaya, Rabu (13/12/2017).

Edy Marzuki menyatakan, ketidaksukaan masyarakat atas keterlibatan para pemuka agama dalam politik praktis, karena mereka dianggap memiliki peran sentral yang harus lebih bijak dalam bersikap.

Artinya, dengan kondisi di mana masyarakat Jatim masih tunduk dan patuh kepada pemuka agama, mereka sebaiknya mampu menjaga iklim sejuk pada Pilkada Jatim 2018. Terlebih lagi kalau dalam konteks Agama Islam.

“Kiai lokal harus menjadi penjaga gawang kondusifitas. Sebab, para kiai ini petuahnya masih sangat menjadi perhatian,” ujar Edy Marzuki. Hasil survei ini diperoleh dari 38 Kabupaten-Kota di Jatim, pada kurun waktu 25 November-8 Desember 2017.

Menurut Edy Marzuki, survei tersebut dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan 940 responden. Adapun tingkat kepercayaan dari hasil ini sebesar 95 persen, dengan margin of error 3,2 persen. Pertanyaannya, mengapa masyarakat tidak suka?

Polarisasi dukungan pemuka agama (baca: ulama) saat Pilkada Jatim terjadi sejak Pilkada Jatim 2008 ketika terjadi pertarungan antara cagub Soekarwo dengan Khofifah, setelah melalui persaingan ketat diantara keduanya itu.

Soekarwo menggandeng cawagub Gus Ipul yang berlatar belakang keluarga ulama. Khofifah yang juga “warga” NU dengan jabatan Ketua Muslimat NU, yang secara kultural sangat kuat akarnya di bawah.

Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) diusung Partai Demokrat, PAN, dan PKS, mempunyai akumulasi kekuatannya 15,31 persen suara. Sebagai mantan Ketua GP Ansor, menteri, dan berdarah biru NU, Gus Ipul memiliki basis binaan yang luas dalam komunitas NU.

Kuat dugaan, dukungan atas KarSa saat head to head dengan pasangan Khofifah-Mudjiono (KaJi) itu diperoleh pula dari PKB yang saat itu terpecah tiga, PKB Abdurrahman Wahid (Gus Dur), PKB Muhaimin Iskandar, dan PKNU, yang punya 30,55 persen suara.

Ulama yang berafiliasi ke PKB itulah yang menopang kemenangan KarSa pada Pilkada Jatim 2008. Sementara, KaJi yang diusung PPP dan ditopang parpol-parpol kecil ini berkekuatan sekitar 16,72 persen. Kiai PPP inilah yang mendukung KaJi.

Di Madura, misalnya, polarisasi ulama ini kemudian terbelah antara Kiai PPP dengan Kiai PKB. Para Kiai PPP dimotori oleh KH Alawy Muhammad (Sampang), sedangkan Kiai PKB disokong RKH Fuad Amin Imron (Bangkalan), cucu Syaichona Kholil.

Pertarungan Pilkada Jatim 2013 antara KarSa dengan pasangan Khofifah – Herman Surjadi Sumawiredja, dimenangkan kembali oleh KarSa. Polarisasi dukungan atas pasangan cagub-cawagub dari ulama pun merambah ke lingkungan pondok pesantren.

Ketua DPD Partai Demokrat Soekarwo diikat “Perjanjian Lirboyo” yang pernah dibuatnya dengan Gus Ipul saat sebelum Pilkada Jatim 2013 di Ponpes Lirboyo, Kota Kediri, 12 Januari 2013. Lima kiai Poros Lirboyo menjadi saksi perjanjian tersebut.

Lima kiai yang turut tanda tangan dalam surat tersebut diantaranya, KH Zaiduddin Djazuli, KH Nurul Huda Jazuli, KH Idris Marzuki (Lirboyo), KH Anwar Mansur dan KH Anwar Iskandar. Hingga kini Perjanjian Lirboyo masih tetap berlaku.

Secara individual, Soekarwo sudah terikat MoU yang isinya untuk memberangkatkan Gus Ipul sebagai penerusnya untuk menjabat gubernur Jatim periode 2018-2023 mendatang. Ini yang membuat Soekarwo merasa masih punya “utang” MoU.

Sementara, Khofifah – Herman sendiri ketika itu didukung Ponpes Tebuireng yang dimotori KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah. Akhirnya, polarisasi dukungan ulama pada Pilkada Jatim 2018 nanti tetap berlanjut hingga kini.

***