Reklamasi Teluk Jakarta Ribut, Reklamasi Pantai Losari Senyap, Kenapa?

Senin, 7 Mei 2018 | 18:55 WIB
0
1311
Reklamasi Teluk Jakarta Ribut, Reklamasi Pantai Losari Senyap, Kenapa?

Reklamasi suatu laut  bagi negara-negara maju bukan hal yang baru atau tabu, malah reklamasi bisa dibentuk dengan pulau-pulau yang indah dan menarik. Seperti yang terjadi di UEA.Dan menjadi tumbuhnya ekonomi baru.

Di negara maju atau negara lain reklamasi bukan sesuatu yang terlarang, di negara tercinta Indonesia, reklamasi menjadi sesuatu yang terlarang dan menjadi komoditas politik atau polemik dengan isu yang berbau SARA di dalamnya.

Seperti yang terjadi di reklamasi di teluk Jakarta, reklamasi teluk Jakarta awalnya sudah berjalan, bahkan sebagian sudah ada pembangunan fisik dan sudah ditawarkan kepada masyarakat.

Setelah ada pihak pengembang  dan anggota DPRD yang dicokok oleh lembaga anti rusak KPK, isu reklamasi menjadi ramai. Banyak LSM,atau pemerhati lingkungan dan tokoh masyarakat atau pejabat menolak reklamasi teluk Jakarta. Karena dianggap merusak lingkungan dan merugikan masyarakat nelayan kecil. Reklamasi dianggap hanya menguntungkan cukong atau pengembang tertentu dan dianggap tidak membawa dampak bagi masyarakat kecil.

Bahkan, reklamasi menjadi bahan kampanye pilkada DKI 2017 yang dalam janji kampanye kalau terpilih menjadi gubernur akan menghentikan semua reklamasi di teluk Jakarta. Dan reklamasi yang sudah berjalan juga akan dihentikan, tidak takut sekalipun di gugat oleh pihak pengembang, karena reklamasi bukan untuk masyarakat. Kata calon gubernur yang sekarang jadi gubernur dalam debat pilkada.

Nah, setelah terpilih menjadi gubernur, soal reklamasi ini juga belum menemukan titik temu, apakah mau dihentikan atau dilanjutkan dengan syarat-syarat tertentu? Menepati janji kampanye ternyata tidak semudah  seperti menyampaikan visi-misi dalam debat pilkada.

Penolakan reklamasi teluk Jakarta sudah masuk wilayah politis karena menganggap reklamasi pada masa  mantan gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hanya menguntungkan kepada pengembang yang satu etnis, makanya diberi ijin, begitulah tuduhan sebagian masyarakat.

Di Bali isu reklamasi juga terjadi penolakan dan demo dari masyarakat karena dianggap merusak lingkungan dan menguntungkan pengusaha, yang saat ini diisukan sebagai sponsor mantan panglima TNI yang sekarang mencoba peruntungan maju dalam bursa capres.

Kalau di DKI Jakarta reklamasi menjadi isu sensitif dan banyak masyarakat atau pengamat yang menolak. Bahkan sama sang gubernur reklamasi mau dihentikan untuk memenuhi janji kampanye.

Ada suatu reklamasi di Indonesia Timur yang jauh dari ibukota Jakarta dan jauh dari para sorotan pemberitaan baik media online atau televisi. Para pengamat atau politisi dan masyarakat yang suka menolak reklamasi seakan juga tidak tertarik untuk ikut berkomentar karena terjadi jauh dari ibukota Jakarta.

Reklamasi itu di lahan Pantai Losari, kota Makasar. Laut yang diuruk atau ditimbun oleh pasir-pasir itu bernama Center Point of Indonesia. Luas reklamasi yang diuruk atau ditimbun dengan pasir-pasir laut, yaitu 157,23 hektare.

Di sudut atau ujung lahan yang di reklamasi tersebut  di bangun sebuah Masjid yang sangat megah dan menjadi ikon kota Makasar. Dan pembangunan Masjid ini sedang berjalan.Masjid 99 kubah ini dengan arsitek, yaitu Kang Emil atau Ridwan Kamil, walikota Bandung, yang saat ini maju dalam pilkada sebagai calon gubernur.

Pembangunan Masjid 99 kubah ini memakan anggaran APBD Sulawesi Selatan sebesar Rp160 milyar dengan luas kurang lebih 3.000 meter persegi dan dapat menampung 13.000 jamaah. Pondasi dan kerangka baja sudah mulai dirangkai dan sudah menunjukkan bentuk sebuah Masjid yang besar nan megah. Bahkan kubahnya sudah kelihatan.

Dari luas hamparan lahan reklamasi 157,23 hektare akan dibangun areal bisnis yang super lengkap dan properti yang sangat megah, seperti rencana reklamasi teluk Jakarta, sebelum dihentikan. Dan yang membangun adalah Raja Properti Ciputra.

Dan seakan pembangunan Masjid 99 kubah di lahan reklamasi ini, bagian dari strategi bisnis para pengembang dan ini cara yang cerdas dan pinter, yang dilakukan oleh raja properti Ciputra. Yang dibangun lebih dulu sebelum bangunan lainnya berdiri adalah tempat ibadah dari agama mayoritas di wilayah tersebut. Supaya tidak banyak diprotes oleh masyarakat atau tokoh-tokoh masyarakat. Jadi mengambil hati masyarakat dulu dan tempat ibadah salah satu cara mengambil hati masyarakat.

[irp posts="10959" name="Mengintip Gerbang Pulau Reklamasi, Apa Gerangan Yang Terjadi?"]

Ini seperti pembangunan Masjid di Gadog Ciawi, tepatnya di depan pos polisi Gadog Ciawi. Kalau dari arah Puncak pas di tikungan mau ke arah pasar Ciawi. Masjid ini dulu di bangun lebih dahulu atas permintaan masyarakat dan tokoh atau sesepuh setempat oleh bantuan pengembang. Maka dibangunlah masjid yang megah sebagai pembuka jalan atas pembangunan hotel yang ada di sebelahnya, sampai ke belakang. Padahal lahannya tepat di turunan dan di sudut yang bisa mengganggu lalu lintas Puncak yang terkenal macet.

Inilah strategi dan kiat-kiat para pengembang atau pemodal supaya bisnisnya aman dan lancar, harus tahu apa maunya masyarakat.

Kembali soal reklamasi...

Dan kenyataannya para mahasiswa kota Makasar yang suka demo, nyatanya juga adem ayem saja,terhadap reklamasi.

Bukan tidak ada yang menentang soal reklamasi di Pantai Losari Makasar ini, WALHI atau LSM yang peduli dengan lingkungan juga pernah mengajukan gugatan ke pengadilan, tetapi kalah.

Juga Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melakukan protes keras  atas reklamasi karena mengambil atau mengeruk pasir laut untuk reklamasi.

Tetapi reklamasi di Makasar tidak seheboh dan seramai  di Jakarta,dalam penolakannya.Malah seakan senyap dan sepi dari  demo-demo masyarakat atas reklamasi.

Coba kalau reklamasi teluk Jakarta dari awal di bangun Masjid lebih dahulu, mungkin ceritanya bisa lain.tidak seperti sekarang.

***