Sekarang ini bukan Pilpres, tapi Pilwapres. Ini nyata.
Pilpres yang akan berlansung lebih tepat disebut Pilwapres. Sebab, yang muncul berebutan adalah untuk cawapres. "Jadikan aku yang ke dua," demikian kata syair lagu.
Kayaknya untuk Nomor 1 sudah tidak mungkin, Jokowi dan Prabowo sudah jauh--jauh hari pesan tempat ini. Kalau ada yang berminat sangat jauh perjalanannya.
Perjalanan untuk orang Nomor 1 dinegeri sangat panjang. Pertama, dia mesti bergabung dengan partai yang ada. Kemudian ikut pemilu. Kalau partai itu menang, diapun harus tunggu 5 tahun lagi bisa mencalonkan diri. Kalau dia bikin partai sendiri, kayak SBY, dia harus tunggu 5 tahun untuk bisa ikut pemilu ditambah 5 tahun lagi untuk bisa pilpres. Harus tunggu 10 tahun. Sudah keburu tua, kalau tidak game.
Jadi Wapres adalah yang paling mungkin sekarang.
Capres sekarang tentu hanya bisa memilih satu cawapres, sedang pelamar cukup banyak. Salah pilih bisa juga jadi petaka .
Mari kita lihat dari kedua pihak. Pertama ari pihak Jokowi. Banyak yang melamar, tapi tidak semua kita teliti.
1. Berdasarkan dari partai pengusung, tentu jatuh ke Golkar, partai kedua punya suara terbanyak. Dalam hal ini Airlangga Hartanto. Orangnya cukup baik juga dan diterima banyak pihak, mungkin juga bisa penerus di 2024.
2. Berdasarkan tehnokrat , mungkin jatuh ke Sri Mulyani. Orangnya juga bisa diterima banyak pihak.
3. Berdasarkan praktisi ekonomi, kalau ingin memilih orang seperti Jusuf Kalla, mungkin pilihan jatuh pada, Chairul Tanjung. Orangnya bisa diterima semua pihak, namun apa dia mau terjun ke politik.
4. Berdasarkan latar belakang meliter. Mungkin jatuh ke Gatot Nurmantyo atau Moeldoko. Hanya saja GN sekarang mulai menampakkan diri berseberangan dengan Jokowi.
5. Berdasarkan pengikut agama, mungkin jatuh ke Muhaimin Iskandar, pengikut NU bisa menaikan suara Jokowi
6. Berdasarkan kepemudaan, Mungkin jatuh ke AHY, dia punya qualifikasi yang tinggi, sayang kurang pengalaman.
Dari pihak Prabowo. Ini memang agak sulit karena salah pilih bisa tiket ke pilpres hilang...
1. Berdasarkan partai, sebenarnya yang punya hak adalah PKS. Ada sembilan calon yang diajukan PKS untuk Prabowo memilih. Sayang dari sembilan itu menurut lembaga survey angkanya rendah sekali. Apakah kalau tidak dipilih satu dari sembilan itu PKS akan lari, ini pertanyaan yang sulit ditebak oleh kita maupun Prabowo. Yang jadi tanda tanya lagi kalau diambil dari PKS, apa PAN mundur atau sebaliknya. Kalau satu mundur, maka buyarlah harapan untuk naik panggung. PKB juga nunggu, kalau Cak Imin dipilih mungkin dia berubah warna.
2. Berdasarkan latar belakang , meliter. Kelihatan GN sudah mendekat. GN sekarang mulai mendekat kekalangan agama atau mulai didekati. Barangkali ini salah satu jalan tengah dalam persaingan PAN dan PKS.
3. Berdasarkan teknokrat. Mungkin pilihan utama pada Anies Baswedan, walau Yusril dan Rizal Ramli juga melirik .
4. Berdasarkan kepemudaan, AHY tetap diunggulkan. Dia kelihatan kiri kanan OK, asal bisa magang untuk 2024.
Pilihan anda siapa? Itu bebas dan rahasia. Namun sekarang sudah jadi rahasia umum.
Tambahan, agak sedikit keluar dari judul.
Hidup lama di Singapura sedikit pengaruhi saya. Seingat saya, waktu Lee Kuan Yew (LKY) mengubah UU pemilihan presiden dari parlemen ke pilpres langsung. Dan Presiden dari tadinya hanya simbol semata, jadi sedikit berkuasa. Berkuasa dibidang budget. Dia punya hak veto, kalau ada PM dari parpol bermain curang dalam budget.
Jadi seorang presiden harus punya pengetahuan luas tentang budget (APBN) . Untuk itu calon presiden harus pernah meduduki jabatan menteri, lembaga tinggi negara, mungkin panglima militer termasuk . Kalau dari swasta murni, pernah menjadi CEO selama sekian tahun dengan minimal assetnya $500 juta.
Mungkin pengusaha (CEO) dengan aset $500 jt itu setingkat Panglima. Syarat untuk wapres? Tidak ada wapres di sana.
Untuk kita mungkin Chairul Tanjung yang baru pantas.
Tapi lain lubuk lain belalang , lain pula ikannya, barangkali.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews