Abraham Samad dan Suara Arus Bawah

Jumat, 20 April 2018 | 11:00 WIB
0
735
Abraham Samad dan Suara Arus Bawah

“Minimal tiga suara akan saya berikan untuk beliau, Pak”. Begitu kata pengemudi taksi online yang membawa saya menembus keheningan dan lengangnya jalanan dari Depok menuju Bandara Soekarno-Hatta, pada sebuah subuh.

Obrolan santai sembari menahan kantuk dengan sang pengemudi - sebut saja namanya Asep – itu adalah sebuah perbincangan tentang nasib bangsa ini ke depan.

Awalnya, Asep terlihat enggan menanggapi pertanyaan saya soal siapa yang menurutnya pantas memimpin bangsa ini untuk periode 2019 – 2024. Dia beralasan sudah kapok ikut-ikutan urusan copras capres, seperti yang dia lakukan pada 2014 lampau. Dia beralasan, tak ada perubahan pada kehidupannya dan banyak orang yang dia kenal pasca Pilpres 2014. “Yang ada juga hidup makin susah,” ujarnya kian bersemangat.

Lalu, saya sebutlah sejumlah nama yang digadang-gadang bakal maju pada Pilpres 2019. Karena survei Kedai Kopi baru saja dirilis sehari sebelumnya, wajar jika nama-nama hasil survei lembaga kajian politik milik Hendri Satrio itu yang saya jadikan rujukan.

Saya memang tak berfokus kepada nama calon presiden lantaran sejauh ini hanya dua nama yang acap diperbincangkan: Jokowi dan Prabowo. Saya lebih menitikberatkan kepada nama-nama calon wakil presiden. Lima besar nama pada survei itu saya sampaikan ke Asep: Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, Tuanku Guru Bajang, dan Abraham Samad.

Asep tak segera menjawab. Sesaat kemudian, dia malah balik bertanya: “Kalau pak Abraham sekarang di mana ya, pak?”.

Sontak, pertanyaan ini membuat saya tertegun. Kenapa tiba-tiba saja dia mengingat Abraham Samad dan bertanya seperti itu. “Yang saya dengar, Abraham sekarang sering memberikan seminar tentang pencegahan korupsi di kampus-kampus,” jawab saya, tanpa mengisahkan kedekatan saya dengan Ketua KPK 2011-2015 itu belakangan ini.

“Sayang ya orang bagus seperti pak Abraham harus tenggelam begitu saja, pak. Padahal, kita butuh orang seperti dia untuk membuat bangsa ini lebih baik dan bisa bebas dari korupsi,” lanjut Asep.

Saya pun jadi tergelitik menganalisis pernyataan sang pengemudi taksi onlinetersebut. Lalu, saya tanyakan kepadanya, bagaimana jika ternyata ada salah satu capres yang nanti pada akhirnya “meminang” Abraham Samad untuk menjadi calon wakil presiden.

Lagi-lagi, Asep memberikan jawaban mengejutkan. “Kalau dia tidak berpasangan dengan.... (maaf, sensor dulu ya), saya jamin minimal pasangan pak Abraham akan mendapatkan tiga suara, yakni dari saya, istri, dan anak saya,” katanya.

Wow, Asep begitu bersemangat rupanya. Seolah ia melupakan ucapannya di awal obrolan yang sudah tak berminat lagi ikut-ikutan copras capres. “Kalau pak Abraham maju, saya akan ajak teman, tetangga, dan saudara saya untuk memilih beliau. Tapi, syaratnya pak Abraham tidak berpasangan dengan yang itu ya, pak,” ujarnya.

[irp posts="13184" name="Kaos Kaki Rombeng Sang Penebas Korupsi"]

Asep menganggap Abraham Samad sebagai sosok yang berani untuk memberantas korupsi. Ibarat seseorang yang sedang bertarung menggunakan pedang, ketika pedang sudah terlepas dari sarungnya, Abraham tak akan menyarungkan kembali pedangnya sebelum menebas kepala para koruptor.

Kata Asep, masalah besar bangsa ini adalah soal kesenjangan dan ketimpangan ekonomi. Menurut dia, masalah ini bisa diatasi jika korupsi berhasil ditekan. Dan, pada titik itulah, sang sarjana ekonomi yang terpaksa menjadi pengemudi taksi onlineini menganggap Abraham Samad menjadi alternatif sebagai pemimpin bangsa ke depan.

Tak terasa, perjalanan menuju bandara Soetta pun sudah mendekati akhir. Saya ambil smartphone, lalu saya matikan fitur rekaman. Asep tentu saja tidak menyadari bahwa percakapan kami saya rekam di smartphonesaya. Maklum, jiwa jurnalis masih tetap melekat pada diri saya.

Turun dari mobil, Asep masih berkata kepada saya, “Siapa tahu bapak berjumpa pak Abraham, mohon sampaikan salam hormat saya kepada beliau”. Saya mengangguk dan mengiyakan, sembari bersalaman dengan si pemilik tiga suara untuk Abraham Samad.

***