Di Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, sambil menunggu penerbangan ke Balikpapan saya disapa sahabat dari Morowali, menunjukkan foto Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok yang sekarang konon berjumlah ribuan di Sulawesi, khususnya di area-area pertambangan yang dikelola korporasi asal Tiongkok.
Walaupun belum jelas datanya, konon mereka sudah berjumlah jutaan di Negeri ini.
Sebagai Ketua Partai Tirik Yaluk, Partai Media Sosial yang anggotanya boleh siapa saja asal tujuannya sama menjadikan Indonesia negeri yang makmur sentosa dan untuk rakyat Indonesia, sekaligus Penggerutu Media Sosial, saya sangat concern dengan masa depan anak-anak cucu kita di masa-masa mendatang.
Menjadi asing atau tamu di Negeri sendiri adalah hal yang paling saya khawatirkan menimpa anak-anak cucu kita kelak.
Tolong jangan ditertawakan, apalagi dianggap fiksi!
Australia masih cukup dekat di sisi Negara kita, lihatlah nasib orang Aborigin di sana. Sebagai suku Asli Australia, nasib mereka sekarang tidak lebih dari tamu di tanah leluhur mereka sendiri. Ketika kita mendengar Pert, Sydney dan Melbourne, pernahkah terpikir tentang warga Aborigin? Adakah yang tahu sepatah kata saja bahasa Aborigin?
Demikian juga dengan Orang Indian di Amerika. Mereka hanya hadir sebagai orang-orang jahat untuk pelengkap dan jadi sasaran tembak di Film Koboy hasil karya Hollywood.
Nasib orang Melayu di Singapura masih sedikit lebih baik walaupun sudah menjadi rahasia umum mereka tidak lebih dari warga negara kelas tiga di bawah orang China dan India. Para pendatang yang merantau ke Tanah Tamasek.
Saya yakin nenek-moyang orang Melayu khususnya Sang Legenda Hang Tuah tidak akan pernah percaya kalau suatu saat anak cucu-nya akan menjadi warga negara kelas tiga di tanah-tumpah darahnya.
Saya tidak sedang membicarakan suku-suku keturunan etnis Arab, India dan Tionghoa yang sudah jadi warga negara Indonesia.
Bagi saya mereka sudah lama menjadi Pribumi dan bagian dari bangsa ini, mereka sama seperti saya yang lahir di negeri ini maka mereka adalah Pribumi. Jangan membenturkan saya dengan Habib Rizieq, Ustadz Felix Siaw, Ahok, Anies Baswedan, Zeng Wei Jian dan lainnya.
Maaf bagi saya mereka jauh lebih Pribumi dan Nasionalis dibandingkan orang-orang yang mengaku Pribumi tapi diam dan membiarkan serta mempermudah bangsa asing berbondong-bondong masuk ke negeri ini menjadi Tenaga Kerja yang seharusnya bisa untuk jatah warga lokal yang masih banyak menganggur.
Tolong dipahami kalau saya menganggap brengsek siapa saja yang mempermudah aturan pekerja asing masuk ke negeri ini, maaf yang saya maksud rezim sekarang.
Jangan lupa masih jutaan anak bangsa yang terpaksa mengemis pekerjaan dengan gaji rendah, dan jutaan lainnya menjadi babu dan kuli di Malaysia, Singapura, Hongkong dan Saudi Arabia.
Ini cuma awal, dan kalau dibiarkan terus berlangsung, suatu saat anak-anak cucu kita akan menjadi kuli dan babu di rumah-rumah orang asing di Negeri ini.
Kalau dibiarkan, suatu saat Bahasa Indonesia akan menjadi bahasa asing yang cuma dipakai warga kelas tiga dan kaum buruh yang terpinggirkan.
Kalau dibiarkan, suatu saat Azan akan dilarang dan menjadi terlarang, dianggap teriakan yang aneh bukan sekedar kalah merdu dari kidung.
Kalau dibiarkan, Indonesia kita mungkin saja tinggal sejarah.
Jadi tolong jangan panggil saya Rasis, karena bisa saja anda yang tidak Nasionalis!
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews