Subuh itu, di sebuah masjid. Ada tokoh politik sedang berbicara. Isinya soal partai tuhan dan partai setan.
Omongan seperti ini sudah sering kita dengar. Ada orang yang mengkategorikan negara jadi dua: ada negara setan (toughut) dan ada khilafah yang dianggap perwakilan tuhan.
Sekarang, karena lagi musim kampanye, ada yang membelah partai jadi dua juga. Ada partai Allah, ada juga partai setan. Yang ngomong, karena politisi, sudah pasti mengaku dirinya dan partainya bagian dari partai Allah. Sedangkan lawannya bagian dari partai setan.
Mulanya makna partai bisa dipahami sebagai golongan. Ada golongan tuhan, ada golongan setan. Sampai di sini gak masalah sebetulnya. Biasa saja.
Tapi ternyata makna partai itu juga diartikan sebagai parpol. Gak percaya? Dengar saja katanya. "Sekarang ini kita harus menggerakkan seluruh kekuatan bangsa ini untuk bergabung dan kekuatan dengan sebuah partai. Bukan hanya PAN, PKS, Gerindra, tapi kelompok yang membela agama Allah."
Jadi menurutnya, PAN, PKS dan Gerindra termasuk partai Allah. Sedangkan lawan politiknya ada di barisan partai setan. Serem kan?
Bagi saya, pagi itu tuhan sedang dibetot untuk diajak kampanye. Untung sang pembicara tidak kebablasan dengan mengatakan bahwa tanpa diketahui banyak orang tuhan sudah lama memegang kartu anggota parpol.
Kenapa ada orang merasa perlu mengajak tuhan untuk kampanye?
[irp posts="13649" name="Sepahit Apapun Kritik Amien Rais, itulah Obat Agar Indonesia Makin Sehat"]
Ini soal pecaya diri saja. Orang yang punya prestasi biasanya akan menjual preatasinya untuk dinilai publik. Mereka percaya, publik punya akal sehat. Mereka yakin bahwa publik ingin memilih pemimpin yang bisa bekerja, punya kemampuan dan prestasi terukur.
Silakan memperdebatkan hasil dan prestasi itu. Toh, rakyat bukan sekelompok orang bodoh. Rakyat bisa membaca dan merasakan. Rakyat bisa mempelajari dan menelaah. Apalagi di zaman sekarang jejak digital bisa ditelusuri dengan mudah.
Orang yang berprestasi biasanya memiliki sikap terbuka untuk dinilai dan dikiritik. Dia senang saja ketika orang membicarakan hasil karyanya. Dalam politik, pemimpin yang yakin telah berprestasi dan punya hasil kerja, akan menonjolkan kinerjanya tersebut untuk memikat hati rakyat.
Berbeda dengan orang-orang yang miskin prestasi. Apa yang mau ditonjolkan? Apa yang mau dijual untuk memikat rakyat?
Biar bisa dianggap dan direken, dia harus mencari celah lain. Maka dicarilah sesuatu yang tidak mungkin bisa dinilai, dikritisi atau diamati : tuhan. Dengan membawa-bawa nama tuhan, dia memaksa orang untuk mengiyakan apapun omongannya. Kalau tidak sepakat, langsung saja dituding menentang tuhan. Anti agama.
Itulah gunanya membawa-bawa tuhan dalam politik. Nama tuhan bisa digunakan untuk menyerang lawan politik. Bisa digunakan untuk menyembunyikan kebobrokan dan kekurangan. Bisa juga digunakan untuk memanipulasi persepsi publik.
Saya menangkap dalam konteks itulah dia ingin bicara. Soalnya memang tidak ada yang dapat ditawarkan kepada rakyat, wong prestasinya minim. Wong kader terbaiknya baru saja ditangkap KPK karena korupsi.
Fenomena menjual nama tuhan ini terjadi bukan saja dalam dunia politik. Di dunia usaha, tuhan juga sering dikemas untuk menipu. First Travel dan Abu Tour salah satunya. Mereka menjual nama tuhan untuk mengelabui ratusan ribu jemaah.
Biasanya argumen yang dibangun, agama jangan dilepaskan dari dunia real. Agama harus dibawa ke dalam bisnis. Agama tidak bisa dipisahkan dari politik.
[irp posts="14115" name="Memahami Amien Rais Melalui Dikotomi Partai Tuhan dan Partai Setannya"]
Kita setuju saja jika agama yang dimaksud sebagai tuntunan moral. Agama melarang menipu, bisnis yang dilandasi agama mestinya tidak menipu orang. Agama melarang korupsi, para politisi beragama mestinya menghindari perilaku korup.
Jadi agama dijadikan basis tata etika. Bukan cuma jadi slogan.
Nah, dengan mengajak tuhan kampanye, rasa-rasanya agama sedang direndahkan hanya sebagai slogan. Bahkan dijadikan untuk menyerang lawan politik. Makanya dia bicara soal partai Allah dan partai setan.
Jadi mereka yang sering membawa-bawa nama tuhan untuk politik lebih sering ingin menutupi kekurangan dan kebobrokannya ketimbang menampilkan prestasi dirinya.
Sebetulnya ada dua tuhan disini. Pertama Tuhan yang menciptakan manusia. Dan ada juga tuhan yang diciptakan manusia.
Mungkin tuhan yang diciptakan manusialah yang dianggap punya KTA parpol. Menurut saya, itulah jenis tuhan yang dibicarakan Amien Rais di subuh itu.
"Mbang, kata Amien Rais di Indonesia ada partai Allah dan partai setan. Menurut kamu gimana?" Abu Kumkum iseng menanyakan ke Bambang Kusnadi.
"Caelah kang, omongan pengibulan begitu kok didenger..."
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews