Apa yang terjadi pada Amien Rais? Bisa jadi, orangtua ini dalam fase syndrome akut terjadinya krisis. Ia gagal memenangi dirinya, setelah berbagai kegagalan yang menyakitkan. Tapi, bisa jadi juga tak demikian. Namanya juga dugaan. Tapi fakta; sebagai orangtua, ia terlibat makin menyebalkan.
Kritik-kritik Amien Rais, semakin tendensius. Bukan hanya tak rasional, apalagi wise. Amien Rais tampak hendak mendikotomi bangsa ini menjadi kelompoknya dan bukan. Yang paling menyedihkan, yang bukan kelompoknya buruk. Dan kelompoknya, selalu baik adanya.
Kecenderungan terakhir itu menjelaskan, betapa Amien Rais dan Soeharto, penguasa Orde Baru dulu itu, sama saja. Sebuah karakter yang mesti kita perangi, jika kita menginginkan Indonesia ke depan. Bukan Indonesia ke belakang.
Perbedaan antara Rais dan Soeharto, hanya pada satu sisi. Jika Soeharto membalas kritik dengan menindas, Rais membalas kritik dengan menyetan-nyetankan liyan dan mengalah-alahkan dirinya. Mangkanya, kesimpulannya amat dangkal. PKS, PAN, Gerindra, cenderung dimasukkan dalam golongan partai allah, sementara partai-partai besar yang berkoalisi adalah partai setan.
Sebagai politikus, tentu tak akan hal itu dinyatakan secara verbal. Ia sadar hukum, atau bahasa proletarnya, pengecut. Disebut nerima duit gelap Rp600 juta saja, langsung kalap. Padahal kalau nuding orang sekenanya. Ia bermain di tataran wacana dan impresi. Dengan demikian, ia lepas tangan jika masyarakat menginterpretasikan yang menjadi kehendaknya.
Pertanyaan kita, apakah allah bermain politik, setelah sebelumnya ada yang menuding kitab-kitab suci itu fiksi? Apa itu fiksi? Beberapa orang Gerindra tiba-tiba menjadi ahli tafsir sastra, dengan mengatakan banyak kejadian nyata bermula dari karya-karya fiksi.
Jika demikian, apakah yang menurut Rocky Gerung difiksikan dalam kitab suci akan menjadi nyata, di kini dan kelak kemudian hari? Jika tidak, atau jika iya, bagaimana dengan Indonesia 2030, dengan Prabowo yang berusia 79 tahun?
Atau, pertanyaan sisipan: Apakah Al Maidah pasal sekian itu fiksi? Jika iya, bagaimana bisa masuk ke ranah hukum? Atau karena yang ngomong Ahok, maka logika dilarang dipakai?
Apakah di Indonesia 2030 masih ada manusia bernama Prabowo, juga Amien Rais? Mungkin masih ada Fadli Zon dan Fahri Hamzah, tetapi apakah manusia Indonesia masih percaya, cara-cara berpolitik yang sibuk dengan analogi-analogi generasi analog, macam mereka itu? Sedang untuk jadi tukang ojek saja, kini rakyat yang tak perlu menjadi doktor, karena belajar aplikasi online lebih relevan.
[irp posts="14215" name="Partai Tuhan Ciptaan Manusia, Agama untuk Menyerang Lawan Politik"]
Menurut sastrawan Danarto almarhum, tidak akan mudah menjaring malaikat. Amien Rais mungkin salah satu di antara yang gagal itu. Ia hanya menjadi manusia pencemburu. Pantesan, dan bisa dimengerti, ia lebih memilih gabung Prabowo dan Rizieq Shihab.
Kadang kasihan juga Zulkifli Hasan. Meski ketua umum partai dan ketua MPR, ia lebih sering harus menjelas-jelaskan dan melurus-luruskan pernyataan politik besannya. Moga tak lupa, tugas utamanya adalah membela kepentingan rakyat.
Lho, Amien Rais 'kan juga rakyat? Mongsok sih? Bukankah dia bagian partai allah?
Tapi, bukankah 14 parpol yang boleh ikut Pemilu 2019, adalah partai manusia?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews