Jangkarkah Penyebab Patahnya Pipa Minyak Pertamina Balikpapan?

Senin, 9 April 2018 | 11:00 WIB
0
790
Jangkarkah Penyebab Patahnya Pipa Minyak Pertamina Balikpapan?

Meski sudah lebih dari sepekan, penyebab kebakaran dan patahnya pipa minyak bawah laut milik PT Pertamina di perairan Teluk Balikpapan. Sehingga, hingga kini belum ada pihak lain yang dinilai ikut bertanggung jawab, kecuali Pertamina sendiri.

Pihak Pertamina mengakui adanya pipa putus di jalur distribusi minyak dari pipa Lawe-Lawe Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) ke kilang Balikpapan di Teluk Balikpapan. Lawe-Lawe jadi lokasi tangki timbun Pertamina untuk minyak mentah (crude oil).

Pipa yang putus itu memiliki diameter 20 inci dan tebal 12 mm di kedalaman 25-27 m Teluk Balikpapan, diketahui pipa itu patah dan bergeser hingga 100 m. “Hanya kekuatan eksternal yang besar pipa ini bergesar sampai 100 meter dari posisi aslinya,” ujar Togar MP.

Bahkan, lanjut GM Pertamina RU V itu, sampai putus. “Bahan (pipa) dari baja, usianya 20 tahun,” ujar Togar MP saat penjelasan di Polda Kaltim, seperti dikutip Okezone.com. Awal tumpahan minyak muncul, ia menyebutkan minyak itu adalah bahan bakar kapal.

Togar MP beralasan, saat pengambilan sampel pada 31 Maret 2018 lalu tak ditemukan cairan minyak berwarna hitam, sehingga disimpulkan berupa MFO atau Marine Fuel Oil. “Kami pastikan yang ada di permukaan teluk Balikpapan adalah crude oil atau minyak mentah dan ada data jumlahnya tapi saya tidak pegang," ucapnya.

Insiden ini juga berdampak terhadap kapasitas produksi di kilang refinery atau pengolahan. “Memang ada penurunan sebesar 60 persen di primary unit tapi kami maksimalkan juga secondary unit yang disalurkan dari kapal tanker,” ungkap Togar MP.

Sebelumnya pada 31 Maret 2018 lalu tumpahan minyak dalam kapasitas yang besar berada di permukanaan teluk Balikpapan. Kemudian terjadi kebakaran hebat hingga mengakibatkan 2 kapal nelayan dan satu kapal kargo asal Tiongkok MV Ever Judger ikut terbakar.

Kebakaran minyak mentah juga menyebabkan hilangnya nyawa 5 orang warga yang saat itu sedang memancing di Teluk Balikpapan. Termasuk matinya lumba-lumba dan biota laut lain seperti kepiting yang diternakkan dalam keramba di pesisir Kota Balikpapan.

Akibat tumpahan minyak tersebut, Indonesian National Shipowners Association (INSA) Kota Balikpapan telah mengalami kerugian materil dan moril. Menurut Joko Subiyanto, Sekretaris Dewan Pengurus Cabang INSA Balikpapan, peristiwa itu menimbulkan kerugian.

“Pelayaran sementara ditutup, tidak bisa melakukan operasional selama dua hari ini,” katanya kepada TribunKaltim.com, usai rapat dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Balikpapan, Senin (2/4/2018) lalu.

Menurutnya, kerugian cukup banyak. Operasional kapal sudah dua hari tidak berjalan. “Yang sudah dibongkar, jadi harus tertahan di Samarinda. Kapal stop saja, kami sudah mengalami kerugian,” ujarnya.

Bisa dipastikan, saat ada kejadian bencana di perairan Teluk Balikpapan tidak diperbolehkan lagi ada aktivitas pelayaran, untuk sementara waktu jalur pelayaran ditutup, kecuali armada tim penyelamat dan penanggulangan bencana.

“Kapal kargo yang terbakar saja memuat 70 ribu ton batu bara. Bayangkan kemudian berapa kerugian akibat bencana ini. Semoga bisa cepat selesai, jangan sampai menghambat kegiatan pelayarannya,” kata Joko.

Kemudian bila estimasi kerugian secara materil, kerugiannya diperkirakan sudah mencapai miliaran rupiah. Bayangkan saja berdasarkan asumsi, setiap berlayar satu tongkang batu bara itu senilai Rp 20 juta. Ini yang diketahui dalam sehari itu ada puluhan tougboat batu bara.

“Dikalikan saja selama dua hari hanya tugboat batu bara saja bisa mengalami kehilangan Rp 1,3 miliar. Begitulah hitung-hitungan matematikanya. Belum lagi kapal-kapal yang lainnya, belum dihitung,” ungkapnya.

Hingga akhir pekan lalu, proses pembersihan cemaran minyak di perairan masih berlangsung. Cemaran minyak pun masih menghiasi di perairan Teluk Balikpapan. Untuk status lalu-lintas pelayaran juga masih tertutup.

Menurut Joko, tentunya kondisi seperti ini membuat kehawatiran bagi para armada pelayaran. “Mau berlayar memaksa juga takut, daripada nanti berisiko kena terbakar, jalur pelayaran masih rawan,” ujarnya.

Kabarnya, dalam waktu dekat ini akan ditetapkan status pelayarannya, apakah diperbolehkan atau tidak. Kabarnya, nanti KSOP Balikpapan akan memperbolehkan berlayar dengan pilihan waktu di malam hari saja.

Siang hari berlayar sangat berisiko. Uap hawa panasnya di lautan sangat rentan menimbulkan api. “Lalu berlayar di malam hari apakah kami bisa dapat jaminan untuk keselamatannya juga belum tahu,” tutur Joko.

Karena itu, kalau pun nanti diizinkan lagi berlayar oleh pihak KSOP, tentu saja nanti setiap awak maupun penumpang kapal dilarang keras merokok dan menggunakan telepon seluler yang bisa dianggap memicu memunculkan api.

Jangkarkah Penyebabnya?

Ada statement menarik yang dikemukakan GM Pertamina RU V Togar MP di atas sebagai penyebab patah dan bergeser pipa minyak Pertamina sampai 100 m dari tempat asal. Yakni: “kekuatan eksternal yang besar”. Apakah yang dimaksud Togar ini?

Bisa jadi, kekuatan eksternal tersebut adalah jangkar “kapal besar” yang saat itu mungkin mau tarik jangkar untuk meninggalkan Teluk Balikpapan. Satu-satunya kapal besar yang memiliki berat GT.44060 saat itu adalah MV Ever Judger.

Kapal kargo tujuan Lumut Malaysia itu dengan kru kapal sebanyak 20 orang (warga negara Tiongkok) dengan lokasi anchorage area Balikpapan. Saat itu terjadi kebakaran tali pengikat dan Inflatable Life Raft (ILR, sejenis perahu karet) di atas kapal MV Ever Judger.

Saat itu, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Balikpapan berhasil mengatasi kebakaran tali pengikat dan ILR yang terjadi di atas MV Ever Judger berbendera Panama dengan muatan batubara itu, sehingga kebakaran tersebut tidak meluas.

Kepala Kantor KSOP Kelas I Balikpapan, Sanggam Marihot menjelaskan bahwa ada dua peristiwa yang terjadi di wilayah Pelabuhan Semayang yang waktunya hampir bersamaan yaitu tumpahan minyak dan kebakaran tali kapal MV Ever Judger itu.

Untuk kejadian kebakaran tali kapal, Sanggam Marihot mengatakan bukan kapalnya yang terbakar melainkan tali pengikat dan ILR (sejenis peralatan kapal) yang terbakar, sehingga menimbulkan asap hitam tebal.

Saat itu, api sudah berhasil dipadamkan pada pukul 12.30 WITA, “Dan tidak ada korban jiwa atas peristiwa kebakaran tersebut,” ujarnya mengklarifikasi atas banyaknya pemberitaan yang beredar luas terkait adanya kebakaran kapal di Pelabuhan Semayang Sabtu pagi (31/3/2018).

Melihat fakta awal mula munculnya api itu dari kapal MV Ever Judger, bukan tidak mungkin inilah yang memicu terjadinya kebakaran yang lebih besar setelah muncul kebocoran minyak dari pipa bawah laut milik Pertamina tersebut.

Bukan tidak mungkin pula, salah satu penyebab terbakarnya tali pengikat di kapal itu karena tali jangkar itu sedang menarik “beban berat” di dasar laut yang tersangkut pada pipa minyak bawah laut milik Pertamina itu, sehingga pipa patah dan bergeser sampai 100 m.

Ledakan yang terjadi adalah karena adanya uap (gas) dari minyak yang muncul di permukaan laut. Uap yang menyatu itulah yang menimbulkan suara ledakan setelah adanya pemicu (api) dari atas kapal MV Ever Judger. Asap hitam itu akibat terbakarnya minyak mentah.

Hanya kapal besar dengan tali pengikat yang kuat dan jangkar yang besar saja yang mampu menarik pipa berdiameter 20 inci dan tebal 12 mm milik Pertamina hingga patah dan bergeser sejauh sekitar 100 m dari posisi semula. Inilah yang perlu diselidiki dengan cermat.

Peristiwa serupa pernah terjadi di Selat Madura. Hanya saja, yang jadi korban adalah kabel bawah laut milik PT PLN. Pada 5 Januari 2014, aliran listrik ke Madura padam selama 5 jam karena kabel listrik bawah laut di Selat Madura putus akibat tersngkut jangkar kapal.

Peristiwa tersebut adalah yang kelima kalinya. Dari jumlah itu, tiga membuat kabel putus, dua lainnya hanya nyakut. Dari seluruh kejadian itu, yang terparah adalah pada 1999. Saat itu kedua kabel PLN putus tersangkut kapal penumpang Kota Indah.

Kejadian yang membuat kabel listrik PLN terputus pada 5 Januari 2014 itu terjadi lantaran kapal Kirana III milik PT Darma Lautan Utama terseret arus pasang air laut yang kebetulan sedang deras.

Dari investigasi sementara yang dilakukan Administratur Pelabuhan menunjukkan, sesaat sebelum labuh jangkar, kapal Kirana III sebenarnya sudah mematikan mesin. Meski mesin mati, laju kapal masih kencang hingga delapan knot.

Saat itulah, nahkoda kapal yang harusnya melalui dua lampu kuning (lampu tanda bahaya) yang ditanam di laut ternyata hanya melalui satu lampu. Dan di lampu kedua, nahkoda menurunkan jangkar, padahal di bawah lampu kuning kedua itu tertanam dua kabel milik PLN. Masih untung jangkarnya nyangkut di lampu kedua.

Kalau lampu pertama pasti sangat berbahaya dan bisa meledak. Karena, di lampu kuning pertama tertanam pipa gas bertekanan tinggi milik PT Kodeco. Kapal yang jangkarnya tersangkut kabel PLN sendiri setidaknya mengangkut 200 penumpang dan 40 truk.

Beruntung, setelah nyantol kabel, kabel langsung putus sehingga aliran listrik tidak sampai mengalir ke kapal yang berlayar dari Sampit (Kalimantan) ke Surabaya ini. Peristiwa serupa inilah yang mungkin saja menimpa pipa milik Pertamina di Balikpapan itu.

***