Orang-orang Gila Kasus, Beda antara Sukmawati dan Gus Nur

Jumat, 6 April 2018 | 10:11 WIB
0
972
Orang-orang Gila Kasus, Beda antara Sukmawati dan Gus Nur

Soal puisi Sukmawati yang menyindir cadar dan adzan, lalu jadi heboh. Orang menuding puisi ini. Tapi memang aneh, masa kita mau mengadili sebuah puisi. Seburuk apapun puisinya, tetaplah sebuah puisi. Bagaimana kita bisa menilainya dengan pengadilan yang hitam putih.

Tapi ada yang mengadukan Sukmawati ke polisi. Mereka ingin menelanjangi puisi jadi sejenis statemen atau pidato politik. Mereka mungkin orang yang gagap membedakan sebuah puisi dengan selebaran gelap.

Puisi Sukmawati memang kasus gila. Sementara mereka yang ngotot mempermasalahkannya termasuk gila kasus.

Orang gila kasus ini yang sekarang sedang kasak-kusuk untuk bikin kehebohan lagi. Mereka mulai meneriakkan senjata pamungkasnya: penistaan agama!

Seolah mereka adalah hansip yang menjaga agama sedemikian rupa. Gak boleh disenggol orang yang dianggap di luar kelompoknya. Kalau yang melecehkan adalah kelompoknya, bebas saja.

Mendengar puisi Sukmawati, lumayanlah. Rasa estetis kita masih sedikit bisa menikmati. Meskipun menurut saya, Mbak Sukma berlebihan ketika dia menyandingkan adzan dengan kidung. Tetapi sebagai sebuah ekspresi seni, saya rasa kita tidak bisa menilainya hitam putih.

Berbeda dengan mulut Sugi alias Gus Nur. Orang yang mengaku da'i tapi petakilan minta ampun. Saya pernah menonton video orang ini, ketika dia berbicara di depan ribuan umat sambil membawa-bawa bendera bertuliskan Arab. Di belakangnya duduk berjajar lelaki berjubah. Mungkin pada momentum pengajian atau Tabligh Akbar.

Kata apa yang keluar dari mulut Sugi di forum itu, disampaikan dalam forum tabligh akbar? -Nge*t*t!, Yups, kata itulah yang diucapkan Sugi di atas mimbar agama.

Kata busuk Sugi itu yang keluar dari mulutnya. Diucapkan dalam forum keagamaan. Secara terang-terangan dan terbuka. Di dengar oleh ribuan orang.

 

Adakah mereka yang mempermasalahkan puisi Sukmawati itu tersinggung forum agamanya sedang dikotori? Adakah mereka melaporkan Sugi ke polisi karena kekotoran mulutnya?

 

Tidak!

Maaf, saya terpaksa menuliskan omongan Sugi seperti itu, hanya ingin menggambarkan betapa mereka memang gila kasus. Mereka bebas berperilaku, lalu ketika orang mengkritik perilakunya, langsung dituding melecehkan agama. Tapi itu hanya berlaku pada orang di luar kelompoknya saja.

Sekarang kaum zombie agama sedang menabuh genderang untuk membangkitkan umat menyerang Sukmawati. Sepertinya mereka berharap Sukma akan dijadikan Ahok kedua. Karena Sukma adalah adik Mbak Mega, sasaran makin pas. Mega adalah ketua PDIP, partai pengusung Presiden Jokowi.

Jadi kasak-kusuk ini bukan lagi soal ketersinggungan pada puisi. Toh, mereka gak tersinggung ketika Sugi melontarkan kata nge*t*t di sebuah forum dakwah.

Para petualang agama akan mencoba mencari celah untuk mengacau lagi. Para politisi busuk akan ikut mendompleng. Sebab hanya dengan kekacaun kesempatan mereka berkuasa akan terbuka. Jika suasana adem-adem saja, mana mungkin mereka sanggup bersaing.

Bagi orang-orang gila kasus, rezekinya memang ada di kasus. Gak mungkin mereka bisa minta sumbangan jika gak ada kasus. Kasus membuat mereka bisa menawarkan proposal kepada para politisi yang berkepentingan. Isi proposalnya : menjual kepala umat.

[irp posts="13502" name="Tafsir Togel Nama Jokowi dan Alquran yang Dijadikan Mainan Gus Nur"]

Jadi jangan heran jika kasus puisi Sukmawati ini akan digoreng. Tujuannya biar ada 212 jilid II. Biar bisa teriak hore-hore di jalanan lagi. Biar bisa membanggakan takbir di atas mobil komando demonstran. Biar zombie-zombie bisa menguasai opini media masa. Biar umat dibakar emosinya.

Jika ada yang melaporkan puisi Sukmawati ke polisi. Biarkan saja. Itu langkah yang lebih bagus ketimbang dimanfaatkan oleh petualang politik untuk mengacau. Biarkan hukum bekerja.

Melaporkan sebuah puisi ke polisi, memang terdengar aneh. Tapi masih jauh lebih bagus ketimbang ditunggangi para penjaja agama. Lalu dijadikan momentum untuk mengacau.

"Mas, aku juga bisa berpuisi," kata Abu Kumkum. Tanpa menunggu jawaban dia membacakan puisinya.

Hewan apa

yang punya belalai

kupingnya lebar

dan badannya

sebesar gajah?

"Kang Kumkum, itu mah bukan puisi. Itu tebak-tebakan," sambar Bambang Kusnadi kesal.Orang-