Cara Jokowi "Mendepak Halus" Bakal Cawapres yang Kurang Berkenan

Senin, 2 April 2018 | 10:25 WIB
0
878
Cara Jokowi "Mendepak Halus" Bakal Cawapres yang Kurang Berkenan

Dalam politik tidak ada yang ujug-ujug atau tiba-tiba. Penuh skenario, terencana, dan tali-temali yang saling terkait satu dengan yang lain, baik menyangkut peristiwa maupun pelaku. Jika tali temali tidak ditemukan, selalu saja ada benang merah yang muncul ke permukaan untuk dikait-kaitkan. Tidak terkecuali kabar cukup mengejutkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK.

Beberapa hari lalu KPK tiba-tiba menyatakan siap membantu Presiden Joko Widodo untuk melacak rekam jejak calon wakil presiden yang akan mendampinginya di Pilpres 2019. Bahkan yang cukup mengejutkan, KPK pun mengklaim sudah mengantongi rekam jejak sejumlah nama yang saat ini digadang-gadang sebagai cawapres Jokowi, kendati masih dirahasiakannya.

"Wah (nama-nama) itu masih rahasia, tapi kalau diminta (Jokowi), tentu sejauh datanya ada," demikian kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang saat dikonfirmasi sejumlah media lewat pesan singkat, Selasa 27 maret 2018 lalu. Saut menambahkan, KPK memiliki data-data sejumlah pejabat negara yang tersangkut kasus korupsi di KPK. Oleh karenanya, KPK bisa memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk memilih pendampingnya di Pilpres 2019.

Setelah PDIP menyatakan dukungannya untuk kembali maju sebagai kandidat Presiden RI petahana, Jokowi hampir pasti akan menjadi salah satu capres untuk Pilpres 2019. Persoalannya ada pada penentuan cawapres untuknya, sebab partai pengusung Jokowi tidaklah tunggal. Selain PDIP, ada Golkar, Partai Nasdem, Hanura, dan PPP.

PAN dan PKB belum menyatakan dukungannya kepada Jokowi, seperti tarik-ulur bahkan diwarnai ancaman yang terselebung sampai kasat mata agar segera meminang bakal cawapres tertentu dari bakal calon tertentu.

Nama-nama yang selama ini digadang-gadang sebagai bakal cawapres Jokowi antara lain Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PPP Romahurmuzy, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) hingga mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang baru saja pensiun.

Sangat tipis kemungkinan jika tiba-tiba KPK ujug-ujug bicara "siap" menelisik bakal cawapres Jokowi tanpa terlebih dahulu berkomunikasi dengan Istana. Bicara Istana, bisa jadi dengan Jokowi sendiri, bisa pula dengan orang dekat atau kepercayaan Jokowi.

Jokowi saat ini dalam posisi sulit untuk mengatakan "ya" atau "tidak" terhadap bakal cawapres tertentu terkait menjaga keseimbangan di dalam tubuh koalisi itu sendiri. Bayangkan kalau Jokowi tiba-tiba menentukan sendiri Cak Imin sebagai cawapresnya, apa Golkar yang perolehan kursinya lebih banyak dari PKB tidak uring-uringan dan salah-salah menarik dukungan. Begitu seterusnya.

Diperkirakan, Jokowi tetap belum bisa dan belum akan menentukan bakal cawapresnya sampai tenggat waktu Agustus mendatang!

Nah, dalam urusan "mendepak" secara halus bakal cawapres yang terkesan ngebet ingin segera ditetapkannya itulah Istana berkemungkinan besar berkomunikasi dengan KPK. Cara ini memang ampuh. Selepas Saut Situmorang melepas pernyataannya di media, belum terdengar lagi bakal cawapres yang melontarkan ancaman. Untuk sementara diam, silent, menunggu cara lain.

Jujur, dari nama-nama bakal cawapres yang telah disebutkan tadi, nama Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang paling mendapat sorotan publik karena pernah terseret dua kasus di KPK, yaitu, kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau yang dikenal dengan kasus 'kardus durian' pada 2011. Dalam kasus itu, Cak Imin disebut bakal menerima jatah uang sebesar Rp1,5 miliar yang dimasukan dalam 'kardus durian'.

Kasus lainnya soal suap pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi pada Kemnakertrans pada 2014 di mana dalam kasus itu Cak Imin disebut jaksa penuntut umum KPK mendapat jatah sebesar Rp400 juta. Uang haram tersebut diduga diperoleh dari mantan mantan Dirjen P2KTrans, Jamaluddien Malik, yang mendapat total Rp6,2 miliar.

 

 

Sialnya, Cak Imin juga sempat mendapat sorotan dari Forum Mahasiswa Menggugat yang pernah menggelar aksi di depan gedung KPK. Para mahasiswa ini mendesak KPK untuk menindaklanjuti kasus yang menjerat Cak Imin dalam kasus 'kardus durian'. KPK, kata mahasiwa, harus membuka kembali kasus 'kardus durian' yang diduga melibatkan Cak Imin. Nah, repot, kan?

Lewat pernyataan yang dilontarkan Saut Situmorang yang berbicara atas nama KPK, jelaslah yang dirugikan Cak Imin sendiri jika dibanding para bakal cawapres lainnya.

Tembakan itu begitu telak mengenai jantung, sehingga diperkirakan Cak Imin akan membawa PKB ke gerbong lainnya. Sebab, memaksakan diri untuk menjadi cawapres Jokowi sudah hampir pupus tersengat ucapan Saut Situmorang itu, kecuali Cak Imin masih ingin bersama Jokowi tanpa embel-embel cawapres.

Itu saja dulu, Saudara-saudara....

***