"Ghost Fleet" dan Bubarnya Indonesia 2030 Dimulai dari Timor Leste

Minggu, 1 April 2018 | 08:51 WIB
0
1896
"Ghost Fleet" dan Bubarnya Indonesia 2030 Dimulai dari Timor Leste

Dalam novel Ghost Fleet karya PW Singer, PhD, negeri kita Indonesia hanya disebut sekilas. Namun nyelekit. Indonesia has collapsed into a failed state. Indonesia runtuh menjadi sebuah negara-gagal.

Apakah Doktor Singer asal-asalan menempatkan "telah runtuh"nya negeri kita itu ke dalam skenario ceritanya?

Sebagian orang langsung mengunci situasi dengan mengatakan "itu kan fiksi". Sebagian lagi mengajukan anti-thesa "prediksi" bahwa Indonesia (justru) akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, ketimbang runtuh, bubar.

Mereka mengajukan forecast (ramalan) lembaga kenamaan sambil mengatakan "Indonesia Bubar" adalah RAMALAN. Yang paling menonjol, karena diucapkan oleh Jubir Istana, adalah pertanyaan: dasarnya apa? Dan sang Jubir pun mempersyaratkan adanya kajian ilmiah dan analisis. Sebagian lagi adalah gabungan ketiganya.

Lha, pemikiran Doktor Singer bahwa Indonesia telah kolaps itu "pintu masuk"-nya adalah Perang Timor, yang dinisbatkan sebagai Perang Timor Kedua. Penisbatan Perang Timor itu adalah perang yang Kedua dengan gamblang menunjukkan Dr Singer tidak asal-asalan berpikir. Tidak sekonyong-konyong, gitu loh.

Mengapa? Karena pada 1999 lalu telah terjadi Perang Timor "pertama" yang menyebabkan Indonesia kehilangan sebagian wilayahnya yang kini bernama Republik Demokratik Timor L'este. Ini adalah pijak-pikir nyata. Bukan angan-angan. Kalau saja Dr Singer menempatkan Indonesia kolaps menjadi negara-gagal karena Malin Kundang bersepakat dengan Nyi Roro Kidul menyerang Indonesia dari arah Samudera Hindia, itu baru namanya angan-angan, asal-asalan, fiksi sefiksi-fiksinya fiksi.

Dr Singer tidak memerlukan bocoran "data intelijen" dari BIN. Tidak memerlukan bocoran "kajian dan analisis" dari Lemhanas. Tidak perlu berdiskusi panjang dengan alumnus terbaik Universitas Pertahanan. Pintu masuk Perang Timor Kedua itu adalah "common sense" bagi yang ngerti. Yang nggak ngerti ya akan terus terperangkap dalam wacana konyol "fiksi vs non-fiksi" karya Dr Singer ini.

Terlalu (maaf) "bodoh" orang Indonesia yang mempersyaratkan keharusan adanya "kajian dan analisis" dalam novel itu yang membuat penulisnya "menetapkan" Indonesia kolaps. Untuk 2 alasan: tidak tahu sejarah (maka kesulitan melihat masa depan) dan tidak tahu bahwa inti yang ingin disampaikan penulis bukanlah perkara Indonesia kolaps.

Mari lihat sirkumstansi menyangkut Timor L'este (yang terlalu "boros" space kalau diterakan Dr Singer dalam novelnya, terlalu ilmiah untuk dijabarkan dalam lembar kertas berstatus novel, dan bukan pula "ruh" dari novelnya, namun bikin nyelekit karena memaparkan kebenaran dan bisa menjadi kenyataan).

Hampir 20 tahun pasca-lepas dari Indonesia, Timor Leste sampai sekarang BELUM mandiri sebagai sebuah negara-bangsa. Masih menjadi negara termiskin di Asia Tenggara. Currency (mata uang) adalah Dollar Amerika. APBN hampir 80% tergantung pada imbal-hasil minyak dan gas (revenue dari aktivitas sehari-hari warga negaranya sedikit sekali untuk "balik" membiayai APBN, tak sampai 30%), sementara satu-satunya lapangan migas yang saat ini berproduksi diperkirakan mulai mengering tahun 2020. Ya, 2020. Alias sebentar lagi. Ada pun eksploitasi cadangan berikutnya sangat tergantung kerjasama dengan Australia.

Terima atau tidak terima, Australia adalah "pemegang konsesi" atas Timor L'este. Ah, kamu, mosok nggak ngerti? Australia adalah "otak" di balik pasukan bertajuk the International Force East Timor (Interfet) yang "mengusir" TNI dari Timor Timur.

Australia mengorganisir dan memimpin kehadiran militer tandingan di bumi Timor Timur sebelum pasukan penjaga perdamaian resmi utusan PBB tiba. Jenderal Peter Cosgrove adalah Panglimanya ketika itu, sekarang adalah wakil Ratu Inggris di benua Australia sebagai Gubernur-Jenderal.

Saya membayangkan, ada senandung plesetan Interfet menjadi "Intervene" di kalangan politikus barat. Mengingat, Indonesia di jaman Bung Karno dulu menolak dengan tegas pembentukan Federasi Malaysia oleh Inggris. BK mengintervensi dengan mengobarkan Dwikora. Ganyang Malaysia (!). Pasukan Indonesia siap nyebrang ke teritori yang kini bernama Malaysia.

Kali ini, Inggris -melalui Persemakmuran Australia-nya, dapat kesempatan "resmi" untuk mengintervensi keutuhan wilayah Indonesia. Dan berhasil(!). Hadiah besar bagi Jenderal Cosgrove, ia kini menjadi Gubernur-Jenderal Australia. Sorry, kalau pikiran anda "tak sampai" ke sini.

Dengan kondisi tak maju maju juga, dan secara jelas dalam jangka panjang akan dijajah secara halus oleh Australia, bukan tidak mungkin rakyat Timor Leste memimpikan kembali romantisme bersama Republik Indonesia. Setidaknya, sekali sebulan Timor Timur sebagai provinsi "termuda" muncul dalam layar kaca TVRI dalam program Negeri Tercinta Nusantara. Tanda-tanda ke sana ada. Bekas pemimpin pemberontak Fretelin yang kelak menjadi pemimpin TL, Xanana Gusmao, pun pernah mengumpan mimpi itu, walau pun mungkin dengan niat bercanda.

Apa jadinya kalau niatan itu mengkristal? Resultansinya adalah PERANG. Australia dengan Inggris di depannya tidak akan mungkin "melepas" pengaruh yang sudah ditanam di TL. Minyak dan gas bisa saja habis, tetapi PIJAKAN di atas PERMATA khattulistiwa tidak akan pernah habis.

Indonesia yang berperang untuk me-reklaim Timor Timur secara sumber daya manusia tidak akan kekurangan tentara untuk bertempur. Tetapi, BERPERANG dengan MEMBIAYAI PEPERANGAN adalah dua hal berbeda. Usai meluluhlantakkan Pearl Harbor, Laksamana Yamamoto tahu bahwa yang baru saja dia serang adalah SINGA TIDUR. Secara teknologi dan semangat tempur Jepang tidak kalah dengan Amerika. Tapi membiayai peperangan untuk mencapai kemenangan hakiki...... Yamamoto sadar Jepang tidak mampu.

Dalam konteks inilah, kalau pikiran anda nyampe atau mau membuka pikiran untuk nyampe, Indonesia kolaps menjadi negara-gagal (failed state) dapat benar-benar terjadi. Kita tidak kalah berperang menghadapi Australia, tetapi sendi-sendi perekonomian kita hancur dan menyebabkan kemampuan kita untuk sekedar menjalankan sistem kehidupan bernegara saja tak sanggup.

Buntut-buntutnya, daerah-daerah yang merasa kandungan sumber daya alamnya melimpah minta berdiri sendiri. Dan mereka mampu memisahkan diri, bukan karena daerah hebat, tapi karena pemerintah pusat Indonesia sudah kehabisan daya.

Mau contoh negara-gagal dengan situasi yang mirip? Sepuluh tahun membiayai perang di Afghanistan, APBN Uni Soviet jebol. Tiga tahun kemudian negara BESAR itu BUBAR. Tahukah anda Amerika Serikat tahun 2008 lalu nyaris menjadi negara-gagal? AS membiayai perang di front Irak dan Afghanistan. Terlalu besar, sampai membuat negara super-power itu letoy secara ekonomi, dan di atas kertas sudah bangkrut.

***