Inilah perjuangan panjang seorang pramugari: agar diperbolehlan pakai celana.
Berhasil.
Pramugari Cathay Pacific pun senangnya bukan main. Seragamnya yang akan datang sudah tidak sama lagi.
Perusahaan penerbangan Hongkong itu memang tergolong yang paling konservatif: terus mempertahankan nilai-nilai lama. Seorang pramugari harus mencerminkan citra perusahaan. Harus cantik, anggun dan disiplin. Badannya harus tinggi. Wajahnya harus cantik. Penampilannya harus menarik. Roknya harus sampai di bawah lutut.
Belahan dadanya tidak boleh rendah. Yang kalau membungkuk tidak boleh sampai memperlihatkan lekuk payudaranya. Make up-nya pun harus sempurna. Tapi tidak boleh menor.
Senyumnya harus selalu mengembang tapi tidak boleh mengarah ke genit.
Begitu banyak standar yang harus dipenuhi. Tidak seperti pramugara. Padahal tugasnya sama.
Padahal zaman sudah berubah. Padahal seragam pramugari perusahaan penerbangan lain sudah tidak diatur seketat itu. Padahal nilai-nilai dan ukuran kecantikan sudah tidak sama lagi.
Terutama sejak mulai ada wanita berkulit gelap terpilih sebagai ratu kecantikan. Seperti Leila Lopes dari Angola yang tahun 2011 terpilih jadi Miss Universe. Menyusul empat wanita kulit hitam lain yang terpilih sebelumnya. Dan sejak dunia modeling dikuasai oleh model seperti Naomi Campbell.
Saya pernah minta manajemen Garuda Indonesia untuk menambah pramugari asli Papua. Saat saya masih bisa meminta. Dulu.
Saya jelaskan bahwa cantik itu bisa dibuat. Luar dalam.
Lihatlah sekarang ini. Saat pertama penyanyi Papua asal Kaimana ini tampil: Joan. Di Indonesian Idol. Beberapa bulan lalu. Bandingkan dengan penampilannya saat sudah masuk lima besar. Sekarang ini. Berubah total. Seperti bumi dan mendung.
Pramugari Cathay Pacific pun gembira ria. Sudah boleh pakai celana. Berita itu menjadi trending topik di Hongkong Kamis kemarin.
Sayangnya perusahaan penerbangan terbesar di Asia itu lagi merugi. Dua tahun terakhir. Terus menerus. Sampai HKD 1,2 miliar. Atau sebesar hampir Rp5 triliun tahun lalu. Kerugian terbesar sejak 20 tahun terakhir.
Naiknya harga minyak dunia belakangan ini sangat memukul semua perusahaan penerbangan. Maka tuntutan lain para pramugari itu pun hanya dikabulkan sedikit: kenaikan gaji. Hanya satu persen.
Dengan trending topik perubahan seragam itu benteng pertahanan terakhir konservatifme pun sudah jebol.
Sebelum Cathay Pacific, perusahaan penerbangan India pun sudah berubah. Pramugarinya tidak harus pakai sari lagi. Yang ribet itu. Bayangkan kalau sampai ada Jogja Airlines yang pramugarinya pakai jarit berstagen dan rambutnya bergelung di belakang kepala. Dan yang pramugaranya pakai beskap dengan blangkon dan kerisnya.
Perubahan besar itu terjadi bersamaan dengan lahirnya penerbangan low cost. Ada pramugarinya yang hanya berseragam kaus. Dengan celana jean. Pantas-pantas saja. Yang penting jadwalnya tidak delay melulu.
Perjuangan ternyata sangat luas. Tidak hanya melulu untuk perubahan sebuah UU Dasar. Atau untuk sebuah protes luasnya penguasaan tanah oleh segelintir perusahaan raksasa. Perjuangan panjang juga sampai ke soal seragam pramugari.
Bahkan ada perjuangan yang unik. Yang dilakulon perorangan. Seorang suami. Sekedar untuk meyakinkan istri. Agar kalau dia kerja keras dengan jam kerja yang panjang itu harus dimaklumi.
Misalnya seperti yang dilakukan sopir truk ini.
Sampai-sampai dia harus menuliskan petisi. Atau puisi esay. Di bagian belakang bak truknya.
Bunyinya: Aku kudu kerja keras. Soalnya pensil alis dan bedakmu tidak ditanggung BPJS. Lalu disertakan foto wajah istrinya. Yang menor.
Lihat sendiri foto yang menyertai tulisan ini.
Saya tertawa ngakak melihat truk itu mampir mengangkut barang saya. Beberapa hari lalu. Masih terus membuat saya tersenyum-senyum sendiri sampai malam.
Sampai saya tiba-tiba sedih: Ayu, dari Jogja, yang saya idolakan itu tersisih dari Indonesian Idol.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews