Dunia kembali berduka. Salah seorang putra terbaiknya. Steven Hawking yang lahir pada tanggal 8 Januari 1942 sudah meninggalkan dunia ini pada tanggal 14 Maret. 2018 di Cambridge, Inggris. Sudah terlalu banyak yang membahas tentang kepiawaian Steven Hawking di bidang sains. Dan hasil karyanya yang gemilang sebagai seorang Fisikawan terkenal di dunia.
Akan tetapi sesungguhnya, di luar kejeniusannya dalam menelorkan berbagai teori serta ramalan-ramalan yang menuai kontroversial, sesungguhnya Steven Hawking bukan hanya layak mendapatkan gelar Professor di bidang sains, tetapi juga sebagai Professor of University of Life.
Bila kita menyimak penderitaan yang dialaminya sebagai penderita Amythropic Lateral Schlerosis (ALS) sejak tahun 1963 atau tepat pada usia yang masih relatif sangat muda 21 tahun, yang bagi orang lain mungkin sudah merupakan kiamat pribadi. Saat didiagnosis ALS, Hawking divonis hanya mampu bertahan 2 tahun.
Ingin Membuat Sisa Hidupnya Berarti
Dalam buku autobiografi singkat "Stephen Hawking: My Brief History", ia mengungkapkan bahwa ia tak langsung bisa menerima penyakitnya. Awalnya, ia merasa merasa bosan dengan hidupnya, merasa tak ada hal berguna yang bisa dia lakukan. Sebuah pengalaman di rumah sakit lantas mengubahnya.
"Saya melihat seorang anak laki-laki di ranjang sebelah mati karena leukemia. Itu bukan pengalaman yang baik. Jelas ada orang yang kondisinya lebih buruk dari saya. Kapan pun saya merasa tidak berharga, saya selalu mengingat anak laki-laki itu."
"Segera setelah saya keluar dari rumah sakit, saya merasa seperti akan dieksekusi. Saya lalu menyadari bahwa banyak hal berharga yang bisa dilakukan jika saya tangguh. Saya juga bermimpi mengorbankan hidup untuk orang lain. Jika saja saya mati setelahnya, setidaknya saya melakukan hal baik," tulisnya.
Hawking lantas mengabdikan hidupnya di bidang fisika teoretis
Yang sungguh mengagumkan adalah menyimak apa yang dikatakannya:
"Saya percaya orang dengan keterbatasan seharusnya berkonsentrasi melakukan yang tetap bisa dikerjakan dengan kursi roda dan tidak menyesali hal lain yang tidak bisa dilakukan," katanya. Dalam bahasa religius, hidup Hawking mengajarkan untuk bersyukur dan pantang menyerah.
Bagi yang pernah merasakan sakit parah ,bahkan hasil diagnosa para medis,sudah tidak ada harapan lagi,mungkin dapat merasakan betapa galaunya menjalani hidup,yang sewaktu waktu bisa terhenti.
Namun, ternyata Steven Hawking mampu tegar menghadapi kepahitan hidup sehingga bisa bertahan hingga usia 76 tahun. Bahkan selama itu ia memahami bahwa berkeluh kesah dan menyesali kondisinya yang terkena penyakit mematikan, tidak akan mengubah apapun.
Karena itu ia bertekad untuk mengisi sisa hidupnya dengan hal hal yang bermanfaat bagi dunia. Dan Steven Hawking sudah membuktikannya. Ia meninggalkan dunia setelah menjadikan hidupnya penuh arti.
Terlepas dari hal hal yang mengundang kontroversial baik dari kajian kajiannya yang dituangkan dalam bentuk buku maupun berupa ramalannya yang belum tentu diterima oleh dunia secara utuh.
Steven Hawking patut dijadikan guru kehidupan bagi kita semua dan bagi dunia, yakni: "Jangan pernah menyerah!"
Catatan pribadi: Walaupun diri saya bukan siapa-siapa, tapi saya pernah mengalami hal yang senada, yakni dalam usia 19 tahun,jatuh dari pohon dan mengalami perdarahan,serta geger otak. Tergeletak ditempat tidur berbulan bulan dan tim dokter mengisyaratkan sudah tidak ada lagi harapan. Saya bersyukur, Tuhan mengizinkan saya sembuh dan masih sehat serta segar bugar hingga saat ini. Karena itu saya ingin mengisi hidup dengan hal yang kiranya bermanfaat bagi orang banyak, setidaknya dengan berbagi pengalaman hidup lewat tulisan.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews