Mengherankan. Ke mana ritme dan pesona Jokowi yang dulu? Di mana para pendukung Jokowi sekarang? Mereka seperti tenggelam. Ataukah mereka bersembunyi karena malu? Ini fenomena sangat aneh!
Sempat terpikirkan Jokowi terlalu low profile mengarungi persaingan menuju pilpres nanti. Dia terlalu mempercayakan semua pada kehendak orang-orang dekatnya, bukan pada ambisi koalisi dan tim sukses serta rakyat bangsa ini. Sementara kubu lawan seperti biasa selalu penuh energi dan determinasi yang tak henti mendaki.
Tak ada ruang dan waktu tanpa mereka diam di markas. Mereka selalu penuh semangat bekerja mengisi pembangunan. Mereka sering tampil di televis dengan jargon dan prestasi pembangunan. Mereka sungguh kerja tim politik modern yang pandai mengambil hati rakyat.
Kini tak banyak lagi berita tentang Jokowi. Kalaupun ada, cenderung bersifat negatif atau pengulangan cerita lama yang usang. Timbul rasa prihatin Jokowi tak seperti dulu lagi. Tak banyak prestasi dibuatnya bagi negeri ini. Apa yang dulu jadi kebanggaan orang pada Jokowi kini tak lagi mampu dihadirkan -justru saat pilpres semakin dekat.
Sementara capres lawan makin tinggi intensitas tampilannya. Mereka semakin mantap menokohkan dirinya pada berbagai aspek kehidupan bangsa ini sejak 4 tahun hingga jelang pilpres nanti. Selama 4 tahun mereka tak berpangku tangan. Mereka tak mau buang energi hanya nyinyir di parlemen, media mainstream maupu media sosial, melainkan bekerja dan bekerja di tengah masyarakat hingga seluruh belahan negeri ini merasakan hasilnya.
Saya berpikir, inikah yang dinamakan dinamika politik dan nasib politikus? Ada saatnya di bawah, ada saatnya di atas. Dan sekarang, giliran kubu lawan politik Jokowi berada di atas. Mereka sangat lantang mengabarkan prestasi kerja anak negeri ini. Intensitas kehadiran mereka bahkan dibarengi angka-angka dari berbagai lembaga survey independen dan kredibel baik dari dalam maupun luar negeri. Tingkat kepercayaan luar negeri pada negeri ini pun meningkat.
Sempat terpikirkan mungkin Jokowi terlalu low profile dalam mengarungi persaingan pilpres ini hingga tak perduli bagaimana para kader pesaing politiknya bergerak membangun negeri ini.
Mereka selalu penuh energi dan tak berhenti mendaki dan memberi bukti kerja membangun negeri ini selama 4 tahun ini. Maka tak heran sosok lawan politik Jokowi makin kuat dan bergema di tengah masyarakat.
Kalau begini terus, sangat kecil harapan Jokowi akan menang dalam Pilpres 2019. Lama saya berpikir tentang nasib Jokowi. Sangat tipis peluangnya untuk memberi arti pada sejarah bangsa ini dengan pemikiran dan cara berpolitiknya selama empat ini. Jokowi kini bagai tak punya harapan seperti dulu, dia hanya mengandalkan pujian orang dekatnya saja.
[irp posts="12085" name="Inilah Masa Kritis Jokowi Menghadapi Pilpres 2019"]
Andai saja ada injury time untuk Jokowi bangkit, tentu peluang akan bisa terbuka lagi. Tapi empat tahun dia buang percuma. Bisakah injury time itu menolongnya?
Saya belakangan ini relatif sibuk sehingga intensitas melihat berita televisi dan online tak lagi tinggi. Pulang ke rumah sudah senja, malam hari kelelahan di depan televisi menanti siaran sepakbola piala Champion Eropa. Kelelahan ini membuat saya tak mampu lagi mencari-cari penyebab kemunduran pesona Jokowi.
Sudahlah, mau gimana lagi? Itulah dinamika politik.
Tiba-tiba antara kantuk dan tersadar, mata saya tertuju pada dua bulatan menempel di kedua mata saya. Ya, ampun! Baru saya sadar telah terjebak saking asiknya begadang menunggu laga piala Champion Eropa hingga lupa melepas kaca mata hitam yang terpasang sejak jelang malam tadi.
Pantas saja tampilan Jokowi di televisi tampak redup!
Aah, semoga Juventus bisa menapak sampai babak final. Pasti seru !
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews