Grasi Abu Bakar Ba'asyir, Jangan Ada Kesan "Dikasih Hati Minta Ampela"

Jumat, 9 Maret 2018 | 09:27 WIB
0
793
Grasi Abu Bakar Ba'asyir, Jangan Ada Kesan "Dikasih Hati Minta Ampela"

Niat baik pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, terkait narapida kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir yang siap memberikan grasi jika dimintakan, tidak direspon atau ditanggapi positif oleh yang bersangkutan.

Presiden Joko Widodo telah membolehkan Abu Bakar Ba'syir untuk berobat karena sakit dan dipersilahkan untuk mengajukan Grasi kalau ingin mendapat pengampunan atau pengurangan masa hukuman, bahkan sampai pembebasan.

Abu Bakar Ba'ayir tidak mau minta atau mengajukan grasi dengan alasan kalau mengajukan grasi sama saja dirinya mengaku bersalah, padahal ia tidak merasa bersalah, seperti yang telah diputus oleh pengadilan. Dan ia juga tidak mau minta maaf kepada pemerintah atau presiden karena merasa tidak pantas minta maaf kepada presiden, hanya kepada Allah manusia minta maaf. Demikian argumennya.

[irp posts="11686" name="Memahami Ustad Abu Bakar Ba'asyir"]

Padahal pemerintah sudah punya niat atau itikad baik kepada Abu Bakar Ba'syir yang dituduh melakukan kejahatan terorisme dan divonis pada masa pemerintahan sebelumnya. Setelah pengobatan selasai pemerintah ingin supaya Abu Bakar Ba'syir menjalani sisa hukuman di lapas Surakarta supaya lebih dekat dengan keluarga.

Tapi ini pun tidak direspon baik, malah lewat pengacaranya dikatakan, kalau hanya dipindahkan dari lapas Gunung Sindur, Bogor ke lapas Surakarta, itu sama dengan permintaan tiga tahun yang lalu. Yang diinginkan adalah tahanan rumah, begitu kata Achmad Michdan, sang pengacara.

Jadi, Abu Bakar Ba'syir tidak mau mengajukan grasi sebagai syarat pembebasan, tetapi minta tahanan rumah.

Mengajukan grasi atau tidak adalah hak narapida dalam hal ini Abu Bakar Ba'syir, tetapi tidak memenuhi permintaan narapida juga merupakan hak pemerintah.

Jangan sampai timbul kesan, dikasih hati malah minta ampela.

Disuruh mengajukan grasi tidak mau, karena berarti bersalah, mau dipindahkan ke lapas yang dekat keluarga juga tidak mau, karena permintaan itu pernah di ajukan tiga tahun lalu. Tetapi, mintanya tahanan rumah, iki karepe piye?

Dan pemerintah sepertinya juga berat untuk memenuhi permintaan Abu Bakar Ba'syir, yaitu permintaan tahanan rumah. Seperti yang dikemukakan Menkopolhukam Wiranto, bahwa setelah pengobatan selesai, maka Abu Bakar Ba'syir harus dikembalikan lagi dalam tahanan. Ya ke tahanan, bukan ke rumah.

Kalau keras pada pendirian masing-masing, malah akan merugikan Abu Bakar Ba'syir sendiri karena faktor usia dan sakit-sakitan. Kalau pemerintah mengalah, ya sama saja aparatnya telah keliru menangani orang yang dituduh melakukan terorisme, padahal bukti-bukti sudah dibeberkan di serangkaian sidang sampai berujung pada putusan.

Masih ingatkah hal itu ya, akhi?

***

Editor: Pepih Nugraha