"Poros Alternatif" dengan Capres AHY Akan Sulit Terwujud, Mengapa?

Rabu, 7 Maret 2018 | 15:53 WIB
0
815
"Poros Alternatif" dengan Capres AHY Akan Sulit Terwujud, Mengapa?

"Poros Alternatif" yang dimaksud di sini atau "Poros Ketiga", whatever-lah namanya, adalah poros di luar koalisi partai politik pendukung Joko Widodo dan koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto. "Poros Alternatif" ini sebuah keniscayaan jika melihat konstelasi politik yang terbentuk saat ini dan sosok paling tepat sebagai calon presidennya adalah Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.

Lho, mengapa tiba-tiba harus AHY yang putera kedua Susilo Bambang Yudhoyono itu? Lagi-lagi jawabannya adalah realitas politik!

Tiga partai politik, yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sampai saat ini belum menentukan sikap dalam arti belum menyatakan dukungan baik kepada Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.

Sudah pasti di kubu Prabowo ada Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sedangkan di kubu Jokowi ada Partai Golkar, PDIP, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Nasdem. Koalisi Jokowi otomatis bisa mengusung calonnya sendiri sendiri karena kursi DPR mayoritas. Persoalannya "Poros Ketiga" ini akan gagal terbentuk karena perolehan kursi Gerindra dan PKS tidak mencapai 20 persen.

Nah, ketiga parpol yang belum menentukan sikap ini, yakni PD, PAN, dan PKB, kursi yang mereka miliki juga sudah di atas 20 persen. Jika jumlah ketiganya digabung, terciptalah angka 157 kursi atau 28,04 persen dari seluruh kursi DPR yang berjumlah 560.

Tetapi, apa mungkin ketiga koalisi partai ini "menggagalkan" Prabowo Subianto yang hanya didukung dua parpol yang tidak bisa mencapai Presidential Threshold (PT)?

PAN di sini menjadi penyeimbang betul-betul dan tentu saja masih punya posisi tawar tinggi, sebab jika Demokrat dengan PKB berkoalsi pun PT masih di bawah 20 persen. Nah, di sinilah sulitnya membentuk "Poros Ketiga" itu.

Mari kita amati sejenak perolehan kursi dan suara ke-10 parpol di bawah ini:

1. PDI Perjuangan 109 kursi dari 23.681.471 (18,95%) suara;

2. Golkar 91 kursi dari 18.432.312 (14,75%) suara;

3. Gerindra 73 kursi 14.760.371 (11,81%) suara;

4. Demokrat 61 kursi 12.728.913 (10,19%) suara;

5. Partai Amanat Nasional 49 kursi dari 9.481.621 (7,59%) suara;

6. Partai Kebangkitan Bangsa 47 kursi dari 11.298.957 (9,04%)suara;

7. Partai Keadilan Sejahtera 40 kursi dari 8.480.204 (6,79%) suara;

8. Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi dari 8.157.488 (6,53%) suara;

9. NasDem 35 kursi dari 8.402.812 (6,72%) suara;

10. Hanura 16 kursi dari 6.579.498 (5,26%) suara.

Dari ketiga parpol itu, PD lah yang memiliki kursi paling banyak dibanding dua parpol lainnya, PAN dan PKB. Jadi, wajar saja kalau melihat proporsionalitas, Demokrat-lah  yang lebih pantas memasangkan calon presidennya dengan wakil dari PAN atau PKB. Dan, calon demokrat yang dipersiapkan tidak lain AHY. Ya iyalah AHY, masak SBY.

[irp posts="11206" name="AHY, Calon Kuat Pendamping Jokowi di Pilpres 2019"]

Persoalan terbesar sulitnya "Poros Ketiga" terbentuk dengan calon presiden AHY karena faktor PT itu. Sudah bukan rahasia umum lagi, Gerindra dan PKS seperti "sejoli" yang tak terpisahkan atau meminjam judul sebuah film keduanya seperti "Merpati Tak Pernah Ingkar Janji". Dua-duanya seiring sejalan.

PAN lagi-lagi menunjukkan partai politik yang "Plin Plan" karena semula PAN tergabung ke koalisi Gerindra-PKS sehingga membentuk "Trio Kwek Kwek". Tetapi, PAN di bawah Zulkifli Hasan rupanya punya perhitungan sendiri. Kalau masih menuruti keinginan pendirinya, Amien Rais, PAN sudah sejak lama menjadi anggota "Trio Kwek Kwek.

PAN kini berpotensi "bisa ke sana bisa kemari". Kalau Prabowo Subianto tidak ingin gagal "nyapres", dia harus membujuk PAN agar tetap menjadi anggota "Trio Kwek Kwek". You know so well lah soal bujuk membujuk dan lobi melobi dalam politik, pasti ada "piti"-nya.

Demikian pula jika hasrat AHY dengan SBY berada di belakangnya begitu kuat dan menggebu-gebu, ia tidak bisa jalan membentuk "Poros Ketiga" tanpa kehadiran PAN. Berduet dengan PKB saja tidak cukup.

Jadi, analisa di Harian Kompas rubrik "Politik&Hukum" Rabu, 7 Maret 2018 hari ini dengan judul "Poros Ketiga dan Investasi Demokrat" tidak akan terwujud jika PAN tetap menjadi bagian "Trio Kwek Kwek" bersama Gerindra dan PKS.

***