"Poros Alternatif" yang dimaksud di sini atau "Poros Ketiga", whatever-lah namanya, adalah poros di luar koalisi partai politik pendukung Joko Widodo dan koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto. "Poros Alternatif" ini sebuah keniscayaan jika melihat konstelasi politik yang terbentuk saat ini dan sosok paling tepat sebagai calon presidennya adalah Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.
Lho, mengapa tiba-tiba harus AHY yang putera kedua Susilo Bambang Yudhoyono itu? Lagi-lagi jawabannya adalah realitas politik!
Tiga partai politik, yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sampai saat ini belum menentukan sikap dalam arti belum menyatakan dukungan baik kepada Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.
Sudah pasti di kubu Prabowo ada Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sedangkan di kubu Jokowi ada Partai Golkar, PDIP, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Nasdem. Koalisi Jokowi otomatis bisa mengusung calonnya sendiri sendiri karena kursi DPR mayoritas. Persoalannya "Poros Ketiga" ini akan gagal terbentuk karena perolehan kursi Gerindra dan PKS tidak mencapai 20 persen.
Nah, ketiga parpol yang belum menentukan sikap ini, yakni PD, PAN, dan PKB, kursi yang mereka miliki juga sudah di atas 20 persen. Jika jumlah ketiganya digabung, terciptalah angka 157 kursi atau 28,04 persen dari seluruh kursi DPR yang berjumlah 560.
Tetapi, apa mungkin ketiga koalisi partai ini "menggagalkan" Prabowo Subianto yang hanya didukung dua parpol yang tidak bisa mencapai Presidential Threshold (PT)?
PAN di sini menjadi penyeimbang betul-betul dan tentu saja masih punya posisi tawar tinggi, sebab jika Demokrat dengan PKB berkoalsi pun PT masih di bawah 20 persen. Nah, di sinilah sulitnya membentuk "Poros Ketiga" itu.
Mari kita amati sejenak perolehan kursi dan suara ke-10 parpol di bawah ini:
1. PDI Perjuangan 109 kursi dari 23.681.471 (18,95%) suara;
2. Golkar 91 kursi dari 18.432.312 (14,75%) suara;
3. Gerindra 73 kursi 14.760.371 (11,81%) suara;
4. Demokrat 61 kursi 12.728.913 (10,19%) suara;
5. Partai Amanat Nasional 49 kursi dari 9.481.621 (7,59%) suara;
6. Partai Kebangkitan Bangsa 47 kursi dari 11.298.957 (9,04%)suara;
7. Partai Keadilan Sejahtera 40 kursi dari 8.480.204 (6,79%) suara;
8. Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi dari 8.157.488 (6,53%) suara;
9. NasDem 35 kursi dari 8.402.812 (6,72%) suara;
10. Hanura 16 kursi dari 6.579.498 (5,26%) suara.
Dari ketiga parpol itu, PD lah yang memiliki kursi paling banyak dibanding dua parpol lainnya, PAN dan PKB. Jadi, wajar saja kalau melihat proporsionalitas, Demokrat-lah yang lebih pantas memasangkan calon presidennya dengan wakil dari PAN atau PKB. Dan, calon demokrat yang dipersiapkan tidak lain AHY. Ya iyalah AHY, masak SBY.
[irp posts="11206" name="AHY, Calon Kuat Pendamping Jokowi di Pilpres 2019"]
Persoalan terbesar sulitnya "Poros Ketiga" terbentuk dengan calon presiden AHY karena faktor PT itu. Sudah bukan rahasia umum lagi, Gerindra dan PKS seperti "sejoli" yang tak terpisahkan atau meminjam judul sebuah film keduanya seperti "Merpati Tak Pernah Ingkar Janji". Dua-duanya seiring sejalan.
PAN lagi-lagi menunjukkan partai politik yang "Plin Plan" karena semula PAN tergabung ke koalisi Gerindra-PKS sehingga membentuk "Trio Kwek Kwek". Tetapi, PAN di bawah Zulkifli Hasan rupanya punya perhitungan sendiri. Kalau masih menuruti keinginan pendirinya, Amien Rais, PAN sudah sejak lama menjadi anggota "Trio Kwek Kwek.
PAN kini berpotensi "bisa ke sana bisa kemari". Kalau Prabowo Subianto tidak ingin gagal "nyapres", dia harus membujuk PAN agar tetap menjadi anggota "Trio Kwek Kwek". You know so well lah soal bujuk membujuk dan lobi melobi dalam politik, pasti ada "piti"-nya.
Demikian pula jika hasrat AHY dengan SBY berada di belakangnya begitu kuat dan menggebu-gebu, ia tidak bisa jalan membentuk "Poros Ketiga" tanpa kehadiran PAN. Berduet dengan PKB saja tidak cukup.
Jadi, analisa di Harian Kompas rubrik "Politik&Hukum" Rabu, 7 Maret 2018 hari ini dengan judul "Poros Ketiga dan Investasi Demokrat" tidak akan terwujud jika PAN tetap menjadi bagian "Trio Kwek Kwek" bersama Gerindra dan PKS.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews