Superman is Dead

Jumat, 2 Maret 2018 | 05:26 WIB
0
607
Superman is Dead

Sadar atau tidak, banyak dari kita berhayal akan hadirnya 'manusia Indonesia' yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa. Berharap Indonesia maju seperti Jepang atau Korea, Indonesia bisa disegani seperti Amerika dan berharap Indonesia menjadi kiblat peradaban moral kemasyarakatan seperti jaman Rasulullaah di Madinah.

Harapan tersebut digantungkan pada satu tokoh. Bagi kelompok di luar pemerintah, mulai menyandingkan tokoh ini itu untuk menjadi capres dan cawapres. Sementara kelompok yang sedang berkuasa, berharap nikmat kekuasaannya tidak berubah dengan mempertahankan dengan segala cara, dari menyiapkan cawapres yang akan datang, memake-up prestasi gunting pita seolah menjadi prestasi luar biasa, hingga membonsai aturan dan undang-undang, bahkan menenggelamkan suara-suara kritis dengan menyematkan pasal kebencian.

Semuanya bergantung pada seseorang, sehingga melupakan potensi yang ada di dirinya masing-masing. Potensi untuk melakukan perubahan. Jika tiap orang memberdayakan kemampuannya secara maksimal, maka menggantungkan harapan yang berlebih niscaya akan hilang. Bagi yang diluar kekuasaan tetaplah kritis dengan fakta (bukan hoax), dan bagi yang didalam kekuasaan sadarlah bahwa kekuasaan tidak akan bertahan dengan pencitraan.

[irp posts="9808" name="Duduk Perkara Utang Pemerintah Indonesia Sekarang"]

Bahkan Rasulullah tidak ingin dikultuskan, sehingga paras mukanyapun umat Islam yang hidup saat ini tidak ada yang mengetahui. Mengkultuskan dan menggantungkan ke seseorang, membuat kita lemah. Hidup kita di isi oleh hayalan-hayalan, sementara jurang kehidupan didepan.

Tidak ada satu anak bangsa yang mampu melakukan perubahan secara instan. Mengharapkan terlalu berlebihan, justru memberatkan ke tokoh-tokoh yang dibanggakan. Dan saya yakin, tokoh-tokoh tersebut juga tidak berharap dianggap Superman, laksana Bondowoso menyulap keinginan Roro Jonggrang dalam semalam.

Indonesia terlalu kompleks dengan ketertinggalannya, tapi tidak juga kita membisu dan membenarkan kesemerawutan saat ini lalu stagnan.

Akhirnya kembali ke diri kita masing-masing, lupakan Superman, lupakan Bondowoso, karena semua hanya dongeng. Mulailah bergerak maju, bahwa perubahan dimulai dari kesadaran, dan adanya dalam diri kita sendiri.

Lihatlah angka-angka pertumbuhan yang tidak lebih baik dibanding era sebelumnya, simaklah akumulasi utang yang sudah mencapai 4700 T dalam 3 tahun atau 34% dari GDP negeri ini. Lihatlah sekeliling kita, ada pihak meradang karena idolanya dibui karena mulutnya. Sementara disudut lain kemiskinan begitu menganga.

Penjarah uang negara hingga trilyunan melenggang ke negara tetangga. Dan sosial kemasyarakatan makin panas, sementara kebijakan penguasa untuk meredamnya tidak dirasakan, malah ditekan dengan pasal kebencian.

Akhinya semuanya kembali ke kita masing-masing, hilangkan harapan yang terlalu tinggi dengan seseorang (bagaimana jika umur tokoh tersebut menjelang), karena bangsa ini terlalu besar hanya berharap dan membebankan ke seseorang.

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Q. S. [13] : 11

***

Editor: Pepih Nugraha