Ahok mengajukan Peninjauan Kembali atas perkaranya. Itu adalah hak hukum sebagai warga negara. Sebab negara ini berdiri dengan pondasi hukum yang memberikan kepastian pada semua orang. Mekanisme PK adalah salah satunya.
Tapi banyak orang yang kebakaran celana dalam dengan langkah itu. Entah kenapa mereka takut dengan seorang Ahok. Seorang yang kini tidak memiliki kekuatan apa-apa, dan sedang mengupayakan jalan hukum.
Ahok sudah membuktikan dirinya mentaati hukum. Dia hadapi kasusnya dengan kepala tegak. Dia mencontohkan, begitulah seharusnya seorang warga negara ketika berhadapan dengan hukum.
Kewajibannya dipenuhi, tidak ada dalam kamusnya melarikan diri. Karena dia sudah menunjukkan kewajibannya sebagai warga yang taat hukum, dia juga pantas memperjuangkan haknya. Nah, langkah PK ini adalah haknya. Hak asasi yang melekat dalam dirinya sebagai warga negara.
Tentu saja mentalitas ini berbeda dengan kaum pengecut, yang hobi bawa-bawa agama kemana-mana tapi begitu terkena kasus hukum ngibrit ke luar negeri. Entah contoh moral apa yang ingin ditunjukkan kepada pengikutnya dengan perilaku seperti itu.
Lalu mengapa ada orang yang ketakutan dengan langkah PK Ahok, sampai mereka mengancam untuk mengerahkan masa menekan aparat agar menolak PK. Padahal menerima dan menolak PK adalah urusan hakim, bukan soal urusan banyak-banyakan masa yang mampu memberikan tekanan.
Ada lagi yang lebih seru. Mereka ketakutan jika PK Ahok diterima majelis hakim, secara otomatis dicabut statusnya sebagai terpidana, maka peluang Ahok maju sebagai kandidat Presiden pada 2024 nanti menjadi terbuka lebar.
Kenapa mereka ketakutan? Padahal Ahok itu Tionghoa. Dia juga Kristen. Sebuah status sosial yang selalu mereka musuhi dengan argumen politik yang dibungkus alasan agama.
Karena sebetulnya dalam diri mereka sendiri mengakui, sebagai pemimpin Ahok punya kualifikasi yang cukup untuk menapaki karir politik lebih tinggi. Sebagai Gubernur DKI prestasi Ahok tidak gampang dilupakan. Apalagi dihapuskan.
Mereka ketakutan jika rakyat terbuka pikirannya bahwa memilih seorang pemimpin tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan. Bukan hanya karena sesuku atau satu agama.
Karena itu kreteria pemimpin harus punya kualifikasi kerja, bukan kualifikasi bacot. Kondisi tidak berubah dengan omongan. Kondisi hanya bisa berubah dengan kerja nyata. Dengan keringat dan keseriusan.
Komitmen pada kerja keras, amanah (tidak korup), punya 9iwqap0x, terukur dan logis adalah sarat pemimpin yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ahok memiliki itu.
[irp posts="6397" name="Ahok, Kenapa Kau Dulu Ada"]
Intinya mereka ketakutan jika hukum ditegakkan dengan baik. Sebab kaum di seberang comberan itu terbiasa melecehkan hukum. Soal membuat dan menyebarkan hoax, sudah jadi makanan sehari-hari. Soal kabur ketika terkena kasus hukum malah menjadi kebanggaan.
Tidak heran jika seorang buronan kasus mesum, tetap diagungkan dan dipuja-puja. Bahkan digadang-gadang jadi Presiden, entah lewat jalur yang mana. Sambil berusaha keras menggagalkan ajuan PK Ahok dengan tekanan masa karena katanya Ahok berpotensi jadi Presiden RI.
Hanya untuk membunuh karir politik seorang Ahok, berapa banyak energi yang dihabiskan? Hanya untuk menutupi keberhasilan kerja seorang Ahok berapa banyak mimbar agama dikotori? Hanya untuk menekan lahirnya pemimpin yang punya komitmen kerakyatan berapa banyak ayat dan slogan agama diselewengkan?
Pertanyaanya, apakah benar kelompok itu mewakili ajaran agama seperti yang sering diteriakkannya? Betapa naifnya keyakinan mereka jika benar demikian.
Jika mereka yakin Ahok bersalah, kenapa harus takut dengan langkah PK? Jika mereka yakin Ahok tidak punya kemampuan memimpin, kenapa mereka kuatir Ahok jadi Capres di Indonesia?
Ah, mereka cuma tidak berani bersaing secara sehat. Saking gak pedenya, mereka selalu berlindung di balik slogan agama. Dengan kekuatan masa mereka berusaha menekan hukum. Mereka seperti melupakan seruan sebuah ayat Alquran, "berbuat adillah kamu walaupun terhadap musuhmu."
Langkah PK Ahok adalah upaya mencari keadilan di negara hukum bernama Indonesia. Alquran memerintahkan umat Islam untuk berlaku adil. Maka, biarkanlah seorang Ahok mencari keadilan untuk dirinya.
[irp posts="10961" name="Sebagai Early Warning System", Ahok Adalah Berkah bagi Indonesia"]
Jangan mau kita dipengaruhi jadi umat yang dzalim. Yang berusaha memberangus pencarian keadilan seseorang, padahal mekanisme hukum membuka peluang untuk itu. Umat yang kebenciannya pada seseorang mencegah kita untuk bersikap adil.
"Mereka sebetulnya gak masalah dengan upaya hukum Ahok, mas. Mereka cuma tersinggung dengan istilah PK. Karena status PK semestinya cuma buat imam besar," ujar Bambang Kusnadi.
"Status PK apa, mbang?"
"Penjahat Kelamin, mas," jawab Banbang Kusnadi cepat. "Kalau yang kelas berat namanya Penjahat Kelamin Sekali..."
"Nah, yang itu gak usah disingkat ya mbang..."
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews