Mesin parpol pengusung dan pendukung pasangan Calon Gubernur – Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto ternyata tak bisa diharap, kecuali Partai Demokrat. Mesin porpol lainnya nyaris tidak tampak sama sekali.
Mengutip JawaPos.com, parpol pengusung Khofifah – Emil, dinilai Surokim Abdussalam, belum memberikan kontribusi nyata dalam rangka pemenangan paslon nomor urut 1 tersebut. Harusnya mereka sudah melakukan segera lakukan konsolidasi nyata.
Menurut pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) tersebut, tujuh parpol pengusung, Demokrat, Golkar, PAN, PPP, NasDem, Hanura, PKS, dan PKPI, hingga saat ini masih jalan di tempat. Tak ada gerakan massif berarti dari parpol itu.
“Saya cukup heran, karena sampai saat ini saya belum melihat partai pengusung Khofifah – Emil bekerja optimal. Mestinya partai-partai itu sudah berkontribusi secara maksimal,” kata Surokim saat dikonfirmasi JawaPos.com, Jumat, 23 Februari 2018.
Menurut Surokim, kekuatan partai pengusung Khofifah – Emil saat ini masih tersentralisasi di tingkat provinsi (DPD/DPW). Padahal, kekuatan partai politik tersebut ada pada tingkat Kabupaten/kota (DPC) dan tingkat ranting kecamatan (PAC).
Bahkan, lanjutnya, masih banyak partai pengusung Khofifah – Emil yang masih disibukkan dengan acara seremonial seperti konsolidasi. Hal itu tentu memberikan dampak lambannya kerja pemenangan paslon yang memiliki program Nawa Bhakti Satya itu.
Seharusnya konsolidasi itu sudah selesai agar cabang dan ranting bisa bergerak secara massif. Karena, “Daya jangkau partai itu bisa sampai tingkat ranting. Saat ini yang bergerak hanya tingkat DPD, sementara cabang, ranting tidak terlihat gemuruhnya,” sesalnya.
Fakta demikian, kata peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) itu, harus diantisipasi oleh paslon Khofifah – Emil. Karena, jangan sampai partai politik pendukung hanya menjadi bagian penggembira saja dalam gelaran Pilkada Jatim 2018 ini.
Tak salah jika Surokim menilai, “Ini menjadi indikator, mesin politik belum bisa diandalkan sepenuhnya, karena, tingkat cabang dan ranting belum bergerak optimal,” ujarnya. Memang, dari fakta di lapangan, hanya Demokrat saja yang tampak “bekerja”.
Bahkan, belakangan ini tersiar kabar bahwa Bupati Ponorogo Ipong Muchlisoni yang “gagal” digandeng Khofifah menyatakan dukungannya kepada paslon Saifullah Yusuf – Puti Guntur Soekarno, saat gelaran wayangan di Ponorogo, 4-5 Februari 2018.
Di hadapan ribuan warga itu, Bupati Ipong mendoakan Cagub Petahana yang akrab dipanggil Gus Ipul ini, dan Puti Guntur sukses terpilih sebagai pemimpin Jatim. Gus Ipul saat itu masih menjabat Wagub Jatim. Tapi, statement ini dinilai sebagai “dukungan”.
“Yang terhormat, kita cintai dan banggakan, Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, Gus Ipul. Mudah-mudahan nanti gubernur. Ini doa ya, bukan kampanye,” kata Ipong yang langsung diamini ribuan warga yang hadir.
Gus Ipul tersenyum, lalu merespons dengan menelungkupkan kedua tangannya sebagai tanda hormat dan terima kasih. Ipong juga mengaku sangat gembira dengan kehadiran Puti Guntur di tengah-tengah ribuan warga. “Ini suatu kehormatan bagi warga Ponorogo,” ujarnya.
“Hadir Mbak Puti, cucu proklamator bangsa, Bung Karno,” lanjutnya disambut tepuk tangan riuh ribuan warga. “Silakan Mbak Puti berdiri menyapa warga kami, dan nanti Mbak Puti mohon bersedia menyampaikan sepatah dua patah kata,” kata Ipong.
Menurut Gus Ipul, selama hampir sepuluh tahun terakhir menjadi Wagub Jatim, telah cukup banyak kemajuan yang ditorehkan. Di antaranya soal penanganan kemiskinan, di mana Jatim termasuk provinsi dengan penurunan kemiskinan tercepat di Indonesia.
“Dari level 18 persen pada 2008 menjadi 11 persen pada 2017. Tapi itu perlu dipercepat lagi, maka kita targetkan bisa turun jadi 9 persen dalam dua tahun ke depan,” kata Gus Ipul seperti dilansir BeritaJatim.com, Senin (5/2/2018).
Sebelum menghadiri pergelaran wayang, Ipong bersama Gus Ipul dan Puti Guntur menggelar pertemuan tertutup di pendopo kabupaten. Bupati Ngawi Budi Sulistyono ikut hadir di dalam pertemuan ini. Mereka pun enggan bicara soal isi pertemuan tersebut.
Dua nama bupati itu memang sempat dikabarkan sebagai calon pengganti Abdullah Azwar Anas yang mundur dari bacawagub Jatim pendamping Gus Ipul, sebelum akhirnya DPP PDIP menunjuk Puti Guntur sebagai pengganti Bupati Banyuwangi itu.
Bahkan, nama Ipong sempat masuk bursa sebagai bacawagub pendamping Khofifah sebelum Ketua DPD Demokrat Jatim Soekarwo memilih Bupati Trenggalek Emil Elestianto. Padahal, NasDem sudah menyiapkan Ipong sebagai bacawagubnya Khofifah.
Untuk itu pula sampai Ipong perlu membuat Kartu Tanda Anggota (KTA) NasDem. KTA itu bernomor anggota 3502 1701 3080 0001 atas nama Drs. Ipong Muchlisoni. Padahal, saat itu Ipong maju sebagai Cabup Magetan 2015 itu diusung Gerindra.
Ia pernah tercatat sebagai Ketua DPD Gerindra Kalimantan Timur. Dalam KTA itu tercantum alamat JL. Alon-Alon Utara No.9 RT/003 RW 003, Kelurahan Mangkujayan, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo yang notabene adalah alamat rumah dinas Bupati Ponorogo.
KTA ini ditandatangani oleh Surya Paloh selaku ketua umum Partai NasDem, berlaku sampai 11/11/2019. Munculnya kabar Ipong bergabung ke Nasdem itu bersamaan dengan masuknya nama Ipong dalam bursa calon pendamping Khofifah pada Pilkada Jatim 2018.
Sebelum parpol lainnya, Nasdem tercatat sebagai parpol pertama yang mengusung Khofifah sebagai bacagub Jatim. Saat itu, Nasdem masih bersikeras bisa mengusulkan kadernya untuk menjadi pendamping Khofifah, seperti Hasan Aminuddin sebagai bacawagub.
Karena, mantan Bupati Probolinggo dua periode yang kini anggota DPR RI itu “tidak laku”, maka nama Ipong kemudian disodorkan. Padahal, Ipong juga masih tercatat sebagai kader Gerindra. Makanya, NasDem menyiapkan KTA untuk Ipong.
Tapi, sayangnya, meski Ipong sempat digadang-gadang Soekarwo juga untuk dipasangkan dengan Khofifah, ternyata Gubernur Jatim ini lebih memilih Emil yang dicalonkan melalui Demokrat. Konon, Ipong terpental karena punya program pemberantasan korupsi.
“Memang benar, Ipong itu tadinya akan digandengkan dengan Khofifah karena ada program untuk memberantas korupsi kelas kakap. Ipong waktu itu pilihan SBY (Demokrat), Prabowo (Gerindra), dan Jokowi,” ungkap sumber PepNews.com di Istana.
Bahkan, saat itu juga ada nama Saiful Rachman (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim) yang bersaing ketat dengan Ipong. Akhirnya, Soekarwo bermanuver, “cawagub harus ber-KTA Demokrat”. Belakangan, justru Emil yang “dipilih” Demokrat.
Sebelumnya, Ipong dan Emil sama-sama ditawari kalau mau jadi cawagubnya Khofifah harus ber-KTA Demokrat. Tapi Ipong menolak karena Ipong diam-diam sudah diincar NasDem. Kabarnya, Ipong selama ini banyak dibantu NasDem. Bukan hanya Ipong.
Hasan Aminuddin yang kecewa tidak jadi bacawagub Khofifah juga melakukan manuver. Kabarnya, dia bertemu beberapa ulama dan tokoh di kawasan Tapal Kuda untuk mendukung Gus Ipul - Puti Guntur, bukan mendorong ke Khofifah - Emil yang "didukung" NasDem.
Kekecewaan Ipong dan Hasan terhadap Khofifah dimanfaatkan betul oleh Gus Ipul. Ia sering kontak dan mengajak ketemu mereka berdua. Gus Ipul minta bantuan Ipong di wilayah Mataraman. Sedangkan Hasan di wilayah Tapal Kuda.
Manuver Ipong dan Hasan makin terang-terangan karena sepertinya direstui oleh DPP NasDem yang kecewa berat kadernya tidak jadi cawagub Khofifah. Padahal, dulu DPP NasDem menyerahkan sepenuhnya kepada Khofifah untuk memilih cawagub.
Padahal, jika ditelusur, Demokrat adalah parpol terakhir yang menyatakan dukungan untuk mengusung Khofifah. Dari tujuh parpol pendukung, NasDem termasuk parpol pertama yang men-support Khofifah maju sebagai bacagub Jatim 2018.
Paslon Khofifah – Emil pada Pilkada Jatim 2018 ini mendapat dukungan dari tujuh parpol. Yakni, Demokrat (13 kursi), Golkar (11 kursi), PAN (7 kursi), PPP (5 kursi), NasDem (4 kursi), Hanura (2 kursi), dan parpol non parlemen PKPI.
Sebagai parpol pengusung Khofifah, gerakan Golkar pun tidak begitu tampak, termasuk dari parpol pendukung lainnya, nyaris tidak greget sama sekali. Apakah ini karena NasDem “sakit hati” karena calon yang disodorkan tidak dipilih Khofifah?
Yang pasti, sebagai Ketua Bappilu DPW NasDem Jatim, Ipong sudah sepatutnya mendukung pemenangan paslon yang juga didukung NasDem juga. Termasuk parpol pendukung lainnya, jangan cuma memberi “pepesan kosong” kepada Khofifah!
Pada dua Pilkada Jatim 2008 dan 2013, Khofifah bisa kalah dari Soekarwo – Gus Ipul karena 4 faktor: 1. Salah pilih wakil; 2. Tidak menggunakan cara kampanye modern (cuma habiskan keringat); 3. Kurangnya saksi di TPS; 4. Kalah logistik dengan lawan.
Tidak bergeraknya mesin parpol mungkin juga disebabkan paslon ini minim logistik. Konon, banyak “calon donatur” Khofifah yang mundur pasca memilih Emil sebagai bacawagubnya. Sementara dukungan logistik dari Emil sendiri saat ini tak terlihat sama sekali.
Jika masuk ke desa-desa kawasan Mataraman, banyak baliho Gus Ipul – Puti Guntur yang disertai gambar semua anggota legislatif dari parpol paslon ini. Sementara baliho paslon Khofifah – Emil yang ada cuma dari Demokrat, sedikit Golkar dan NasDem.
Haruskah pada Pilkada Jatim kali ketiga ini Khofifah mengalami kekalahan serupa dari Gus Ipul – Puti Guntur hanya karena kurangnya saksi di TPS maupun logistik dari mesin parpol yang belum mendukungnya? Semua kembali ke Khofifah – Emil sendiri!
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews