Maruarar Sirait yang biasa dipanggil Ara itu termasuk politikus santun, juga berisi. Setidak-tidaknya begitulah kesan yang didapat dari penampilan Ara di mata publik, juga di antara rekan-rekannya sesama politikus. Ia kader PDIP tulen, meneruskan perjuangan tangguh ayahnya, Sabam Sirait. Tangguh, karena Sabam bergeming saat Soeharto memborbardir PDI (tanpa "Perjuangan) untuk dihancurkan dan memaksa Megawati Soekarnoputri untuk lengser. Ia tetap bersama Mega.
Politik santun, loyal dan konsisten itu menurun ke Maruarar, setidak-tidaknya apa yang terlihat di publik. Sudah bukan rahasia, saat Joko Widodo berkampanye untuk menjadi Presiden RI di Pilpres 2014, ia sangar dekat dengan Jokowi, sebagaimana dekatnya Anies Baswedan selaku tim pemenangan Jokowi. Dua-duanya adalah "hard core" Jokowi dalam hal upaya memenangkan pertarungan melawan kubu Prabowo Subianto.
Tetapi nasib Anies berbeda dengan Ara, meski nama keduanya sama-sama huruf "A" (yang ini asli Jaka Sembung bawa golok). Anies diangkat jadi menteri pendidikan dan kebudayaan, sementara Ara gagal mendapatkan kursi menteri lainnya yang digadang-gadang media, yaitu menteri pemuda dan olahraga. Toh meski tidak mendapatkan jatah kursi menteri, Ara tidak mutung. Ia tetap "orang dekat" Jokowi, ia loyalis Jokowi.
Agar tidak terlalu memendam kecewa, Presiden Jokowi yang sebelumnya sempat membekukan PSSI dan membuat kompetisi sepak bola sendiri bernama Piala Presiden, menyerahkan kepanitiaan piala sepak bola paling bergengsi di Tanah Air ini kepada Ara. Dasar Ara memang orangnya "smart", Piala Presiden sukses dari tahun ke tahun. Orang tidak banyak tahu bahwa kesuksesan Piala Presiden dari sisi "euforia" penonton, tertibnya pelaksanaan pertandingan, itu adalah Ara.
Dalam perjalanannya, Anies Baswedan kena pecat Joko Widodo karena target kartu-kartuan, entah itu Kartu Pintar atau apalah namanya, tidak tercapai. Tentu ada ukuran lain yang menyebabkan Anies terpental dari Istana.
Anies juga tak kalah "smart"-nya. Dia terbukti survive setelah menjadi kandidat gubernur DKI sampai kemudian dia memenangkan Pilkada DKI Jakarta, menumbangkan petahana Basuki Tjahaja Purnama. Sudah sampai di sini saja, tidak usah diceritakan bagaimana Anies memenangkan pertarungan yang mengharu-biru itu.
Sementara Ara? Tetap saja dia menjadi Ketua Steering Committee (SC) Piala Presiden, termasuk tahun 2018 yang menghadapkan finalis Persija melawan Bali United. Di sinilah insiden itu terjadi..... (tarik napas dulu, Saudara-saudara...).
[irp posts="10747" name="Video Dicegah Paspampres Viral, Kemenangan Kecil Anies atas Jokowi"]
Pada malam pengantin.... ups... pada malam final Piala Presiden yang dimenangkan Persija 3-0 tanpa balas, tibalah penyerahan Piala Presiden itu oleh si empunya piala, Joko Widodo. Saat hendak dilakukan penyerahan itu, turun tempat duduklah para sohibul bait yang antara lain para pejabat yang ikut serta mendamping Jokowi. Giliran Anies mau turun, ia dicegah Paspampres. Seseorang merekamnya dan video itu langsung viral di media sosial. Pesannya jelas; Anies terzolimi!
Ini sebenarnya yang dicari Anies Baswedan setelah Istana dalam hal ini Jokowi tidak pernah bereaksi atas terjadi kesemrawutan Jakarta akhir-akhir ini, mulai masuknya becak di lokasi tertentu, masuknya sepeda motor di jalan protokol, sampai penutupan jalan di Tanah Abang untuk memberi kesempatan PKL berdagang. Anies, tim Anies, atau siapapun mereka, langsung menggoreng isu ini dan..... menang!
Atas peristiwa yang merugikan Jokowi secara pencitraan itu (sebab "terzolimi" diadu dengan "Penzolim"), Ara pun lalu gelar tiker.... gelar konferensi pers, maksudnya. Tetapi itupun sudah telat. Ibarat kanker, selnya sudah menyebar ke mana-mana.
Alhasil, upaya pengakuan bersalah atas insiden dicegahnya Anies oleh Paspampres untuk mendampingi Presiden Joko Widodo ke podium final Piala Presiden 2018 menjadi sia-sia.
Bahkan kalau pembaca cermat, pernyataan Ara berbenturan dengan upaya klarifikasi cepat dari Istana oleh Bey Machmudin. "Saya harus sampaikan, tidak ada orang yang paling bertanggung jawab, saya paling bertanggung jawab," tekan Ara dalam konferensi pers di Stadion GBK, Jakarta, Senin 19 Februari 2018.
"Harusnya Pak Anies bersama-sama menerima (ucapan selamat). Saya tidak mengerti protokoler, nama-nama dari saya. Jangan salahkan Paspampres karena dia bekerja berdasarkan siapa disebut nama-namanya. Seratus persen salah saya," imbuh Ara.
Bahkan Ara akhirnya mengakui, seharusnya Anies ikut naik ke podium Piala Presiden untuk menerima ucapan selamat atas kemenangan Persija. Pernyataan inilah yang berbenturan dengan Bey yang mengklarifikasi bahwa Piala Presiden bukan acara formal, sehingga lepas dari protokoler. Blunder, sebab di sana hadir Presiden lengkap dengan Paspampres dan para pejabat lain yang diberi kehormatan mendampingi Jokowi.
Publik kemudian mengingat peristiwa yang simetris beberapa tahun sebelumnya di Piala Presiden yang menghadapkan Persib dan Seriwijaya FC. Presiden Jokowi didampingi Gubenur Ahok saat itu yang bahkan tidak ada sangkut-paut dengan Persija yang gagal masuk final.
Tidak lupa Ara meminta maaf kepada Jokowi. Ini penting, sebab Jokowi yang tidak tahu menahu insiden ini berada di pihak yang "babak belur" oleh kecaman publik yang pro Anies, yang merasa Istana menzolimi Gubernur DKI. Sedang pernyataan Bey bahwa dari Istana tidak ada arahan dari Presiden Joko Widodo soal kejadian Anies dicegah dan penegasan berulang-ulang bahwa laga final Piala Presiden bukan acara kenegaraan, seperti berteriak-teriak di tengah Gurun Gobi yang sepi.
Di luar bahwa Ara mengaku lupa atau tidak tahu seluk-beluk protokoler bahwa Gubernur DKI Jakarta sebagai sohibul bait harus dilibatkan, secerdik dan sehebat serta sesantun apapun Ara, dia tetap salah baca!
Mengapa Ara salah baca?
[irp posts="10720" name="Bang Anies Memang Guebener!"]
Seharusnya di Piala Presiden 2018 itulah ajang "rekonsiliasi tidak resmi" antara Jokowi dan Anies yang selama ini di mata publik ada rivalitas yang tajam. Sebelumnya saat hendak menengok infrastruktur jalan tol, Jokowi lebih memilih sendiri kendaraan truk tinimbang harus bersama Anies. Nah, Ara harusnya berperan lebih besar untuk mengkomunikasikan rivalitas ini kepada publik dengan pesan "tidak ada rivalitas" antara Jokowi dengan Anies. Jokowi dan Anies adalah teman yang akrab dan tanpa ganjalan apapun seperti saat mereka menyaksikan final sepak bola itu.
Tapi apa daya, Ara salah baca, keliru membaca situasi yang krusial ini.
Ibarat sudah membaca seluruh buku sampai bab terakhir, tetapi Ara gagal menyimpulkannya karena minim sudut pandang. Ia membalikkan perahu seketika dengan tidak memasukkan nama Anies Baswedan sebagai salah satu pejabat yang akan mendampingi Presiden Jokowi menyerahkan piala di podium. Paspampres bekerja sesuai perintah dan mereka sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
Tapi.... sekali lagi, nasi sudah jadi bubur...
Yuk kita santap aja, Bro!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews