Menkominfo pernah mengatakan, ”Saat media sosial banyak memberitakan berita hoax atau tidak benar, maka masyarakat akan kembali kepada media mainstream.” Kalau masyarakat diminta menjadikan media mainstream (arus utama) sebagai rujukan tentu ada alasannya. Dalam melakukan pemberitaan media mainstream menerapkan standar jurnalisme yang bagus, disiplin verifikasi, dan berimbang sesuai fakta di lapangan.
Tapi, bagaimana praktik lapangannya? Coba perhatikan kaya apa kelakuan wartawan media mainstream ini!
Pernyataan dukungan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Margiono kepada Presiden Joko Widodo untuk pilpres 2019 bukan sekedar becandaan. Semalam di acara talkshow CNN Indonesia dia mengulangi pernyataannya.
Awalnya dia bertanya makna “mokasi” yang ternyata bermakna terima kasih. Lalu dia pelesetkan mokasi menjadi pertanyaan, mokasi (mau kasih) apa buat Pak Jokowi? Kalau mau kasih, kasihlah suara.
Nampaknya Pak Margiono bangga sekali telah mengucapkan hal itu. Dia malah menambahkan ucapan lain dalam sambutannya di HPN 2018 Sumbar itu. Dia bilang, semoga Pak Jokowi bisa datang enam kali lagi di HPN tahun-tahun selanjutnya.
Paham maksudnya, kan? HPN dilaksanakan setahun sekali, berarti kalau berharap Pak Jokowi datang enam kali lagi, Pak Jokowi harus 2 priode.
Gayung bersambut. Pak Jokowi pun tak mau kalah. Dalam sambutan balasannya, Pak Jokowi mempromosikan Pak Margiono yang akan mengikuti Pilkada di Tulungagung. Kloplah. Ketum PWI mengajak warga Sumbar memberikan suara kepada Pak Jokowi, Pak Jokowi mempromosikan ketum PWI yang akan bertarung pada Pilkada Tulungagung.
Entahlah, apakah ini yang disebut sebagai perselingkuhan wartawan dengan penguasa?
Sebagai calon bupati Tulungagung, Pak Margiono bukan cuma dapat promosi gratis dari Presiden Jokowi. Walaupun telahdi dukung oleh 9 Parpol; PKB, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Hanura, PAN, PKS, PPP dan PBB, 10 Januari 2018 lalu sewaktu pendaftaran memboyong sejumlah ketua PWI. Di antaranya Ketua PWI Jawa Timur, Ketua PWI Banten, Ketua PWI Jawa Barat, Ketua PWI Lampung, Ketua PWI Aceh, Ketua PWI Sulawesi Selatan, Ketua PWI Sulawesi Tenggara, dan Ketua PWI Sulawesi Utara.
Kalau sejumlah ketua PWI sudah ngumpul kaya gitu, bisa dibayangkan kaya apa nanti isi pemberitaan kontestasi Pilkada Tulungagung.
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Dadang Rahmat Hidayat –yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam wawancaranya dengan kabar 24bisnis.com mengatakan, independensi media (mainstream) sudah layak dapat kartu kuning.
Jadi masyarakat pembaca media seperti maju kena mundur kena. Mundur kepentok berita hoax, maju digiring oleh media mainstream untuk mengikuti kemauan penguasa, kemauan satu kelompok, yang dibalut dengan pencitraan media sehat, media yang bikin sejuk.
Sejuk di ente, gerah di ane…
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews