Mengatasi gizi buruk anak-anak yang hidup tersebar pada ribuan keluarga di berbagai wilayah Indonesia memang bukan perkara mudah. Gebrakan sesaat (snap shot) tak akan banyak berarti. Hanyalah dengan langkah sistemik yang tepat masalah ini bisa diatasi. Yang ada dalam pikiran saya, dalam situasi kritis ini, kita perlu lakukan beberapa hal berikut:
1. Segera buat aksi darurat, pemetaan sosial (social mapping) akurat untuk mengidentifikasi anak-anak rentan yang hidup dalam keluarga miskin (kantong-kantong kemiskinan) yang tersebar di seluruh Indonesia. Basis unit datanya adalah anak dan keluarga, bukan desa, kecamatan, apalagi kabupaten. Agregasi kantong-kantong kemiskinan dibangun dari data anak/keluarga miskin rawan gizi.
Libatkan berbagai tenaga ahli dan aktivis yang telah terbiasa menggeluti pemetaan data mikro kependudukan dan kesehatan. Libatkan juga tim ahli teknologi informasi untuk membangun geographical information system (GIS). Libatkan para "champions" (aktivis sosial) lokal yang memiliki kepedulian tinggi pada pendataan ini.
2. Setelah terdeteksi anak-anak rentan dalam keluarga miskin ini, bangun sistem "data-base komunitas" yang secara periodik diperbaharui datanya untuk memonitor perkembangan kondisi anak-anak rentan ini dari hari per hari. Pastikan ada jaringan komunikasi intensif berbasis IT pada komunitas rentan ini agar koordinasi dan monitoring dapat dilakukan secara baik. Libatkan perusahaan penyedia layanan internet untuk menyalurkan dana CSR.
3. Pada komunitas rentan ini, perlu segera dibangun sentra sentra kesehatan darurat yang dilengkapi dengan dapur gizi untuk melayani pelayanan kesehatan anak-anak rentan ini dan menyediakan makanan rutin. Pastikan tiap anak rentan yang terdata terlayani dari hari per hari. Buat data pelayanan agar anak-anak benar benar terlayani.
Pastikan pasokan obat-obatan dan makanan yang tepat, tersedia secara berkelanjutan. Sediakan petugas yang penuh dedikasi dan terampil. Libatkan "champions" dari masyarakat setempat yang kelak diharapkan dapat meneruskan program ini.
4. Buat sosialisasi intensif (edukasi) terkait langkah-langkah cerdas dalam mengatasi kerawanan gizi ini, dengan mengutamakan sasaran kelompok keluarga rentan. Pengetahuan tentang penanganan masalah gizi pada orangtua dan tokoh-tokoh komunitas di wilayah ini sangat penting.
5. Untuk memulai program jangka menengah, siapkan lahan komunitas dengan luasan yang cukup untuk membangun sentra-sentra kebun gizi sebagai tempat pusat pembelajaran ketahanan pangan komunitas. Buat percontohan bercocok tanam yang tepat guna (dengan bibit unggulan) sebagai sentra pembelajaran produksi bahan makanan komunitas.
Di tiap komunitas rentan perlu segera didorong program kemandirian gizi komunitas. Pastikan seluruh keluarga di wilayah rentan ini ikut terlibat dalam gerakan membangun kemandirian pangan keluarga komunitas. Program membangun "dapur mandiri" perlu dirancang agar tiap keluarga memiliki pasokan bahan makanan di sekitar rumahnya.
6. Selain lembaga-lembaga pemerintah lokal (sekolah, puskesmas dll), libatkan juga lembaga-lembaga adat dan lembaga sosial-keagamaan lokal dalam membangun gerakan ini. Alokasikan anggaran secara khusus dengan diawasi langsung penggunaanya oleh tim penanganan gizi darurat yang berintegritas. Libatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam menggalang dana penyelamatan ini. Jangan hanya tergantung pada dana pemerintah karena biasanya ruwet dan menyebalkan. Dana harus dikelola secara transparan dan diawasi penggunaaanya secara ketat.
7. Buat evaluasi secara periodik terhadap program yang dijalankan. Jangan ragu buat perubahan bila diperlukan.
Bila anda setuju dengan pikiran ini, mohon kirim link ini kepada siapa saja yang anda anggap memiliki kemampuan untuk melaksanakannya.
Semoga berguna!
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews