Gadis malam berjalan pelan
Adakah tujuan ke mana langkahnya
Dan seorang pria melirik cepat
Menahan sang dara hasrat pun bicara
Sudut yang ada di hening malam
Jadi satu saksi haramnya transaksi
Begitulah sepenggal lirik lagu “Gadis Malam” dari grup musik Java Jive.
Kalau pemerintah melakukan impor pangan pasti petani dan masyarakat, pengamat dan tokoh juga ikut protes dan marah kepada pemerintah atas kebijakan impor. Sebut saja impor beras, dari petani dan masyarakat/pengamat ikut protes impor beras.
Impor garam dan janggung juga sama, petani dan masyarakat/pengamat juga protes menolak impor karena akan merugikan petani dan pemerintah dituduh tidak berpihak kepada petani kecil.
Tetapi- ada satu impor yang tidak diprotes oleh masyarakat, baik dari kalangan pengamat, tokoh agama atau penjaga moral masyarakat, apalagi petani. Impor apa itu?
Yaitu bisnis esek-esek atau membanjirnya wanita-wanita dari luar negeri yang masuk ke negara kita Indonesia tercinta untuk menjajakan diri di etalase klub-klub malam atau hotel yang menyediakan jasa mereka.
Wanita-wanita dari luar negeri tadi kerja di dunia malam, baik di spa dengan kedok terntentu tetapi menyediakan jasa esek-esek dari wanita luar negeri. Ada juga di klub malam seperti yang heboh kemarin-kemarin yang katanya sudah ditutup ternyata hanya ganti nama, yaitu Alexis.
Di "surga dunia" itu juga banyak wanita-wanita yang menjajakan sarang burung waletnya kepada laki-laki hidung belang, entah beneran belang ga hidungnya. Dan juga di hotel-hotel tertentu juga menyediakan wanita-wanita dari luar negeri, bahkan keamanannya sangat terjamin dan ketat, tidak sembarangan orang bisa masuk kalau tidak menjadi member.
Wanita-wanita tadi siap menlayani laki-laki yang membutuhkan jasanya asal bayarannya cocok sesuai kesepakatan. Sebagaimana yang sudah sering diberitakan, para wanita penjaja cinta itu produk impor dalam bisnis esek-esek, yaitu dari Uzbekistan, Maroko, Tiongkok, Thailand, Taiwan, Vietnam dan Hongkong.
Ternyata bukan barang impor saja yang membanjiri pasar Indonesia, para penjaja cinta mancanegara yang terjun dalam bisnis esek-esek pun juga membanjiri negara kita.
Berdasarkan pihak imigrasi yang pernah menangkap wanita-wanita yang menjajakan diri di klub-klub malam dan hotel-hotel, mereka hanya berbekal visa turis dan ada agen-agen yang mendatangkan mereka.Dan disalurkan ke dunia malam terutama di Jakarta.
Wanita Uzbekistan menempati urutan pertama yang tarifnya mahal bisa mencapai 5 juta untuk sekali kencan. Wanita Uzbekistan ini terkenal dengan wajah atau face Eropa, kulit putih, tinggi semampai, membuat laki-laki melek-merem dibuatnya. Entah apa disepuh atau dilapisi emas ko bisa mahal gitu!
Tetapi juga membawa dampak negatif bagi wanita Uzbekistan yang tidak berprofesi sebagai wanita malam. Masyarakat kita mencap wanita Uzbekistan rata-rata bekerja di dunia malam atau berprofesi sebagai wanita malam.
Mungkin pernah ada yang ingat kemarin-kemarin ada alumni dari kampus terkenal di Bandung yang ditusuk di jalan oleh penagih utang dan istrinya orang Uzbekistan tetapi dengan paspor Rusia, juga diduga dulu berprofesi di dunia malam.
Adalagi yang juga fenomenal, yaitu wanita dari Maroko atau yang terkenal dengan sebutan “Maghribi”, wanita-wanita Maroko ini dengan paras yang tinggi, cantik seperti kebanyakan wanita Arab. Tetapi wanita-wanita Maroko ini tidak mau melayani laki-laki lokal, sekalipun dibayar lebih mahal, dia hanya mau melayani laki-laki Timur Tengah atau ekspatriat yang suka pergi ke dunia malam dan laki-laki bule. Dan bayaran wanita juga tinggi sekali kencan tarifnya 5 juta. Walaah-walaah mahal banget.
Pihak imigrasi bandara Soekarno-Hatta pernah menangkap 17 wanita Maroko dengan visa turis tetapi bekerja di dunia malam, usia rata-rata mereka 20-25 tahun.
Wanita-wanita Maroko ini sudah merambah menjajakan diri mereka di kawasan Puncak dan mereka juga memakai penutup wajah (burqa atau minimal jilbab) untuk menutupi diri mereka supaya menghindari kecurigaan masyarakat atau petugas imigrasi.
Dan wanita Uzbekistan dan Maroko ini menjadi favorit pelanggan setia mereka, entah apa kelebihannya ko bisaa lebih mahal dari wanita negara lain.
Dan yang paling murah yaitu wanita yang dari Tiongkok, sudah terkenal barang murahnya, eee... wanita yang menjajakan dalam dunia malam juga dibayar lebih murah dan wanita Tiongkok ini paling banyak yang kerja dalam dunia malam di Jakarta.
[irp posts="8605" name="Resensi Novel Re: Tentang Dunia Pelacuran Yang Tak Berubah"]
Apakah dengan membanjirnya wanita penghibur di Jakarta terus merebut pasar wanita kita yang menjalani profesi seperti itu atau melakukan protes kepada pemerintah, seperti protesnya petani terhadap membanjirnya produk impor?Ternyata tidak!
Bagaimanapun, profesi sebagai PSK masih tetap dianggap hina. Hukum pun tidak melegalkan prostitusi. Artinya, kapan saja mereka bisa berurusan dengan aparat. Lagi pula, meski profesinya PSK, wanita lokal sini percaya pada Tuhan, bahwa soal rezeki sekalipun itu pekerjaan hina tapi mereka sadar akan rezeki dari Tuhannya.
Sebenarnya wanita kita tidak kalah cantiknya dengan produk impor, wanita kita lebih eksotis dengan kulit sedikit gelap dan postur tubuhnya lebih kecil dari produk impor.
Ini juga menarik, selera laki-laki kita mulai bergeser, menyukai barang-barang impor. Tentu hanya laki-laki yang mempunyai kantong tebal atau berduit saja yang sanggup mencicipi kemolekan wanita produk impor.
Mungkin itu surga dunia bagi sebagaian kecil orang yang ingin meneguk kenikmatan sesaat.
Eh, emang itu sesaat, ya?
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews