Kemajuan zaman tidak dapat dipungkiri telah membuka pintu gerbang kehidupan yang dulunya diliputi misteri. Kala dulu orang berpergian dengan kapal harus menempuh perjalanan berhari hari, bahkan berminggu minggu, agar sampai ketempat tujuan. Mengirim surat via pos, setidaknya butuh waktu beberapa hari. Bahkan mengirim berita penting dengan menggunakan telegram, juga tidak bisa diharapkan sampai dalam waktu sekejap. Namun sejak internet merajai dunia, maka jarak jauh sudah bukan lagi masalah.
Mengirim berita dapat sampai pada waktu yang sama, baik via WA maupun via SMS, Bahkan orang bisa jual beli, tanpa bertemu muka, hanya via online saya. Bahkan ketika kami melakukan transaksi jual beli apartemen kami dengan nilai lebih dari 1 M, hanya dengan menggunakan Ponsel. Begitu Pembeli mengirimkan dana via online dan di check oleh istri saya, bahwa memang dana tersebut sudah masuk kerekening, maka jual beli dilangsungkan.
Tidak dapat dibayangkan, bilamana pembeli membawa uang sekarung dan mulai dihitung satu persatu. Padahal tempo dulu, memang seperti itulah orang berjual beli.
Sisi negatif kemajuan zaman
Setiap kemajuan pasti akan membawa dampak positif dan negatif. Sisi negatif dari kemajuan zaman adalah secara perlahan tapi pasti acara saling kunjung antara sesama kerabat dan sahabat mulai tergerus dan terkikis. Bahkan tidak jarang hal ini juga terjadi antara orang tua dan anak anaknya. Mereka merasa cukup dengan menelpon atau berkirim WA sudah selesai. Bahkan dianggap sebuah tindakan yang arif karena cepat dan singkat serta tidak membuang waktu. Tanpa terasa hubungan harmonis antara anggota keluarga dan sahabatpun mulai berjarak.
Cara memberi hormat juga sudah terkuras habis. Salah satunya adalah cara memberi hormat dalam kalangan orang Tionghoa. Setiap suku memiliki cara menghormati orangtua. Misalnya dengan mencium tangan sambil membungkukan tubuh yang dilakukan terhadap orangtua atau orang yang di hormati.
Dikalangan orang Tionghoa dikenal dengan istilah: "Soja"
Yakni mengepalkan telapak tangan kanan dan ditutup dengan tangan kiri. Yang dilakukan oleh anak anak terhadap orangtua dan orang muda terhadap orang yang lebih tua sambil membungkukkan badan.Tempo dulu tidak seorangpun orang Tionghoa yang tidak tahu cara melakukan penghormatan dengan Soja. Tetapi seiring dengan kemanjuan zaman, budaya hormat inipun tergerus dan terkikis habis.
Posisi tangan menentukan
Tradisinya yang muda harus lebih dulu memberi Soja terhadap orang yang lebih tua. Bukan semata tua dalam usia, tapi bisa jadi dalam usia lebih muda, namun tingkatan dalam hirarki keluarga ia lebih tinggi. Misalnya kalau saudara ibu atau saudara ayah kita walaupun usianya jauh di bawah usia kita tapi dalam tingkatan hirarki keluarga mereka harus dihormati.
Membalas Soja
Kalau kita diberi hormat dengan soja, maka tentu harus dibalas dengan soja juga, Namun posisi tangan menentukan tingkatanya.
l. tangan di bawah dada, berarti kita berhadapan dengan orang yang lebih muda dari kita.
2. tangan setinggi dada, orang di hadapan kita, sebaya/sederajat dengan kita.
3. tangan diangkat setinggi wajah kita, orang di hadapan kita lebih tinggi tingkatnya
4.tangan di angkat diatas kepala, hanya untuk penghormatan kepada Tuhan.
Namun generasi muda kini sudah hampir tidak lagi mengenal tata cara penghormatan terhadap orang tua. Bahkan anak anak kecil dengan entengnya menyalami orang tua bahkan kakeknya tanpa merasa perlu untuk membungkukkan tubuhnya apalagi memberikan soja. Kebebasan berkomunikaisi sudah mengerus rasa hormat dari generasi muda, terhadap orang tua..
Menghormati orangtua, bukan peninggalan zaman feodal
Menghormati orangtua bukan bagian dari warisan zaman feodal, melainkan sesungguhnya merupakan budaya dari bangsa indonesia yang kaya dengan budaya dan cara memberi hormat kepada orangtua.
Apakah tradisi mencium tangan masih tetap dipertahankan ataukah juga sudah ikut terhanyut oleh kemajuan zaman?! Entahlah.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews