Sajak Pencuri Pluit Kartu Kuning

Selasa, 6 Februari 2018 | 12:33 WIB
0
503
Sajak Pencuri Pluit Kartu Kuning

Laksana atap bocor

Kau penuhi kebisingan di ruang tenang

Begitu banyak suara sumbang tersebar

Tanpa rasa dan karsa diumbar

Bahkan tanpa karya berkibar

Kemana gerangan

Wakil rakyat penggugah pembangunan

Di masa spirit persatuan, kerja dan kerja

Ketika lelucon basi justru merebut panggung pertama

 Rakyat jadi terbelah

Logika mereka dibikin buta

Fitnah begitu murah diumbar

Etika dan nurani dicekik

Kebencian bersekutu dengan angkara

Pamer ketololan jadi berita utama

Jiwa ksatria dihilangkan dari raga

Kau selalu buta rasa

Lantunkan dengki tiada tertahan

Penuh kepalsuan kegembiraan

Bayang-bayang dosa bukan halangan

Ke mana gerangan

Wakil rakyat pencipta ketenteraman

Tiba-tiba hadir di panggung jalang untuk melengking

Dengan otak dangkal kau angkat kartu kuning

Aula agung kau penuhi nada benci

Hadirkan gema sakiti anak negeri

Menyiarkan kebohongan

Memecah kesatuan

Penuhi aksara dengan dengki

Kini kuyakin kau manusia tanpa arti

*** 

Pebrianov, 5 Februari 2018

 

Catatan PepNews!

Puisi ini menanggapi puisi karya Fadli Zon sebagai berikut:

SAJAK PELUIT KARTU KUNING

untuk Zaadit Taqwa

seperti mulut tersumpal kain

kau tak bisa bersuara

tak ada kata terdengar

tak ada kalimat tersiar

apalagi pidato berkobar

kemana gerangan 

mahasiswa penggerak zaman

di era kematian logika

ketika dagelan jadi pemeran utama

rakyat makin menderita

biaya hidup menggila

listrik bensin gas sembako melonjak naik

Harga diri terus tercabik

utang meroket juara

busung lapar headline berita

nyawa melayang banting harga

kau seolah menutup mata

tiada suara rintihan

tiada sayup-sayup desahan

apalagi orasi perjuangan

kemana gerangan

mahasiswa penggerak zaman

tiba-tiba kau tiup peluit nyaring

tanganmu mengacung kartu kuning 

Balairung UI memecah sunyi

bergaung sampai ke pojok-pojok negeri

mengabarkan peringatan

tumpukan pelanggaran

tanpa kata-kata dan basa basi

kini kutahu dimana kau berdiri

Fadli Zon, 4 Februari 2018

***

Editor: Pepih Nugraha