Zaadit Taqwa memang bukan politisi. Dia cuma mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Kartu kuning berisi tiga tuntutan kartu kuning (Tritukarning) yang diusungnya, dua di antaranya bukan hal baru, soal gizi buruk suku Asmat, dan soal penjabat gubernur dari Polri, sudah dibikin rame di media dan trend pemberitaannya sudah mulai agak meredup.
Keberaniannya menyampaikan aspirasi dengan cara yang tidak lazim di tengah melempemnya aksi mahasiswa, menuai pujian dan kecaman. Tapi Zaadit berhadapan dengan kekuatan pabrik opini yang dengan mudah mematahkan tuntutan itu dan patahannya dilemparkan ke wajah Zaadit.
Dari tiga tuntutan Zaadit, dipilihlah satu isu yang bisa bikin Zaadit bukan hanya tidak berkutik, tapi juga terjebak dalam perangkap opini itu. Isu gizi buruk suku Asmat dipilih untuk menampar balik Zaadit. Pemerintah bukannya menjawab apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani gizi buruk suku Asmat, tapi menantang Zaadit untuk datang ke suku Asmat. Tantangan itu diamini oleh bala tentara pemerintah di medsos. Dan yang paling telak, datang dari wilayah yang dibela oleh Zaadit, yang ikutan menampar Zaadit.
[irp posts="9641" name="Jokowi Mau Kirim Ketua BEM ke Asmat, Berarti Jangan Kritik Saya""]
Zaadit terjebak. Dalam pernyataannya dia mengaku sebelum pemerintah mengajaknya ke pedalaman suku Asmat, dia dan rekan-rekan memang sudah berniat mendatangi suku Asmat, masih dalam tahap proses pengumpulan dana. Nah, nyambung deh. Soal dana mah pemerintah bakal siap seratus persen.
Ya, bagus-bagus saja sih kalau misalnya Zaadit dan rekan-rekannya akhirnya bisa menjalankan rencana mulia untuk suku Asmat dibiyayai oleh pemerintah. Cuma ya siap-siap saja perjalananya nanti diiringi tertawaan pabrik opini yang sudah menyiapkan narasi paling lembut sampai paling kasar.
Maka mudah ditebak. Sisa dua tuntutan Zaadit tenggelam ke dasar laut. Sejauh mana pengaruh kartu kuning Zaadit terhadap kebijakan pemerintah soal penjabat gubernur dari Polri? Entahlah.
Satu lagi tuntutan Zaadit soal Permenristekdikti tentang Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang menurut Zaadit akan mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa. Karena isu ini tidak langsung menyentuh kehidupan masyarakat dan berpengaruh dalam kubangan politik, pemerintah anteng-anteng saja. Nggak bakal ada yang nanyain selain Zaadit seorang. Ditambah lagi, mahasiswa yang lain juga anteng-anteng saja.
Seperti apa sih Permenristekdikti sampai masuk dalam aksi nekad Zaadit? Opininya bisa dibaca di link ini.
Sebelum membaca tautan itu, ini sedikit bocorannya. “Karena seperti yang diketahui bahwa dalam Pasal 12 dan Pasal 13 draft Permenristekdikti secara jelas melarang dan mempersempit ruang gerak mahasiswa untuk menyatakan pendapatnya dalam menyampaikan aspirasi karena seluruh kegiatan mahasiswa harus mendapat persetujuan tertulis Pemimpin Perguruan Tinggi .”
[irp posts="9693" name="Teganya Fahri dan Fadli Renggut Keperawanan Kartu Kuning Zaadit"]
Singkat cerita, pabrik opini berhasil menenggelamkan dua tuntutan Zaadit. Berbeda ketika Ananda Sukarlan juga melakukan aksi nekad seperti seperti Zaadit untuk mempermalukan Gubernur DKI Anies Baswedan. Sukarlan kontan ditenggelamkan gelombang opini dari MCA. Pabrik opini hanya melongo, tidak bisa menolong.
Lalu kemana MCA dalam kasus Zaadit ini? Barangkali karena isu yang dilemparkan Zaadit tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan MCA. Atau ada sebab lain. Bisa jadi MCA masih sibuk mengolah isu “sholat Afghanistan,” atau sedang mempersiapkan sesuatu hingga membiarkan Zaadit dipermalukan pabrik opini. Entahlah.
Itulah serunya dunia medsos. Tepuk tangan.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews