Ada Apa dengan Universitas Indonesia?

Senin, 5 Februari 2018 | 16:30 WIB
0
579
Ada Apa dengan Universitas Indonesia?

Akhir minggu ini kita mendengar berita mengejutkan dari kampus Universitas Indonesia (UI), Depok.

UI meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait aksi kartu kuning yang diacungkan Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa. UI berharap kejadian tersebut tak terulang sekaligus memanggilnya untuk meminta penjelasan.

“Kami berharap aksi-aksi kekritisan dapat disampaikan, ada wadahnya ada forum yang tepat, dengan demikian UI menyesalkan kejadian itu. Kami sebetulnya minta maaf ke pak Presiden atas kejadian ini dan berbesar hati melihat kondisi semangat dari anak ini,” kata Direktur Kemahasiswaan UI Arman Nefi di Balairung, Depok, Jawa Barat, Sabtu 3 Februari 2018.

Pihak kampus kuning itu belum menjatuhkan sanksi terhadap Zaadit. UI akan memanggil yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi.

“Saya juga akan ketemu dulu karena… tentu karena kami menyesalkan kejadian ini ya,” ucap Arman.

Arman yakin peristiwa ini tak disusupi agenda politik. Ia mengatakan, aksi ini murni inisiasi BEM UI.

“Iya saya yakin BEM, tapi cara penyampaiannya kurang tepat,” katanya.

[caption id="attachment_9777" align="alignleft" width="420"] Arman Nefi (Foto: carikampus.com)[/caption]

UI menyesalkan aksi yang dilakukan Zaadit. UI berharap kejadian serupa tak terulang, apalagi hal itu terjadi dalam forum resmi.

“Kami dari UI menyesalkan sekali kejadian seperti itu nggak baik dan nggak elok untuk seorang calon sarjana di tengah acara yang sangat resmi lakukan aksi seperti itu. Kami berharap aksi-aksi kekritisan dapat disampaikan, ada wadahnya ada forum yang tepat, dengan demikian UI menyesalkan kejadian itu,” jelas Arman.

Arman mengatakan, UI mempersilakan mahasiswanya untuk bersikap kritis. Asalkan, kata Arman, kritis tersebut pada tempat dan waktunya.

“Kalau kritis, oke saya berikan peluang. Oke kalau Anda nggak kritis bukan mahasiswa juga perlu dikritisi. Tapi cara kita orang timur kalau kritis ada tempatnya juga di forum yang lagi apa namanya cukup formal dan itu undangan dan lambang negara terus kita lakukan seperti itu. Jadi kalau kritis silakan, tapi tempatnya harus dilihat,” ucap Arman.

Arman mengatakan, sebenarnya Zaadit sudah diizinkan protokoler kepresidenan untuk menyerahkan hasil kajian kepada Jokowi. Sayangnya, kata Arman, si mahasiswa tak sabaran.

“Harapan saya, kejadian seperti ini jangan diulang lagi, ini ibaratnya mencoreng muka kita sendiri, nggak bagus. Sebenarnya sudah dengan protokol presiden bisa atau nggak anak-anak ini bertemu dengan presiden untuk menyerahkan hasil kajian, biasanya last minute 'kan ya, ternyata boleh,” ucap Arman.

Aksi ‘kartu kuning’ ini dilakukan setelah Jokowi menyampaikan orasi ilmiahnya pada acara Dies Natalis ke-68 UI di Balairung, Depok, Jabar, Jumat 2 Februari 2018. Zaadit langsung dihalau Paspampres yang berada di lokasi.

Sebagai Iluni FHUI dan FIB UI, memang saya sering menyaksikan dari dekat perkembangan di kampus perjuangan itu. UI selama ini dianggap sebagai kampus perjuangan yang selalu tampil mengawali perubahan di Indonesia. Jatuhnya Presiden Soekarno dan Soeharto pun diawali di kampus perjuangan ini.

Memang harus diakui, tidak selalu mahasiswa atau Iluninya bersatu dalam mencapai tujuan. Hal ini misalnya terlihat dari dukungan hak angket di DPR baru-baru ini. Jaket kuning terpecah dua. Di kampus UI, Depok, kita saksikan mahasiswa dan alumni UI menentang hak angket. Di DPR, terlihat pula kehadiran Alumni UI yang mendukung hak angket.

Memang benar, jika perguruan tinggi sudah mengarah ke bidang politik, maka sudah tentu mahasiswa dan alumninya terpecah dua. Pro dan kontra atas gagasan yang dikemukakan. Mahasiswa dan Alumni UI harus merenungkan hal ini. Bersatulah demi mengembangkan ilmu dan teknologi yang sedang dan sudah dipelajari.

Benar ucapan Presiden Jokowi dalam pidato Dies Natalis Ke-68 UI, Depok, Jumat, 2 Februari 2018, bahwa ketika kita tak mampu mengikuti perkembangan dan perubahan, banyak yang tergilas.

Pernyataan Presiden ini menurut saya benar, kita meskipun sudah dianggap maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi jauh tertinggal dari Republik Rakyat Tiongkok yang kemerdekaannya belakangan dari kita.

***

Editor: Pepih Nugraha