Memotret atau merekam orang lain tanpa izin merupakan perbuatan yang biasa dilakukan di era modern saat ini. Semua bisa melakukannya, mulai dari anak muda, ABG bangkotan, orang tua bahkan anak kecil masih bau kencur pun bisa dengan mudah melakukannya asalkan punya smartphone dan kuota internet.
Lah kok kuota internet sih? Iya dong harus ada kuota internet, kalau sudah memotret orang sembarangan biasanya akan diupload ke internet, kan? Masa iya mau disimpan aja kayak foto mantan. Bisa aja sih disimpan kalau hasil potretan tersebut berupa barang bukti.
Tujuan memotret orang sembarangan pun bermacam-macam, misalnya untuk jadi bahan candaan, menunjukan rasa simpati, membuat bukti bergambar, sekedar iseng, dan memberikan contoh perbuatan baik atau buruk kepada orang banyak ketika hasil potretan sembarangan tersebut diposting dalam internet.
Jangan terburu-buru memotret
Sebelumnya hal ini sempat terlintas dalam pikiran saya ketika beberapa waktu lalu di dalam gerbong kereta api. Saat itu saya naik di stasiun yang masih sepi penumpang dengan tujuan pulang ke arah pemberhentian terakhir stasiun Tangerang. Dalam keadaan lelah saya beruntung sekali mendapatkan tempat duduk, kemudian tertidurlah saya dengan pulas.
Sesampainya di stasiun berikutnya, gerbong kereta sepertinya sudah mulai ramai tapi saya masih dalam keadaan tertidur hingga pada stasiun berikutnya lagi saya baru terbangun kaget melihat orang banyak sudah berdesakan di hadapan saya.
[irp posts="7299" name="Perhatikan 8 Hal Filosofis Ini dalam Membina Hubungan di Media Sosial"]
Saat itu saya mulai dag dig dug karena takut ada orang yang memotret atau memfoto saya sembarangan. Bukan, bukan karena saya takut wajah saya yang pas-pasan ini dijadikan bahan lucu-lucuan oleh orang lain ketika tertidur, melainkan saya takut dijadikan contoh sebagai anak muda yang kelakuannya buruk dan miskin empati terhadap penumpang prioritas ketika di kereta. Terlebih di hadapan saya sudah banyak penumpang yang usianya lebih tua sedang berdiri berdesakan menahan rasa sakit.
Dengan keadaan terburu-buru, berdirilah saya memberikan kursi pada salah satu penumpang prioritas. Kan ribet urusannya kalau tiba-tiba wajah saya masuk dalam postingan viral dengan caption begini "Pura-pura tidur di dalam kereta, padahal di depannya banyak penumpang prioritas yang lagi berdiri. Perilaku anak muda ini jangan ditiru ya."
Di antara mereka yang memotret atau mengambil gambar orang lain secara sembarangan, apa pernah terpikir sebelumya tentang alasan mengapa orang-orang yang dijadikan objek dalam gambar melakukan hal buruk tersebut?
Entah, saya rasa yang ada dipikiran mereka hanyalah si objek dihadapannya sedang melakukan perbuatan kurang menyenangkan dan harus dipotret kemudian disebarluaskan sebagai contoh perbuatan buruk.
Ada lagi yang lebih parah, apabila ada pasangan anak remaja yang sedang mojok berduaan di taman. Kemudian ada orang iseng memotretnya sebagai contoh kelakuan buruk remaja zaman now, masih kecil kok udah pacaran, mesra-mesraan pula di tempat umum.
Eh tunggu dulu, jangan asal potret kemudian upload ke internet, karena bisa saja mereka adalah pasangan suami istri yang menikah muda, jadi sah-sah saja kan mereka bermesraan? Kalau memang risih dengan keadaan tersebut di tempat umum, tegur saja mereka untuk tak memanfaatkan fasilitas umum sebagai kepentingan privasi.
[irp posts="2914" name="Selfie, Groofie, Dronie dan Cermin Wajah Kita di Media Sosial"]
Meski ada Undang-undangnnya untuk tidak memotret atau mengambil gambar orang lain sembarangan, saya tidak akan menjelaskannya karena saya takut salah menuliskan dasar-dasar hukumnya. Maklum saya bukan ahli hukum apalagi di Kompasiana ini banyak para ahlinya hehee, kan malu kalau salah tulis nantinya.
Dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud membela diri yang tertidur pulas di kursi kereta karena kelelahan (bukan kursi prioritas ya). Melainkan saya berharap masyarakat kekinian dapat memikirkan alasannya sebelum memotret atau mengambil gambar orang lain sembarangan, apalagi dalam kategori yang buruk.
Malah lebih baik memberikan teguran apabila seseorang melakukan perbuatan kurang menyenangkan, disamping dapat menyadarkan si orang tersebut, kita juga bisa mendengarkan alasannya lebih jelas lagi. Bijak bukan?
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews