Jokowi dan Kritikan John McBeth, Mengapa Media Nasional Bungkam?

Kamis, 1 Februari 2018 | 10:07 WIB
0
678
Jokowi dan Kritikan John McBeth, Mengapa Media Nasional Bungkam?

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Ini bukan masalah jadi "hater" atau hati yang kotor, sehingga hanya bisa melihat hal-hal negatif dan menafikan pencapaian positif seorang pemimpin.

 

Seringkali kita harus berjarak dan melepas subjektivitas dalam menilai sesuatu. Yang ditulis John McBeth ini memang bagaikan pil pahit yang tak mungkin ditelan oleh para pendukung Jokowi. Membaca rentetan angka dan data yang disajikan begitu detil dari segala bidang membuat para pembaca (bahkan yang netral sekalipun) menahan nafas saking tajamnya ulasan penulis. Tanpa ewuh-pakewuh. Tanpa tedeng aling-aling.

Beberapa waktu lalu, ketika media Bloomberg menurunkan tulisan yang membandingkan pencapaian para pemimpin Asia, sekilas tampak bahwa hanya Pak Jokowi yang nilai "raport"-nya hijau semua. Prestasi ini seketika langsung disebarluaskan oleh Kantor Berita Antara dan hampir semua media mainstream yang memang selama ini jadi garda terdepan mempertahankan citra positif Bapak Presiden.

Padahal setelah dibaca lebih saksama, artikel itu tidak menyimpulkan bahwa pemerintahan Jokowi tanpa cela. Masih banyak yang harus diperbaiki. Tapi, banyak masyarakat pembaca yang tak peduli dengan analisis lebih mendalam itu.

Dan sekarang, ada artikel ini. McBeth menilai bahwa dari semua sepak terjang Jokowi selama 4 tahun memerintah sebagian besar adalah pencitraan yang dibungkus dengan berbagai retorika, peresmian di sana-sini, "pameran" kesederhanaan beliau, serta kedekatan beliau dengan rakyat (dengan mendatangi seluruh pelosok Indonesia, sering memberi hadiah sepeda, dan tentu saja hobi beliau nge-vlog tentang hal keseharian).

Ditambah lagi dengan kekompakan media-media besar untuk menyebarluaskan pencitraan positif itu, dan menutupi kegagalan beliau sebagai seorang presiden.

Itulah mungkin alasannya, kenapa hingga 4 hari artikel berbahasa Inggris ini diturunkan, tak satupun media cetak dan penyiaran nasional yang dengan sukacita menerjemahkannya. Kita semua tahu tentang artikel di Asia Times dari media sosial yang relatif masih bebas distorsi.

Politik memang penuh pencitraan. Dan Pak Jokowi bukan perkecualian. Beliau adalah salah satu politisi yang mahir memoles citra dirinya. Beliau yang awalnya "bukan siapa-siapa", dengan cepat berubah menjadi media darling. Kenyataan bahwa beliau, sebelum jadi presiden, sudah dua kali tidak memenuhi amanat jabatan meski telah mengucapkan sumpah jabatan, seolah tak pernah diusik oleh para pendukungnya.

Jadi presiden memang tak mudah. Maka itu tak sembarang orang mau dan bisa mengemban tugas berat ini. Di balik segala citra positifnya selama ini, saya percaya 100% bahwa Jokowi tetaplah orang baik dan jujur.

Hanya saja, ia bukan seorang presiden yang mumpuni. Jabatan inu terlalu berat buat beliau. Kalau kita mau objektif sedikit saja, beliau sangat amat kedodoran menjalankan roda pemerintahannya.

He's not a strong leader who relies heavily on his inner circle. Kekurangan yang kemudian dengan sangat tajam diumpamakan oleh McBeth sebagai trik "smoke and mirror". Asap diciptakan untuk menutupi cermin yang retak. Ketika asap menghilang, akan tampaklah kenyataan bahwa cermin itu sudah retak. The harsh reality will reveal itself.

**

Saya sadar bahwa cukup banyak pendukung garis keras Jokowi di lingkaran pertemanan saya. Dan saya sudah siap kalau banyak di antara kalian yang tidak setuju dengan komentar yang saya buat berdasarkan artikel ini. Silakan saja. Kita hidup di alam demokrasi, kan. Siapa saja boleh mengungkapkan pendapat tanpa rasa takut akan ancaman perundungan (bullying). Yang penting bagaimana adab dan etika dalam menyampaikan pendapat tetap harus dijaga.

Risiko yang ditanggung Jokowi sebagai pemimpin bangsa memang berat. Sejak awal beliau pasti sadar bahwa tak mungkin ia akan memuaskan semua pihak. Dan saya rasa, saya berhak jadi bagian masyarakat Indonesia yang tidak puas dengan kinerja beliau, meski selama ini saya lebih banyak mengamati jauh dari tanah air.

[irp posts="9347" name="Siapa John McBeth yang Menyerang Presiden Joko Widodo?"]

Menjadi pemimpin itu, bagaimanapun bagusnya, harus siap menerima kritikan sepedas apapun. Senada dengan Lupe Fiasco alias Wasalu Muhammad Jaco, rapper Amerika Serikat yang seorang muslim, dan beberapa kali memenangkan anugerah Grammy Awards. Ia terkenal dengan pandangannya yang vokal pada pemerintah. Bahkan pemerintahan Obama yang banyak menerima puja-puji di dalam negeri maupun dunia internasionalpun tak luput dari kritikannya.

"You should criticize power even if you agree with it".

Pemimpin harus siap menerima kritikan dari siapapun sebagai bahan evaluasi. Kritikan membangun dan objektif akan membuat pemimpin selalu ingat akan amanah yang diembannya. Supaya pemimpin tetap berada di jalur yang benar.

Semoga Tuhan selalu melindungi para pemimpin yang amanah dan seluruh rakyat Indonesia.

Aamiin ya Robbal alaamiin.

***

Editor: Pepih Nugraha