Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Afghanistan memperoleh penghargaan (foto atas) berupa medali tertinggi atas keberaniannya dalam upaya perdamaian dunia. Penghargaan ini langsung disematkan oleh Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.
Bangsa Indonesia patut berbangga bahwa presidennya diberi penghargaan tertinggi oleh pemerintah Afghanistan. Apalagi penghargaan ini baru dua kali diberikan kepada presiden RI. Yang pertama Presiden RI Ir Soekarno (Jokowi juga bertitel insinyur dan sama-sama berasal dari sipil sebagaimana Soekarno).
Kita memang bangga dengan Presiden Jokowi. Hadirnya beliau di Afghanistan, itu setelah empat hari pemboman markas angkatan bersenjata Afghanistan. Tetapi, meski banyak yang menyarankan membatalkan kunjungannya, Jokowi tetap bersikeras ke Afghanistan. Adalah hal wajar dalam situasi demikian, Jokowi dapat pengawalan ketat. Dua helikopter ikut meraung-meraung di atas kendaraan yang ditumpangi Presiden Jokowi.
Sebagaimana kita ketahui, inilah bagian akhir perjalanan Presiden Jokowi ke lima negara Asia Selatan, Bangladesh, India, Pakistan, Srilanka dan Afghanistan.
Kita bangga, Presiden Jokowi bisa mengikuti jejak Presiden Soekarno. Pun di Pakistan, ia diberi kehormatan berpidato di depan anggota DPR dan Senator (Parlemen) Pakistan, setelah Presiden Soekarno melakukan yang sama pada tahun 1963.
Sangatlah memprihatinkan kita sebagai bangsa Indonesia, ketika Presiden Joko Widodo memperoleh penggargaan dari negara yang dikunjunginya di Asia Selatan, tiba-tiba kita membaca berita bahwa presiden dibilang "smoke and mirrors hide hard truths" (Idiom "Smoke and mirrors" bermakna penipuan/pembohongan. "Hide hard truths" menyembunyikan/menutupi kebenaran/fakta yang sebenarnya) oleh sebuah media asing Asia Times.
[irp posts="9412" name="Kunjungan Bernyali Jokowi dan Kepahlawanan Hanafi"]
Artikel yang ditulis oleh John McBeth yang terbit pada 23 Januari 2018 ini sontak mendapat tanggapan ramai publik sosial media tanah air. Netizen lain menjelaskan arti "smoke and mirrors" pada judul artikel tersebut yang memiliki akhir artikelnya, jurnalis Asia Times ini menyatakan cepat atau lambat tabir kebohongan yang menutupi kebenaran akan terangkat.
"Sooner or later, the smoke and the mirrors will inevitably lift to reveal hard realities," tulisnya.
Apakah kita diam saja? Tidak. Jika berbicara tentang media asing, kita harus berpatokan, bagus atau tidak, ini negara saya. Ini presiden saya. Kita harus bela. Menlu harus menyelesaikannya. Tulisan ini hanya mengulang sejarah masa lalu. Bagaimanapun Menlu harus menggugat, karena sudah menyangkut Presiden RI.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews