Amien-Hanafi, Politikus Bapak dan Anak Yang Sama Kritisnya

Selasa, 30 Januari 2018 | 09:55 WIB
0
495
Amien-Hanafi, Politikus Bapak dan Anak Yang Sama Kritisnya

Di zaman kekinian, kritis bisa juga diartikan nyinyir. Konon, nyinyir itu baik demi kemajuan bangsa dan negara. Ada pribahasa lama yang mengatakan, "air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga". Kalimat kuno ini menggambarkan tabiat seseorang yang tak pernah bisa diubah, di mana sifat atau budi pekerti anak biasanya mengikuti sifat atau budi pekerti orang tuanya. Sayangnya makna ini biasanya mengenai hal yang kurang baik.

Tapi apa iya mengritik pemerintah dalam hal ini mengkritik kunjungan Presiden Joko Widodo ke lima negara Asia Selatan baru-baru ini sebagai sesuatu yang kurang baik? Bukankah tugas anggota parlemen itu "bicara" pedas bila perlu nyinyir sesuai kata dasarnya "parler"? Tapi memang harus dijelaskan, di mana kurang baiknya? Apa ada udang di balik kunjungan itu?

Sebagai partai politik, PAN baru-baru ini memuji sikap Presiden Jokowi yang berkunjung ke Afghanistan, satu dari lima negara yang dikunjunginya, meski baru saja dilanda serangan bom mematikan di negara sarat konflik itu. Beberapa mengungkapkan keberanian Jokowi berkunjung ke negara itu meski cuma sekadar enam jam. Pasalnya, inilah kunjungan Presiden RI pertama setelah Presiden Soekarno yang melakukannya di tahun 1961.

Bagi politikus Partai Demokrat Roy Suryo, kunjungan Jokowi ke negara berbahaya yang sarat konflik mematikan itu tidak ada istimewanya alias biasa-biasa saja. Tetapi Hanafi tidak "serendah" rekannya di Senayan itu dalam menyampaikan kritik. Meski bernada pujian, bukan politikus namanya kalau tidak terselip dugaan, bahwa kehadiran Jokowi ke Afghanistan itu tidak lepas kepentingan politik domestik.

[irp posts="914" name="Benang Merah Yang Membentang antara Megawati dan Amien Rais"]

"Kita memahami, ke Bangladesh berbicara Rohingya, di Afghanistan membawa misi diplomasi kemanusiaan berkaitan dengan konflik yang berlanjut di sana. Saya kira memberikan perhatian yang konkret, pesan Indonesia ke Afghanistan bahwa kita ini berdiri dengan nasib yang sedang dialami oleh warga Afghanistan," kata politikus PAN yang juga wakil ketua umum partai, Ahmad Hanafi Rais, Senin 29 Januari 2018.

Hanafi meyakini, kunjungan Presiden Jokowi ke negara-negara Islam di Asia Selatan itu bisa saja mengundang simpati umat Islam di Indonesia, yang buntut-buntutnya bisa saja ini menjadi modal Jokowi untuk Pilpres 2019.

"Memang saya kira langkah Presiden ini tak lepas dari kebutuhan domestik di Indonesia sendiri, di mana simpati umat Islam jadi perhatian Presiden. Saya kira Presiden cukup cerdik di negara-negara Islam di Asia Selatan ini. Mungkin diharapkan simpati umat Islam ini bisa dipanen untuk 2019 dengan mengunjungi negara Islam di Asia Selatan, tapi itu persoalan lain," kata Hanafi sebagaimana ramai diberitakan media online.

Ahmad Hanafi Rais adalah putera politikus Amien Rais, mantan Ketua MPR yang juga dikenal sebagai pendiri PAN. Selain punya reputasi yang tidak bisa disamai politikus manapun, yakni mampu menggulingkan sejumlah Presiden RI seperti Soeharto dan Abdurrahman Wahid, sampai sekarang Amien sangat kritis terhadap pemerintah Joko Widodo.

Amien selalu hadir dan berdiri bersama oposan pemerintah seperti para pentolan Aksi 212, kendati salah seorang menterinya dari PAN ada di pemerintahan Jokowi. Kritikannya terhadap pemerintah sangat tajam tanpa tedeng aling-aling, khususnya kritik terhadap Jokowi, meski PAN tercatat masih berada di koalisi pemerintah.

Di mata rekan koalisi besar pemerintah, tidak ada partai semunafik PAN di mana satu kaki nyaman berada di pemerintah, tetapi kaki satunya lagi berada di pihak lawan (opisisi) yang kerap berseberangan dengan pemerintah. PAN seperti tidak peduli pepatah "do not shit where you eat", labrak terus saja.

Belakangan karena kemenangan besar di Pilkada DKI Jakarta di mana PAN bergabung bersama Gerindra dan PKS (PepNews! menyebutnya "Trio Kwek Kwek" karena kekompakan suara koalisi ini), PAN dengan Amien Rais dan jajaran teras partai ingin mengulang sukses Jakarta di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara.

[caption id="attachment_9315" align="alignleft" width="497"] Amien Rais dan Rizieq Shihab (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Akan tetapi, Jokowi punya strategi yang membingungkan lawan-lawannya, yaitu "memecah dikotomi merah-hijau" alias mengaburkan -kalau tidak mau dikatakan- melebur partai Islam dan Nasional. Dengan kata lain, Jokowi tidak ingin membenturkan Islam versus Nasionalis. Jika dibenturkan, "Nasionalis" bisa kalah lagi karena tidak akan menahan gempuran isu SARA.

Strategi ini rupanya cukup efektif. Alhasil, pola Pilkada DKI Jakarta yang sarat sentimen SARA itu tidak bisa di-copy paste di provinsi-provinsi penting lainnya. Di Jabar meski "Trio Kwek Kwek" solid, tetapi lawan-lawannya ada 4 pasang, bingung mau menggunakan SARA bagaimana lagi. Hanya menghajar Dedi Mulyadi yang konon sangat lekat dengan budaya wiwitan dia berpasangan dengan Haji Deddy Mizwar yang dikenal saleh, setidak-tidaknya tergambar dalam sinetron yang dibintanginya.

Di Sumatera Utara tiga kolaisi reuni ini "didomplengi" Golkar-Nasdem-Hanura yang merupakan partai pendukung Jokowi. Pun demikian di Jawa Timur, Gerindra-PAN-PKS malah tidak punya calonnya sendiri dan giliran mendompleng PDIP. Jadinya pusinnnggg..... pala Berbie!

[irp posts="7606" name="PAN-PKS-Gerindra Gagal Koalisi di Jatim, Solidaritas Umat Tarik Dukungan!"]

Kembali ke Ahmad Hanafi Rais, ia memang harus selalu bersuara vokal, lantang, meski tidak harus pakai pelantang, karena ia digaji negara untuk bicara. Tidak peduli dibilang "Jaka Sembung bawa golok" mengaitkan kunjungan Jokowi ke Afghanistan dengan urusan politik domestik untuk menuai simpatik umat Isalam dalam Pilpres 2019 mendatang.

Syurkurlah, pernyataannya tidak diimbuhi dugaan bahwa saat ini tengah dibikin jutaan KTP di Afghanistan, Pakistan atau Bangladesh di mana nanti jutaan orang dari negara-negara Asia Selatan yang dikunjungi Jokowi itu berbondong-bondong masuk ke Indonesia saat Pilpres 2019.

Tentu saja, Hanafi lebih taktis dan "nyekolah" dibanding pernyataan seorang ustad yang kemarin sudah kena cokok polisi karena pernyataannya bahwa saat ini jutaan KTP sedang dibuat di Tiongkok untuk memenangkan Jokowi di Pilpres 2019.

***

Editor: Pepih Nugraha