Agar Tak Dicurigai, Sebaiknya Presiden Tolak Usulan Tjahjo Kumolo Ini

Sabtu, 27 Januari 2018 | 09:34 WIB
0
764
Agar Tak Dicurigai, Sebaiknya Presiden Tolak Usulan Tjahjo Kumolo Ini

Memang sih masih sekadar usulan Tjahjo Kumolo. Bahwa menteri dalam negeri itu memilih dua petinggi Polri menjadi penjabat gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan alasan keterbatasan jumlah pegawai eselon I Kementrian Dalam Negeri dan pertimbangan tingkat kerawanan daerah saat Pilkada, itu yang sulit dicerna akal sehat dan terkesan mengada-ada.

Dua hal itu saja, yakni "keterbatasan jumlah pegawai eselon I Kemendagri" dan "kerawanan daerah", justru yang bakal menimbulkan kerawanan itu sendiri.

Lha iyalah... coba saja, mengapa yang dipilih Tjahjo itu petinggi Polri? Lha, bukankah ini memantik kerawanan soal iri-irian bagi TNI atau institusi lainnya; memangnya petinggi TNI tidak bisa? Memangnya petinggi di lembaga lainnya seperti Kejakasaan tidak ada yang memenuhi syarat sebagai pelaksana tugas atau penjabat gubernur? Itu pertama...

[irp posts="4463" name="Dari Papua, Presiden Jokowi Bisa Menimang-nimang Gatot atau Tito"]

Kedua, soal kerawanan daerah. Ini lebih aneh lagi. Di Jawa Barat itu ada petinggi Polri dan mantan petinggi TNI yang sama-sama berpangkat jenderal yang ikut Pilkada. Jika pejabat gubernurnya berasal dari Polri, apakah tidak memantik purbasangka dari calon gubernur yang berasal dari TNI? Bukankah ini yang justru menciptakan kerawanan?

[caption id="attachment_9114" align="alignleft" width="452"] M Iriawan (Foto: Liputan6.com)[/caption]

Di Sumatera Utara juga demikian. Di sana ada mantan Pangkostrasd Letjen TNI Edy Rachmadi yang jadi calon gubernur. Nah jika pejabat gubernurnya berasal dari TNI, apakah Edy tidak menaruh curiga terhadap kebijakan Tjahjo yang tidak lepas PDIP?

Harap dicatat, PDIP mengusung Djarot Saeful Hidayat sebagai calon gubernur Sumut yang akan bersaing langsung dengan Jenderal Edy. Di Jabar, Anton Charliyan dari Polri juga didukung PDIP.

Mendapat kritikan yang menjurus serangan tajam, Tjahjo Kumolo meyakinkan bahwa tidak ada muatan politis apapun soal rencana penunjukkan pejabat Polri dan mengklaim dirinya sendiri yang mengusulkan dua nama perwira tinggi Polri untuk menjadi Penjabat Gubernur di dua Provinsi yang akan melaksanakan Pilkada 2018, yakni Jabar dan Sumut.

Galib sesuai aturan, penjabat gubernur ditunjuk untuk menggantikan peran kepala daerah provinsi yang habis masa jabatannya. Sedangkan status pejabat sementara untuk mengganti kepala daerah yang cuti kampanye. Pejabat sementara alias "Pjs" adalah sebutan baru yang sebelumnya bernama Pelaksana tugas atau "Plt".

Tjahjo berkilah, dirinya sudah berkonsultasi dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di mana preseden yang sama sudah terjadi saat Carlo Brix Tewu ditunjuk sebagai  penjabat gubernur Sulawesi Barat.

Polri tentu saja senang bukan alang kepalang mendapat penghormatan dari Tjahjo ini. Bahkan, Polri sudah memutuskan sosok yang diusulkan untuk menjadi Penjabat Gubernur di Jabar dan Sumut sebagaimana yang diminta Tjahjo.

Kedua perwira tinggi yang namanya disodorkan Tito Karnavian adalah Asisten Operasi Kapolri Inspektur Jenderal M. Iriawan dan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Martuani Sormin.

Iriawan ditunjuk untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Ahmad Heryawan mulai 13 Juni 2018, sementara Martuani untuk mengisi posisi Penjabat Gubernur Sumut menggantikan Tengku Erry Nuradi yang habis masa jabatannya 17 Juni 2018 mendatang.

"Bagi saya sebagai Mendagri, saya tidak mungkin melepas (Penjabat Gubernur) 17 Provinsi seluruhnya ke pejabat eselon I. Kalau semua dilepas kosong Kemendagri. Bisa saja tahun depan ada juga dari Kejaksaan," kilah Tjahjo sebagaimana diberitakan Tirto.id.

[caption id="attachment_9115" align="alignright" width="501"]

Martuani Sormin (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Tjahjo masih beralasan bahwa ia sengaja meminta penjabat kepala daerah dari unsur TNI dan Polri untuk menjaga daerah-daerah yang dianggap memiliki tingkat kerawanan tinggi khususnya saat Pilkada serentak 2018. Ia juga mengatakan diusulkannya dua nama perwira tinggi Polri sebagai penjabat gubernur Jabar dan Sumut itu bukan tanpa dasar dan sama sekali tidak menyalahi aturan.

 

Tjahjo menunjuk Pasal 201 Ayat 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan, "Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

"Sesuai aturan saja. Saya tidak mau langgar aturan yang selama ini ada," kata Tjahjo melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis malam 25 Januari 2018.

Selain itu, aturan lain yang menjadi dasar usulan pengangkatan penjabat gubernur dari Polri adalah Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara yang berbunyi, "Penjabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi."

Jokowi harus menolak

Memang nama dua pejabat tinggi Polri itu masih sebatas usulan. Keputusan akhir tetap ada di tangan Presiden Joko Widodo.

Namun demikian, Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto meminta Tjahjo meninjau ulang rencana penunjukan dua petinggi Polri itu. Alasan Didik, hal itu justru berpotensi mengganggu netralitas Polri sebagai penegak hukum yang tanpa tebang pilih. Dengan dipilihnya petinggi Polri, ia menilai akan mendistorsi tugas pokok dan fungsi polisi sebagai penegak hukum.

Tjahjo sendiri menegaskan bahwa usulan perwira TNI dan Polri menjadi penjabat gubernur sudah melalui konsultasi dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, hingga Presiden Joko Widodo.

"Setelah koordinasi dan konsultasi mengusulkan kepada Bapak Presiden terkait pejabat  TNI dan Polri aktif, tidak masalah, tidak  dimasalahkan," kata Tjahjo dalam siaran pers yang diterbitkan Kemendagri, Jumat 26 Januari 1/2017.

 

Tjahjo mengatakan, Jokowi tak mempermasalahkan usulan itu lantaran penunjukan perwira TNI dan Polri sebagai penjabat gubernur dikarenakan alasan keamanan. Mereka pun akan ditempatkan di wilayah-wilayah yang rawan konflik selama pelaksanaan Pilkada.

Kemudian apa yang sebaiknya harus Presiden Jokowi lakukan terkait usulan bawahannya itu? Batalkan!

[irp posts="8580" name="Mengapa 6 Golongan Ini Selalu Menuding Jokowi Anti Islam?"]

Ya, sebaiknya Jokowi tidak menerima usulan pengangkatan dua pejabat tinggi Polri itu. Sebab, jika Presiden memaksakan untuk tetap mengangkat mereka, ini akan menjadi backfire atau bumerang buat Jokowi sendiri. Selain itu juga akan menimbulkan kecurigaan bahwa penunjukkan itu bermuatan politik.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah misalnya sudah mengingatkan hal itu meski dengan  mempertanyakan langkah Kementerian Dalam Negeri yang mengusulkan dua perwira Polri sebagai penjabat gubernur Jabar dan Sumut. Menurut Fahri, langkah tersebut bisa dicurigai sebagai upaya Jokowi melakukan konsolidasi jelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

***

Editor: Pepih Nugraha