Politik Kekinian Gaya Partai SoIidaritas Indonesia

Selasa, 23 Januari 2018 | 04:02 WIB
0
604
Politik Kekinian Gaya Partai SoIidaritas Indonesia

Partai Solidasitas Indonesia selalu membuat kejutan. PSI mampu menahan pandangan mata penonton, agar setiap mata mengikuti gerak-gerik perjuangan partai dengan komitmen peduli anak muda.

Grace Natalie, sang Ketua Umum DPP PSI seolah-olah mengajari para politisi senior, bahwa politik itu bisa berkembang dengan cara kekinian, tanpa harus menanggalkan idealisme dan semangat juang kepartaian.

Tanpa berniat memuji, Grace bersama semua pengurus DPP PSI berhasil mencuri perhatian publik. Dengan mempraktikkan ilmu padi, Grace membawa rombongan partai untuk silaturahim dengan penyelenggara pemilu. Belajar bagaimana PSI bisa memenuhi semua persyaratan formil kempemiluan.

Grace seperti mengatakan “PSI adalah pembelajar”. Kira-kira begitu ungkapan yang pas. Selain itu, PSI sanggup menjaga semangat muda dalam kepengurusan. Bayangkan saja, pemuda zaman sekarang itu sulit percaya dengan politik. Malah PSI berani bertaruh dengan memasukkan pengurus muda.

[irp posts="6094" name="Grace Natalie Hadapi Ujian Terakhir PSI"]

Grace Natalie juga lihai dalam mempresentasikan program kerja. Lihat saja, beberapa tokoh muda seperti penyanyi Giring Nidji pun tergoda mengabdi di ranah politik. Memang tidak menutup kemungkinan bahwa peranan seluruh DPP PSI menjadi gula untuk para semut yang sudah kelaparan akan politik sehat.

PSI memang beda. Saat ketentuan Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan Presiden masuk dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Secara spontan, PSI melabuhkan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo. Pintar.

Selain itu, kemampuan membaca momen ala PSI juga bagus. Dengan semangat persamaan hak antarcalon peserta Pemilu, PSI menggugah perasaan pembaca media terkait verifikasi faktual. Bukan karena iri dengan ketentuan Pasal 173 UU 7/2017 tentang peserta pemilu 2019.

Akan tetapi, Grace dan kawan-kawan PSI sengaja menantang kesiapan semua partai politik dalam tahapan pendaftaran calon peserta pemilu. “Berani faktual engga?” begitulah kira-kira tantangan PSI.

Bahkan, dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 53/PUU-XV/2018. PSI berada di atas angin. Bila kelihaian menguasai forum media bertahan lama. Bisa saja, PSI meraup untung dari perjuangan HAM atas hak politik calon peserta pemilu.

Hanya saja, PSI tetaplah partai baru. Pengalaman anak muda melawan politisi senior masih jauh panggang dari api. Grace dan PSI wajib mencari celah merayu hati pemilih, agar memiliki wakil di semua tingkatan lembaga legislatif.

[irp posts="8689" name="Cara Grace Natalie Pimpin PSI Himpun Fundrising"]

Dengan keberadaan Pemilu Serentak, PSI sebenarnya sudah diuntungkan. Pemilih ke depan akan lebih fokus kepada calon Presiden. Sehingga, calon legislatif menjadi fokus bonus. Di sinilah ujian PSI. Grace dan kawan-kawan politis mudanya harus mencari jalan melawan politisi senior.

Yang harus diingat, pemilih Indonesia tergolong pemilih tradisional. Mereka rata-rata masyarakat dengan kelas menengah ke bawah. Alasan memilih pemimpin bagi pemilih jenis ini adalah faktor usia, pengalaman dan latar belakang. Lalu, Bagaimana PSI bisa mengubah paradigma pemilih?

Silahkan berslayar di antara gelombang politik. Lebih baik menjaga kestabilan partai untuk waktu yang panjangd daripada mengedepankan nafsu merebut kekuasaan. Toh, jika suara PSI berhasil menembus Senayan, bisa saja Grace mendapatkan kursi “Pembantu Presiden”.

Andrian Habibi, Pegiat HAM dan Demokrasi.

***

Editor: Pepih Nugraha