Perjalanan Dramatis Para Calon Gubernur di Pulau Jawa

Minggu, 14 Januari 2018 | 09:19 WIB
0
518
Perjalanan Dramatis Para Calon Gubernur di Pulau Jawa

Pilkada 2018 merupakan pemilihan kepala daerah yang paling dinamis sekaligus dramatis sedunia. Lha iya.... 'kan cuma ada di Indonesia pesta demokrasi besar-besaran -kalau tidak mau dibilang 'gila-gilaan- seperti ini, seperti ini. Ga akan pernah ada di negara lainnya.

Karena ada unsur drama yang mengurus tenaga dan air mata, kegembiraan sekaligus kemaharan, maka penetapan calon gubernur atau bupati/walikota penuh intrik, strategi, perkoncoan, sampai pengkhianatan, mirip novel-novel bertema intelijen. Pilkada ini menjadi barometer untuk mengungkur kekuatan-kekuatan partai peserta pilkada, sekalgus cermin untuk Pilpres 2019.

Sesuai tenggat waktu yang ditetapkan, semua calon peserta pilkada kini sudah resmi mendaftarkan diri mereka ke KPU dan sudah melakukan semua persyaratan adminitrasi yang wajib dipenuhi oleh calon-calon peserta pilkada.

Palagan perang segera dimulai untuk mendapatkan simpati masyarakat dan dengan harapan memilihnya. Jaring-jaring simpati mulai ditebar, seakan-akan pemimpin yang dekat dengan rakyat dan peduli dengan masyarakat kecil. Pencitraan juga mulai dilakukan, poles sana-sini supaya masyarakat bersimpati. Semua itu dilakukan demi terpilih dalam pilkada.

Tiga provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat menjadi magnet terbesar Pilkada 2018 kali ini. Inilah tempat perebutan suara terbesar karena di Pulau Jawa bercokol hampir setengah pemilik suara nasional. Ibarat padi, dia lumbung suara dengan penduduknya yang umpel-umpelan dengan jumlah pemilik paling banyak..

Sekedar informasi, jumlah daftar pemilih secara nasional sebanyak 190 juta dan 93,2 juta ada di pulau Jawa dengan rincian di Jatim 21,3%, di Jateng 21% dan Jabar 24,5%. Benar-benar Pulau Jawa menjadi lumbung suara.

Dari data ini wajar kalau Jawa menjadi barometer Pilkada 2018 dan menjadi ajang perang untuk mendapatkan simpati rakyat.

Kita coba membedah kekuatan-kekuatan partai-partai di Pulau Jawa ini dalam Pilkada:

Jawa Timur

Dalam pilkada Jawa Timur hanya ada dua pasangan calon Gubernur yaitu Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno dan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Dua calon Gubernur ini adalah sama-sama warga Nahdliyyin atau NU.

Jadi suara warga Nahdliyyin bakal jadi rebutan dua calon pasangan gubernur ini. Dan Insya’Allah pilkada Jatim ini akan aman dan tidak ada isu SARA. Perang ayat sudah pasti sama-sama pinternya karena kedua calon dari NU atau pesantren.

Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno

Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno didukung oleh partai PKB(20 kursi), PDIP(19), PKS(6) dan Gerindra(13). Awalnya hanya didukung dua partai saja yaitu PKB dan PDIP. Tapi di detik-detik akhir pendaftaran dua partai yaitu Gerindra dan PKS menjatuhkan pilihan mendukung calon pasangan gubernur dan wakil gubernur ini.

Perlu diketahui Jawa Timur adalah daerah/kota santri yang masyarakatnya cenderung patuh dan taat kepada perintah Kyai-nya atau tokoh Ulama-nya. Jadi kalau Kyai atau tokoh Ulama memerintahan memilih pasangan Gus Ipul-Puti Soekarno, masyarakat cenderung mematuhinya, khususnya Kyai-Kyai yang mendukung Gus Ipul-Puti Soekarno.

Apalagi seperti Madura yang penduduknya homogen dan sangat hormat dan patuh pada sosok Ulama dan Kyai.

Dan Jawa Timur juga ada wilayah Mataraman atau wilayah yang dekat dengan perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah Mataraman ini terkenal dengan basis PDIP.

[caption id="attachment_7911" align="alignleft" width="477"] Saifullah Yusuf dan Puti Guntur Soekarno (Foto: tribunnews.com)[/caption]

Makanya kenapa PDIP mencalonkan cucu Soekarno dan tidak kader PDIP dari Jawa Timur, misal Bupati Ngawi atau yang lain. Karena kalau yang dipilih di antara beberapa Bupati yang juga kader PDIP, ada resisten kader yang lain bakal iri atau kecewa dan bisa memunculkan kader mbalelo atau balik arah mendukung pasangan calon Gubernur lainya. Dan ini sangat berbahaya atau bisa mengurangi kekompakan di antara kader.

Karena semenjak Abdullah Azwar Anas sebagai calon wakil gubernur mengundurkan diri, banyak kader-kader PDIP yang berharap dipilih jadi calon wakil Gubernur.

Maka atas anjuran Kyai-Kyai, Puti Soekarno dipilih untuk mendanpingi Gus Ipul sebagai wakil Gubernur. Dipilihnya Puti Guntur Soekarno untuk mengamankan dan menjadi lem perekat di antara kader-kader PDIP dan massa Banteng yang dikenal militan dan cenderung mengikuti perintah partai. Apalagi tokoh Soekarno yang terkenal orator itu juga berasal dari Jawa Timur, Surabaya dan Belitar.

Maka pasangan Gus Ipul-Puti Soekarno ini saling melengkapi. Inilah pasangan ini diprediksi bakal memenangkan pemilihan Gubernur Jawa Timur sekalipun mungkin selisih kemenangan nanti juga tipis seperti pilgub 5 tahun lalu.

Kenapa pasangan Gus Ipul-Puti Soekarno diprediksi memenangkan Pilkada Jawa Timur, karena pasangan ini lebih banyak didukung oleh Kyai-Kyai yang perintahnya diikuti oleh warga Nahdliyyin di pedesaan atau juga sebagian perkotaa, apalagi Gus Ipul yang saat ini juga sebagia wakil gubernur sangat populer dan dikenal masyarakat luas.

Belum lagi kekuatan PDIP yang kadernya banyak menjadi Bupati di wilayah Mataraman dan bisa menggerakkan massanya untuk memilih atau memenangkan pasangan Gus Ipul-Puti Soekarno. Ditambah lagi dukungan partai PKS dan Gerindra, dua partai ini juga terkenal militan massanya. Kalau pimpinan partai sudah memerintahkan untuk memilih pasangan Gubernur dan Wakilnya cenderung diikuti massa pemilihnya.

Jadi dukungan Gus Ipul-Puti Soekarno ini sangat kuat dan berdasarkan survey elekabilitas Gus Ipul juga masih unggul dibanding Khofifah sekalipun selisih 3-5%. Hasil survey masih bisa berubah dalam perjalanan waktu.

Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak

Pasangan Khofifah-Emil Dardak ini didukung oleh Partai PPP(5 kursi), Golkar(11), Hanura(2), Nasdem(4) dan Demokrat(13). Pasangan ini juga tidak bisa dianggap remeh karena Khofifah adalah seorang menteri Sosial yang programnya langsung bersentuhan dengan masyarakat kecil.

[caption id="attachment_4807" align="alignright" width="497"]

Khofifah dan Emil Dardak (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Khofifah juga pimpinan Fatayat NU yaitu lembaga atau organisasi yang membidangi masalah wanita supaya wanita memiliki kemandirian ekonomi. Anggota ini ibu-ibu, dan tau sendiri kekuatan "emak-emak", ia pemilih yang taat dan setia.

Perlu diketahui,Khofifah tiga kali maju dalam pilkada Jawa Timur, akankah yang ketiga ini bisa mengantarkannya menjadi Gubernur?

Emil Dardak adalah Bupati Trenggalek, ia mewakili kalangan anak muda, ia anak mantan wakil menteri PU. Karena anaknya Dardak itulah ia bisa jadi Bupati Trenggalek. Kalau dari sisi akedemis Emil ini tidak usah diragukan karena Doktor lulusan Jepang.

Dan sepertinya Emil ini tidak punya nilai tambah untuk mendongkrak elektabilas Khofifah.

Pasangan Khofifah-Emil juga banyak didukung para Kyai-Kyai Sepuh,yang dikomandoi oleh Gus Solah yang tak lain Pimpinan Pesantren Tebu Ireng. Ini tidak bisa dianggap remeh.

Makanya pilkada Jawa Timur perang bintang,sama-sama kader NU dan sama-sama didukung Kyai dan Ulama. Pilkada Jawa Timur mungkin pilkada yang tidak bakal jualan ayat-ayat karena sama-sama Kyai pendukunganya, moga adem ayem dan aman.

Khofifah adalah orang yang matang di lapangan dan seorang ibu yang tangguh dan ulet, kita lihat bagaimana waktu menjadi tim sukses Jokowi, ia menggerakkan semua organisasi yang ada di bawah pengaruhnya. Selisih dukungan suara diantara partai pengusung Khofifah dengan dukungan partai pengusung Gus Ipul tidak terlalu banyak. Dan partai Demokrat yang mengusung Khofifah-Emil Dardak tidak bisa diremehkan juga.

Bahkan Gubernur Sukarwo atau yg lebih dikenal Pakde Karwo adalah kader Demokrat dan partai Demokrat yang mengantarkan menjadi Gubernur. Apakah partai ini masih kuat dan tangguh sehingga bisa mengantarkan Khofifah-Emil menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur?

Hanya saja dulu Pakde Karwo bisa menjadi atau terpilih Gubernur ketika partai Demokrat lagi di puncak kejayaan dan puncak keemasannya. Sekarang? Tanya saja kepada rumput yang bergoyang. Nah, sekarang partai ini lagi mengalami masa-masa sulit dan akhirnya terpuruk dari puncak kejayaan dan kehilangan banyak kursi DPRD dan simpati masyarakat.

Inilah yang akan menyulitkan Khofifah-Emil untuk memenangkan pilkada Jawa Timur. Betul suara Nahdliyin akan terbagi dua, tapi diperkirakan akan lebih banyak yang ke Gus Ipul.

Partai-partai pendukung Khofifah-Emil Dardak bukan kategori partai militan. Golkar memang juga tidak bisa dianggap remeh tapi massanya mudah mengalihkan pilihan ke calon lain dan partai ini terkenal plin-plannya itu.

Partai PPP, Hanura dan Nasdem juga kurang lebih sama, hanya PPP yang punya massa yang agak militan tapi masanya juga terpecah dengan pimpinan Jan Farid yang mendukung Gus Ipul. Dan dari survey-survey elektabiltas Khofifah masih di bawah Gus Ipul dan sepertinya ingin mengejar ketertinggalan elektabiltasnya.

Tapi sebenarnya dalam pilkada Jawa Timur mau yang terpilih Gus Ipul-Puti Soekarno atau Khofifah-Emil adalah dua calon gubernur yang masuk kategori orang-orang baik dan sama-sama kader NU, daaann.... sama-sama mendukung Presiden Jokowi untuk 2019.

Yang lucu adalah tiga partai Gerindra, PKS dan PAN, di mana "Trio Kwek Kwek" (meminjam grup nyanyi anak-anak yang bersuara kompak) ini berusaha mengambil kesampatan dalam kesempitan yaitu waktu calon wakil gubernur Abdullah Azwar Anas mengundurkan diri. Mereka menemui Gus Ipul untuk memberikan dukungan tapi juga membawa calon wakil pengganti Azwar Anas, tapi oleh Gus Ipul dijelaskan bahwa calon pengganti Azwar Anas adalah jatahnya dari PDIP.

Inilah etika yang sangat baik yang ditunjukkan Gus Ipul, yang tetap tenang dan setia menunggu pasangannya.

Akhirnya ketiga partai ini tidak berhasil menjalankan misinya yang ingin menguasai Jawa Timur, padahal wilayah ini juga jadi barometer ketiga partai ini. Ketiga partai ini seperti makan buah simalakama, dukung Gus Ipul dengan kontrak politik pasti ditolak sama Gus Ipul, ma dukung Khofifah dengan kontrak politik juga akan ditolak Khofifah.

Jadi ketiga partai Gerindra, PKS dan PAN mendukung kedua pasangan tanpa kontrak politik karena mendukungnya di akhir episode atau saat "injury time".

Jadi "Trio Kwek-Kwek" ini di Jawa Timur tak lebih sebagai penggembira saja.

Jawa Tengah

Jawa Tengah adalah terkenal dengan Kandang Banteng dan wilayah ini banyak mengantarkan wakil-wakil rakyat dari PDIP ke Gedung DPR. Memiliki 35 Kabupaten/Kota, provinsi ini banyak mencetak kader PDIP selaku kepala Daerah.

Sekedar informasi saja, Puan Maharani dulu di Dapil Karesidenan Solo, yang meliputi Boyolali, Sukoharjo, Klaten, Surakarta, dan ia bisa mengumpulkan suara 400,000 ribu lebih dan ini perolehan suara terbesar di antara anggota DPR terpilih.

Dan hampir tiap Kabupaten dan sebagian Kota PDIP unggul 60% bahkan ada yang lebih. Misal Boyolali, Klaten, Sukaharjo, Surakarta, Wonogiri, dan Karanganyar. Wilayah Jawa Tengah bagian Utara seperti Pati, Purwodadi, Grobokan ini dikuasai partai Golkar tapi hanya unggul tipis dari PDIP.

Wilayah Kota Semarang, Kab.Semarang, Kota Salatiga, Kendal ini juga wilayah PDIP. Wilayah Kab/Kota Pekalongan, Batang,Kab/Tegal,Jepara,Rembang ini wilayah PKB dan Brebes dan Pemalang, Kudus wilayah PDIP.

Wilayah Banyumas, Banjarnegara, Cilacap, Purbalingga dan Banyumas sendiri juga dikuasai PDIP. Wilayah, Purworejo, Temanggung, Wonosobo, Kebumen, danKab/Kota Magelang,ini dikuasai PDIP.

Dari data-data di atas wajar kalau Jawa Tengah disebut Kandang Banteng dan pada periode pertama Ganjar Pranowo memenangkan dengan mudah melawan petahana Bibit Waluyo.

Untuk Jawa Tengan calon pasangan juga hanya dua pasang calon, sama seperti Jawa Timur yaitu pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin dan Sudirman Said-Ida Fauziah.

Ganjar Pranowo-Taj Yasin

[caption id="attachment_7719" align="alignleft" width="432"]

Ganjar Pranowo dan Gus Yasin (Foto: Kabar5.com)[/caption]

Ganjar Pranowo-Taj Yasin,pasangan ini didukung oleh partai PDIP(27 kursi), PPP, Demokrat, Nasdem dan Golkar. Pasangan ini adalah figur Nasionalis dan pesantren. Taj Yasin adalah dari PPP yang juga anak Mbah Maimoen (Kyai Sepuh) yang sangat disegani dan dihormati, bahkan waktu Pilpres 2014 lebih condong ke Prabowo.

Dengan dukungan dari partai-partai yang kuat dan Kandang Banteng sepertinya akan dengan mudah memenangkan pilkada Jateng. Apalagi Ganjar Pranowo sebagai petahana lebih banyak diuntungkan dan dikenal masyarakat secara luas. Sekalipun Ganjar Pranowo namanya disebut dalam kasus E-KTP sepertinya tidak akan berpengaruh dalam pilkada Jateng.

Jadi kalau diprediksi Ganjar Pranowo-Taj Yasin akan memenangkan pilkada Jateng.

Sudirman Said-Ida Fauziah

Sudirman Said-Ida Fauziah, pasangan ini didukung oleh partai Gerindra (11 kursi), PKB(13), PKS 8 dan PAN.

Sudirman Said adalah mantan menteri ESDM dan diberhentikan bersamaan dengan Anies Baswedan yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Karena kawannya jadi Gubernur DKI, Sudirman Said pun tertarik mencoba peruntungan dalam pilkada Jawa Tengah, siapa tahu kepilih seperti Anies Baswesdan.

[caption id="attachment_8203" align="alignright" width="456"]

Ida Fauziah dan Sudirman Said (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Tapi pilkada Jawa Tengah lebih berat karena jumlah wilayah yang sangat luas dengan 35 Kab/Kota. Tidak seperti di Pilkada DKI Jakarta, isu SARA apa lagi yang bisa dimainkan di provinsi ini?

Sudirman Said yang asli dari Brebes yang terkenal Bawang Merah yang saat ini harganya lagi jatuh, apakah ini pertanda ia juga akan jatuh alias tidak memenangkan pilkada Jateng, tidak tahu juga segalanya bisa berubah. Pengusung pasangan ini yaitu PKB juga cukup punya pengaruh tapi hanya di titik tertentu dan tidak merata, seperti Kota Tegal, Pekalongan, Batang, Jepara, Demak,Rembang dan sebagian wilayah lain.

Partai Gerindra, PKS dan PAN cukup merata dukungan di tiap wilayah, hanya tidak punya basis di wilayah Jawa Tengah. Jadi partai "Trio Kwek-Kwek" ini di Jawa Tengah juga terjepit dan tidak bisa bergerak leluasa oleh kekuatan PDIP dan pendukung partai lainnya.

Dan wilayah Jawa Tengah ini dulu pada pilpres 2014 Jokowi memperoleh 12.959.540 (66,65%) dan suara ini yang membantu Jokowi dari kekalahan di wilayah Jawa Barat 9,530,315 (40,22%) dan Prabowo 14,167,381 (59,78%).

Jadi kekalahan suara pilpres di Jabar di tutup oleh suara di Jateng. Tapi berdasarkan survey tingkat kepuasan masyarakat di Jabar meningkat dan dukungan untuk Presiden Jokowi juga meningkat yaitu 60%, berbalik arah dari pilpres 2014.

Jadi wilayah Jatim dan Jateng bisa dikatakan berat untuk ditembus "Trio Kwek-Kwek".

Jawa Barat

Jawa Barat jumlahnya penduduknya paling banyak di antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jawa Barat dalam pilkada 2018 bisa dikatakan paling dinamis, penuh intrik, siasat dan pengkhianatan di antara peserta calon-calon pilkada.

Bahkan ada calon yang jomblo karena gamang dalam menentukan pilihan wakil gubernurnya. Ada yang saling ancam; kalau tidak memilih wakil dari partai A, maka akan keluar dari koalisi. Partai B juga ga kalah galaknya, juga mengancam; kalau tidak memilih wakilnya, maka akan keluar dari koalisi. Sampai-sampai calon gubernurnya pasrah dan bingung. "Ya sudah silahkan berembuk di antara ketua Partai dan siapa calon wakilnya, maka itulah yang jadi pasangannya”, kata calon Gubernur.

Ada juga yang tidak melakukan ancaman tapi langsung keluar dari koalisi dan tidak jadi mendukung calon gubernur yang masih jomblo karena ada dinamika penggantian Ketua Umum Partai yang bersangkutan. Ada lagi partai yang awalnya mendukung pasangan Dedy Mizwar, lalu keluar dari koalisi dengan alasan karena calon yang didukung bikin kontrak politik dukungan untuk pilpres 2019.

Inilah dinamika Pilkada Jawa Barat, mirip-mirip drama telenovela, menguras pikiran dan butuh kesabaran tersendiri.

Pilkada Jawa Barat ada empat pasangan calon gubernur:

1. Ridwan Kamil-Uu Ruhzanul

[caption id="attachment_7571" align="alignleft" width="503"]

Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum (Foto: Kompas.com)[/caption]

Pasangan ini didukung oleh partai Nasdem, PPP, PKB dan Hanura. Pasangan ini juga saling melangkapi Ridwan Kamil sebagai walikota dan Uu sebagai Bupati Tasikmalaya. Perpaduan antara perkotaan dan pinggiran.

Dan di antara empat pasangan ini, nama Ridwan Kamil paling populer dan terkenal, tidak heran kalau elektabiltasnya paling tinggi di antara yang lain.

Sebagai Walikota Bandung yang ikut membesarkan namanya karena kota Bandung menjadi tempat liburan dari penjuru negeri ini. Tentu nama Ridwal Kamil sering disebut-sebut dan populer namanya. Pasangan ini sudah populer terutama Ridwan Kamil tapi partai pendukung harus menggerakkan mesin partai dan mengerakkan relawan-relawan yang lebih militan.

Dan pasangan ini diprediksi akan memenangkan pilkada Jabar, tapi dengan empat pasangan calon gubernur yang menang pilkada nanti tidak kurang dari 40%, malah bisa jadi hanya 35%.

2.Deddy Mizwar-Dedy Mulyadi

[caption id="attachment_6841" align="alignright" width="396"]

"2D", Dedi Mulyadi dan Deddy Mizwar (Foto: Republika.co.id)[/caption]

Pasangan ini didukung oleh partai Golkar dan Demokrat. Karena nama Deddy Mizwar lebih terkenal dan populer dan elektabilitasnya juga di bawah Ridwan Kamil, maka Deddy Mizwar yang jadi calon Gubernur dan Dedy Mulyadi sebagai calon wakil gubernur.

Duet dua DM ini tidak bisa dianggap remeh karena Dedy Mizwar adalah juga Wakil Gubernur dan namanya cukup terkenal, bahkan kemenangan Ahmad Heryawan sebagai gubernur dulu berkat nama besar Dedy Mizwar. Ditambah lagi nama Dedy Mulyadi sebagai Bupati Purwakarta, juga sangat terkenal karena ide-ide tradisi Sunda-nya. Bupati ini juga sangat kreatif sehingga menjadi figur yang saling melengkapi. Mesin partai harus dimaksimalkan di wilayah-wilayah pinggiran yang menjadi basis Golkar.

Dan partai Demokrat juga bisa membantu dengan memaksimalkan mesin partai di wilayah perkotaan maupun pedesaankarena partai ini dukungannya merata.

3.TB Hasanudin-Anton Charliyan

[caption id="attachment_7570" align="alignleft" width="527"]

Anton Charliyan dan TB Hasanuddin (Foto: Beritasatu.com)[/caption]

Pasangan ini didukung oleh satu partai yaitu PDIP karena partai ini memenuhi untuk mencalonkan pasangan calon gubernur dan wakilnya tanpa koalisi. Pencalonan TB Hasanudin-Anton Charliyan ini juga di menit-menit terakhir karena tidak ada kecocokan dengan Ridwan Kamil, akhirnya mencalonkan pasangan ini.

Perlu diketahui sebelumnya PDIP ini mendukung Ridwan Kamil sebagai calon Gubernur. Bagaimana peluang pasangan ini untuk memenangkan pilkada Jabar?

Pasangan ini secara figur kurang populer atau terkenal, sekalipun Anton Charliyan adalah mantan Kapolda Jabar dan TB Hasanudin juga pensiuanan TNI. Tapi partai PDIP mempunyai massa yang cukup militan dan hanya ini yang bisa diandalkan.

Waktu pilkada yang lalu PDIP mencalonkan Rieke (Oneng) dan berpasangan dengan Teten Masduki (kepala Staf Presiden) dan hanya selisih sekian persen dengan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar, artinya kekuatan PDIP ini tidak bisa dianggap remeh. Apalagi Anton Charliyan ini juga pempina ormas-ormas yang punya massa banyak dan bisa digerakkan.

4.Sudrajad-Ahmad Syaikhu

[caption id="attachment_7654" align="alignleft" width="433"]

Syaikhu dan Sudrajat (Foto: Depoktren.com)[/caption]

Pasangan ini didukung oleh partai Gerindra, PKS dan PAN, dan partai-partai ini juga sangat terkenal militan apalagi ormas-ormas Islam lebih condong kepasangan ini.

Sudrajad ini kawan dekat Susi Pudjiastuti, bahkan Sudrajad ini yang membantu mengelola perusahaannya, setelah ibu Susi jadi menteri. Pasangan ini juga tidak bisa dianggap remeh, sekalipun namanya belum populer dan terkenal, tapi mesin partai ini sangat kompak dan militan,khususnya PKS.

Jaringan-jaringan ormas keagamaan bisa digerakkan yang terkenal militan dan di Jawa Barat PKS ini menguasai di wilayah perkotaan. Gerindra juga massanya sangat patuh dan militan pada intruksi ketua Umum Prabowo Subianto.

Jawa Barat ini satu-satunya pertarungan pilkada di Pulau Jawa yang sangat menentukan bagi Gerindra, PKS dan PAN karena wilayah ini yang mungkin bisa memenangkan pilkada. Tapi ini juga tidak mudah karena ada Ridwan Kamil dan Wakilnya yang punya potensi menang lebih besar.

Kalau pasangan Sudrajad-Akhmad Syaikhu kalah, maka untuk menang Pilpres Prabowo sangat tipis dan berat. Kenapa? Sebab Jawa Barat sering dijadikan barometer atau tolok-ukur menuju Pilpres.

Mudah-mudahan pilkada 2018 berjalan lancar dan damai,karena nanti bertepatan dengan bulan Puasa. Jangan ada lagi perang SARA yang saling menjatuhkan di antara peserta calon pilkada.

***

Editor: Pepih Nugraha