Memahami Motif La Nyalla Soal Prabowo Minta Uang

Minggu, 14 Januari 2018 | 07:48 WIB
0
555
Memahami Motif La Nyalla Soal Prabowo Minta Uang

Heboh bener pernyataan La Nyalla Mahmud Mattalitti yang menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta uang saksi Rp40 Miliar terkait pencalonan dirinya pada Pilgub Jatim 2018. Uang itu disebut La Nyalla sebagai mahar politik agar dirinya bisa diusung Gerindra. Sebab dalam perhitungannya, biaya saksi hanya butuh sekitar Rp28 miliar dengan rincian Rp200 ribu untuk dua orang saksi di 68 ribu tempat pemungutan suara.

Namun, menurut keterangannya, La Nyalla menolak menyerahkan uang itu sebelum dirinya benar-benar didukung untuk maju pada kontestasi pemilihan kepala daerah Jatim 2018. Bahkan La Nyalla juga menyatakan diri keluar dan tidak mau lagi menjadi kader Partai berlambang burung Garuda itu.

Sudah pasti dong ya, pernyataan La Nyalla ini ditepis oleh kader mulai dari Fadli Zon hingga wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. "Memang kalau politik itu berbiaya. Kemarin kami menghabiskan lebih dari Rp100 miliar. Jadi, itu yang diinginkan sebetulnya oleh Gerindra. Jangan sampai nanti kami sudah mencalonkan, enggak memiliki pendanaan," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat 12 Januari 2018 seperti dilansir dari Kompas.com.

[irp posts="8037" name="Merasa Difitnah, Prabowo Bisa Perkarakan La Nyalla Mattalitti, Kecuali..."]

Bahkan bantahan itu juga disampaikan oleh Partai Gerindra lewat akun Twitternya. Admin twitter Gerindra bahkan menyinggung beberapa nama yang pernah mereka usung pada pemilihan kepala daerah sebelumnya, termasuk Jokowi yang pada pilgub DKI Jakarta 2012 lalu diusung Gerindra bersama PDIP.

Perdebatan ini amat sangat alot. Ya pastilah membela diri masing-masing. Maka dari itu perlu diluruskan lagi soal mahar politik antara parpol dengan calon kepala daerah yang diusung dalam kasus ini.

Menurut pengamat Hukum Tata Negara SIGMA, M. Imam Nasef dikutip dari Republika.co.id, 'mahar politik' ini secara yuridis sudah ada payung hukumnya, yaitu Undang-undang Pilkada yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Lalu, mahar politik yang seperti apa?

Mahar politik itu punya beberapa tafsiran. Tafsiran pertama, seperti yang umumnya dimaknai, ialah suatu imbalan, lazimnya dalam bentuk uang, yang diberikan seorang calon kepada partai politik tertentu agar parpol tersebut mencalonkan yang bersangkutan dalam Pilkada. Atau istilahnya transaksi di bawah tangan (illicit deal).

Tafsiran kedua mengacu pada sejumlah uang yang dipersiapkan untuk membantu biaya operasional keikutsertaan calon tertentu dalam suatu kontestasi Pilkada. Nah, makna ini seperti pernyataan bantahan Sandiaga Uno di atas.

Jika diperhatikan, tanpa memojokkan atau memihak kepada salah satu kubu yang sekarang tengah berseteru, motif dari pernyataan La Nyalla soal Prabowo minta uang ini perlu dipertanyakan.

Kenapa La Nyalla mau terus terang kepada publik soal mahar politik ini. Sebab biasanya tidak ada yang mau menjelaskan atau membocorkan soal ini kepada orang luar. Jikapun memang ada 'jual-beli perahu' tersebut, pasti parpol maupun calon kepala daerah yang didukung akan diam-diam saja.

Apakah La Nyalla hanya "berjalan sendirian" saat harus berhadapan dengan Prabowo Subianto yang terkenal temperamental dan bahkan disebut-sebut suka lempar HP kepada orang lain saat sedang jengkel? Jangan-jangan ada "orang kuat" juga yang berada di belakang La Nyalla ini!

Bisa jadi ini sebagai upaya La Nyalla menarik simpati publik, alias ingin populer. Bukan apa-apa, mungkin banyak publik yang tidak tau La Nyalla merupakan kader partai. Karena dirinya lebih dikenal publik sebagai mantan Ketua PSSI. Ya, bisa buat modal periode selanjutnya, mungkin saja. Seperti ujar politikus Gerindra Desmond Junaedi Mahesa seperti dikutip dari CNNindonesia.com, "(Pernyataan) itu lucu, hanya untuk mencari popularitas saja."

[caption id="attachment_8197" align="alignleft" width="303"] Cecep Hidayat[/caption]

Masih dari media yang sama, Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat juga mencurigai motif pengakuan La Nyalla tersebut. Sebab, selama ini amat jarang ada seorang kandidat yang mau membuka secara gamblang soal mahar politik. Bisa jadi 'blak-blakkan' La Nyalla ini untuk menurunkan elektabilitas Prabowo. Sama-sama tahu saja kalo Prabowo sepertinya akan kembali maju pada Pilpres 2019 mendatang.

Lagian, pernyataan La Nyalla tersebut juga tidak diikuti bukti konkret. Meskipun katanya apa yang dia sampaikan itu benar adanya. Tapi dalam rangka apa dirinya membuka fakta ini ke hadapan publik?

"Pesannya bisa, 'wah Prabowo minta uang'. Kan ini bisa menurunkan citra Prabowo. Pengungkapan ke publik ini bisa menurunkan elektabilitas Prabowo," kata Cecep Jumat, 12 Januari 2018 lalu kepada daring CNN Indonesia.

Bisa jadi ini bentuk kekesalan La Nyalla sebagai manusia sebab tidak jadi diusung Gerindra pada Pilgub Jatim. Ia sudah mendapat surat tugas dan diminta mencari partai pengusung. Namun, sampai waktu yang ditentukan Gerindra, La Nyalla tidak mampu memenuhi syarat dari partai.

Wajar sih, partai mana yang mau 'berjudi' untuk berkoalisi mengusung sosok yang kurang begitu populer sementara dua lawan tangguh sudah menunggu: Gus Ipul dan Khofifah.

Nah, Anda mau percaya siapa?

***

Editor: Pepih Nugraha