Tren Islam: Antara Kelompok dan Umat

Sabtu, 13 Januari 2018 | 19:02 WIB
0
466
Tren Islam: Antara Kelompok dan Umat

Para ustadz, ulama dan tokoh Islam pembela kelompok, madzhab dan organisasinya, itu untuk diketahui saja, bukan untuk diikuti.

Yang mereka bela tak akan jauh, madzhab dan kelompoknya. Ideologinya kelompok. Tanpa sadar itulah penganut ashabiyah (etnis, kesukuan, kelompok).

Yang begitu, sudah pasti, pengaruhnya tak akan ke mana-mana, hanya di kelompoknya saja. Ia membangun semangat militansi dan fundamentalisme kelompoknya.

Ketika ada tren Islam yang berkembang tidak bicara kelompok tapi umat, akan dicurigai bahkan dimusuhi. Dianggapnya akan merebut dan mengalahkan kelompoknya.

Mengapa? Karena di pikirannya hanya kelompok. Pikirannya sempit di situ, tak bisa melebarkan sayap, tak bisa keluar. Tak bisa "out of the box." Ketika pengikutnya pun sama, membenarkan pembelaannya. Jadilah kelompokisme. Ini berlaku buat semua pengusung kelompok atau yang group-minded.

Ulama dan tokoh Islam pembela Islam itulah yang untuk diikuti.

Yang ia bela bukan kelompok, tapi Islam sebagai ajaran dan umat sebagai komunitas trans-kelompok, trans-organisasi, trans madzhab dan trans-nasional.

Bagi ulama dan tokoh Islam begini, kelompok bukan dasar dan tujuan tapi hanya latar belakang saja. Tapi wawasan dan konsern-nya keumatan. Ia melepaskan kepentingan kelompok dan ingin merangkul semua kelompok. Ia pun masuk ke semua kelompok dan akan disambut oleh mereka dalam kelompok yang berpikirnya keumatan bukan kekelompokan.

[irp posts="8077" name="Gagalnya Islam Politik Dan Kekecewaan Gerakan 212"]

Inilah jenis ulama dan tokoh Islam yang sedang dicari dan dibutuhkan umat dewasa ini. Umat sedang haus mencari tokoh antar madzhab, lintas organisasi dan pemimpin pemersatu. Sekali muncul tokoh begini akan disambut meriah, di cintai luas dan didukung gegap gempita.

Inilah tren Islam sekarang. Siapa yang melawan arus ini, ia seperti sedang melawan kekuatan Islam bahkan seperti menentang ajaran dan semangat Islam sendiri. Maka, bila tak disukai umat bahkan di-bully, itu adalah resiko yang harus ditanggungnya.

Maka, membaca zaman adalah penting, membaca tren adalah signifikan dan membaca sejarah modern bahkan sejarah masa depan adalah mutlak dan kebutuhan.

Barang siapa melawan arus, ia akan digilas oleh arus itu sendiri, menjadi korban sejarah yang tertinggal di belakang, terkubur oleh zeitgeist alias semangat zaman.

Wallahu a'lam.

***

Editor: Pepih Nugraha