Kaderisasi, Koalisi, dan Ambisi

Jumat, 12 Januari 2018 | 09:41 WIB
0
371
Kaderisasi, Koalisi, dan Ambisi

Pemanasan Pemilu 2019 sudah dimulai, Pilkada serentak menjadi ajang persiapan, walau pas-pasan tapi harus jalan, hampir semua partai mengalami kondisi itu, karena bisa dilihat para calon yang tidak siap untuk ditampilkan secara meyakinkan.

Wilayah besar kantong suara Jateng, Jatim dan Jabar menjadi seperti daerah yang harus dimenangkan semua partai, kecuali partai tau diri yang cuma bisa kekanan dan ke kiri seperti orang yang tak punya harga diri.

Sibuknya kasak-kusuk membentuk koalisi walau sejatinya semua setengah hati karena mereka di Senayan adalah oposisi, hanya karena kader tak ada, terpaksa apa saja yang penting ikut Pilkada. Kita lihat Sumut, Golkar dan Nasdem gabung Gerindra dan PKS, padahal Gerindra dan PKS berseberangan di Senayan, khususnya maslah Perppu Ormas di mana dua partai ini adalah pendukung HTI dan FPI.

[irp posts="7996" name="Demokrasi Memusat di Jakarta, Macdonaldisasi" Cara Instan Berburu Kader"]

Walau kadang kayak banci tapi kita bisa melihat bagaimana mereka berbagi hati, penilaian kita saat itu, bagaimana mungkin sebuah partai yang mau menguasai Indonesia tapi tak mau dengan Pancasila, HTI dibela-bela, walau kita tau mereka main di dua kaki karena pada rumah kaum radikal masih banyak suara yang bisa diminta, sehingga mereka selalu ada disana. Ya PKS dan Gerindra.

Jatim, PDIP sendiri jadi setengah mati karena calonnya mengundurkan diri, siapa lagi yang mau dicari. Gus Ipul jadi gemeteran apakah pencalonannya bisa berjalan sesuai harapan. Dalam situasi sulit Prabowo meminang Yenny bahkan Mahfud pun dia datangi, sayang semua tidak sesuai harapan, pinangannya ditolak.

Jabar juga kasak kusuknya jadi memunculkan orang-orang yang sejatinya kurang berprestasi, kecuali Dedy Mulyadi, bagaimana mungkin Demiz bisa jadi Cagub, air Citarum saja dia tak menguasai, tapi apalah daya Pilkada ini cuma kontestasi manusia salah gaya, bukan untuk kepentingan Indonesia, yang penting ada, ramai, dan partainya bisa eksis, tanpa beban rakyat dijadikan mainan.

Kondisi di atas telah menunjukkan bahwa partai tidak mempu mengkader manusianya, yang ada cuma jadi anggota, lari ke sana sini cari koalisi yang bisa saling mengisi agar ambisi partai dan orang-orangnya terpenuhi. Terus kita mau mendapat kualitas orang yang pantas, NGIMPI, karena sulitnya kita menemukan negarawan seperti Jokowi, sesulit mencari jarum didalam jerami.

Partai tak kuat, Indonesia bisa jadi sekarat.

***