Jangan Biarkan Politik Identitas Digunakan di Jateng

Kamis, 11 Januari 2018 | 19:01 WIB
0
435
Jangan Biarkan Politik Identitas Digunakan di Jateng

Sesuatu yang paling menakutkan, kata teman saya, Pilkada serentak ini akan membelah publik seperti halnya Pilpres dan Pilkada Jakarta. Apalagi kalau politisasi agama terus menerus dimainkan.

Terus terang, saya tidak terlalu khawatir dengan itu. Menurut saya konflik terjadi jika ada dua kekuatan saling berhadapan. Jika yang berhadapan banyak kekuatan, para politisi juga akan lebih hati-hati ketimbang salah isu.

Kita ingat, saat Pilpres lalu. Cuma ada dua pasang kandidat yang maju. Akibatnya publik terbelah secara ekstrim. Lalu ada salah satu pendukung yang hobi mainkan isu agama dan fitnah. Ini bahkan terus dipelihara sampai sekarang.

Demikian juga saat Pilkada Jakarta. Iya, mulanya memang ada tiga pasang kandidat. Tapi karena sistem Pilkada Jakarta pemenang harus mendapat suara 50% plus satu, akibatnya terjadi putaran kedua.

[irp posts="7714" name="PDIP Berhasil Nyalip Gerindra di Tikungan Pilkada Jateng 2018"]

Nah pada putaran kedua itulah isu agama semakin kental dimainkan. Apalagi ikut mendompleng para penjaja khilafah atau mereka yang ngotot aturan formal keagamaan diterapkan di Indonesia.

Ada yang jualan isu Jakarta bersyariah. Meski pada akhirnya, cuma jadi slogan kampanye doang.

Sementara Pilkada di daerah hanya menggunakan sistem suara terbanyak. Jadi tidak akan ada putaran kedua seperti layaknya Pilpres atau Pilkada Jakarta.

Apalagi partai-partai juga bukan menjalin koalisi yang permanen di semua daerah. Lihat saja, di satu daerah partai A dan B, bisa saling bersaing. Sedangkan di daerah lain mereka bisa satu kolam koalisi.

Pengalaman selama ini yang paling sering memainkan isu agama yang memecah belah adalah partai sapi. Merekalah para penjaja ayat suci untuk meraih kekuasaan. Mereka hobi mengkafirkan, mensesatkan, menuding buruk kepada lawan politiknya, bahkan sering melempar fitnah.

Itu mungkin sudah menjadi bagian dari cara mereka meraih kekuasaan. Sudah jadi habit.

Di Pilpres dan Pilkada Jakarta, jasa kader-kader partai ini begitu besar dan suaranya paling kencang untuk menuding lawannya dengan istilah-istilah keagamaan semisal kafir atau sesat. Dalam koalisi biasanya mereka inilah yang ditaruh di depan untuk memproduksi fitnah bernuansa agama.

Tapi tentu saja, di satu daerah mereka mengharamkan pemimpin berbeda agama. Bahkan teriak-teriak jihad, bela agama atau bela ulama. Di daerah lain mereka justru mendukung kandidat yang agamanya berbeda.

Jadi mereka juga gak serius-serius amat ngomong soal agama. Cuma untuk meraih kekuasaan saja.

 

Biasanya jika mereka bersatu dengan partai patronnya, makin kasarlah perilaku politik mereka. Nah, repotnya, di tiga Pilgub di Jawa relatif patron mereka sama seperti di Pilkada Jakarta atau Pilpres.

 

Ini yang membuat kita kuatir kegilaan mereka memainkan isu agama akan kambuh lagi. Wong, ketemu partner yang sama lagi.

Kitab suci, bagi mereka bisa ditekuk sesuai kepentingan. Jangankan sebagai strategi politik, wong mau korupsi juga mereka gunakan istilah arab dan pengajian : seperti Liqo, juz, dan sejenisnya.

Pada Pilkada Jabar, ada empat pasangan kandidat yang bertempur. Alhamdulillah, setidaknya kekuatan terpecah dan eskalasi perpecahan tidak berisiko terlalu meruncing.

Begitupun pada Pilkada Jatim. Meski baru dua kandidat yang nongol, kesemuanya mewakili wajah NU. Sedangkan Gerindra dan PKS kerepotan mencari orang yang mau didorong maju berkompetisi di Pilgub Jatim. Yenny Wahid menolak, Mahfud MD juga menolak. Saya gak tahu apakah Ahmad Dhani sudah ditawarkan?

[irp posts="7606" name="PAN-PKS-Gerindra Gagal Koalisi di Jatim, Solidaritas Umat Tarik Dukungan!"]

Nah, yang perlu dicermati adalah Jawa Tengah. Bukan tidak mungkin hanya akan ada dua pasang kandidat yang maju. Ada petahana Ganjar Pranowo ada penantangnya Sudirman Said.

Sudirman sama-sama menteri pecatan seperti halnya Anies Baswedan. Dia juga didukung partai yang sama dengan Anies. Bukan tidak mungkin permainan yang sama juga akan dilakukan di Jateng.

Sekarang fokus kita bisa diarahkan ke Jateng. Jika nanti para sapi bongkrek mulai memainkan isu agama di Jateng, kita harus ramai-ramai melawannya. Jangan memberi kesempatan mereka menjajakan ayat suci dengan harga yang murah.

Jika kita biarkan para sapi eek sembarangan, itu akan sangat mengotori rumah Indonesia kita.

"Mudah-mudahan sebelum Pilkada sapi-sapi itu keracunan kencing Onta," celetuk Bambang Kusnadi.

***