Redenominasi di Pecinta Burung Berkicau, Jangan Bohongi Istri!

Senin, 8 Januari 2018 | 12:31 WIB
0
1217
Redenominasi di Pecinta Burung Berkicau, Jangan Bohongi Istri!

Redenominasi ialah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Tujuan Redenominasi tidak lain untuk mempermudah berbagai kegiatan dengan transaksi keuangan. Renedominasi penyederhanaan dengan mengurangi “angka nol”, misal Rp1.000.000 menjadi Rp1.000 dan Rp2.000.000 menjadi Rp2.000.

Bahkan isu Renedominasi yang digaungkan oleh Presiden hilang begitu saja dengan alasan baru bisa dilaksanakan 11 tahun lagi.

Ternyata di kalangan PBB alias Pecinta Burung Berkicau, sudah terjadi bertahun-tahun renedominasi atau penyederhanaan sebutan mata uang dalam rupiah ini diterapkan. Bagi pecinta Burung pasti sudah tahu penyederhanaan sebutan ini. Contoh burung harga Rp1.000.000 dibilang Rp1,000, burung harga Rp3.000.000  dibilang Rp3.000, burung harga Rp5.000.000 dibilang Rp5.000 dan seterusnya.

Dan di penjualan online-pun sudah familiar pasang harga seperti itu. Begitulah transaksi dalam jua-beli burung berkicau.

Tapi yang melatarbelangkangi timbulnya renedominasi dikalangan pecinta burung ini karena sebagai bahasa sandi semata. Kok bisa? Ya, sebab takut kepada istri atau perasaan tidak enak kalau sampai tahu harga burung itu begitu fantastis. Bisa-bisa kena marah atau diomelin istri karena harga burung yang bagi kalangan istri sangat mahal dan di luar akal sehat.

Makanya, timbulah istilah penyederhanaan sebutan dari 1.000.000 menjadi 1000 supaya tidak timbul kecurigaan istri. Sebagai catatan, istri sebenarnya sangat suka "burung", tetapi tidak suka harga burung yang mahal.

Kalau sapi mahal yang dinilai adalah dagingnya bukan suaranya, begitu juga burung yang bikin mahal suranya bukan dagingnya.

Perlu diketahui, harga burung murai medan yang baru umur dua bulan saja mencapai Rp2.500.000, eh... Rp2.500 ding! Apalagi kalau sudah "gacor owoor-owoor" alias ngocehnya sudah bagus bisa di atas Rp5-10 juta bahkan ada yang sampai Rp20 juta.

Nah, harga yang begitu mahal itu kalau membeli burung harus ijin istri hampir pasti ditolak dan dimarahi. Maka untuk itu diperlukan bahasa sandi atau penyederhanaan harga tadi, supaya istri tidak kaget dan panik mendengarnya.

Hanya ada dua tema yang dimana para suami tidak berani ijin kepada Istrinya, yaitu ijin poligami dan ijin beli burung, hampir pasti ditolak. Mengapa istri menolak suaminya beli burung, lha wong "burung" suaminya saja sudah cukup, toh?

Dan sekarang banyak yang ternak burung jenis ini, apalagi kalau sudah punya nama, harga burung semakin mahal. Bahkan di kalangan peternak burung juga terjadi apa yang dinamakan kartel harga, padahal mereka tidak pernah berkumpul untuk menentukan harga. Hampir semua peternak murai harganya relatif sama, ini terjadi karena saling menjaga di antara peternak, mereka tidak ingin merusak harga pasaran. Harga burung Love Bird-pun juga sama di antara peternak.

Banyak istri yang tidak suka suaminya memelihara burung sebagai hobi dengan alasan macem-macem, karena kotor atau jorok. Tapi banyak juga istri yang cenderung pasif, maksudnya silakan pelihara burung tapi jangan ngerepotin istri, misal suruh bersihinngasih makanan atau minuman atau hanya sekedar mindahin burung kalau lagi hujan.

Tapi ada juga istri yang mulai mengerti dan mendukung hobi suaminya karena mengasilkan uang, yaitu dari hasil ternak burung, apakah dari ternak burung muray atau Love Bird. Yang bikin istri mulai menerima hobi suaminya dikarenakan penghasilan yang lumayan. Dan, istri juga mulai dilibatkan untuk ikut mengurus burung-burung itu. Mulai dari bersihin kandang burung atau ngasih makan dan minum dan kalau panen. Gimana ga suka kalau harga burung murai medan umur dua bulan atau tiga bulan harganya Rp.2,5 juta perekor.

[caption id="attachment_7637" align="alignright" width="472"] Burung murai[/caption]

Yang namanya hewan hidup, lika-liku melihara burung ada aja masalahnya atau kendala yang bikin kecewa, yaitu burung mati, burung dicuri, burung mabur karena lupa nutup sangkar, burung dimakan tikus dan kucing, bahkan saya punya burung habis dimakan luwak. Salah saya juga sih ga sediain luwak kopi hehehe... Tentu kalau sudah begitu mumet ndase dan hanya bisa pasrah dari resiko hobi.

Memilihara burung sebagai hobi memerlukan duit yang tidak sedikit dan itu juga duit hangus atau ilang karena ya itu tadi, ini binatang hidup yang bisa mati, ilang dicolong atau lepas. Dan uang habis jutaan bahkan puluhan juta. Bahkan teman saya ikut perlombaan burung murai di Cibinong Bogor, burung sudah ditaruh dalam mobil tapi tidak ditutup bisa ilang dicolong orang karena saking ramainya, harganya Rp15 juta.

Apa ga pecah ndase!? Itu burung belum disate aja harganya udah segitu mahal, ya, apalagi yang udah di jadiin bakakak.

Ada cerita dalam dunia Perburungan. Seorang suami membeli burung murai medan ekor panjang yang harganya Rp10 juta dan burung ini termasuk istimewa dengan harga segitu, sudah "gacor owoor-owoor". Suami waktu beli tidak ijin atau cerita kepada sang istri hanya waktu pulang bawa burung itu ngomong ke istrinya kalau habis beli burung yang harganya Rp1 juta. Bukan ngaku harga aslinya yang Rp10 juta.

Sang istripun hanya komen, "Ooo gitu tho mas, burung ini diperlakukan Istimewa, tiap pagi bersihin kandangnya dan diberi makan jangkrik dan kroto (telor semut rangrang) dan harganya juga mahal Kroto ini. Dimandikan dengan disemprot dan dijemur habis itu diangin-anginin, perlakuan yang istemewa pokoknya."

Beberapa minggu kemudian ada seorang bapak-bapak yang lewat di depan rumahnya dan mendengar ocehan burung murai-nya yang begitu bagus suaranya, Kemudian bapak ini tertarik sama burung ini. Karena yang ada dirumah hanya istrinya dan suami lagi kerja, Si Bapak ini nanya, "Bu, suara burung muray-nya bagus, mau dijual ga, Bu?" Si istri menjawab, "Waah.... maaf, Mas, itu burung suami saya, saya gaa berani jual. Tapi kalau sampeyan berani beli lima juta rupiah ga apa-apa ding, Mass.”

Harapan sang istri ini jual untung dan ngasih kejutan kepada suaminya, 'kan dulu belii burung hanya seharga sejuta rupiah, terus dijual dengan harga lima  masih ada untung empat  juta, pikir sang Istri.

Tanpa pikir panjang, si Bapak ini mauu membeli dengan harga Rp5 juta dan minta ijin ke ATM dulu untuk ambil uang. Si Bapak ini kembali ke rumah ibu tadi untuk membayarnya. "Ini, Bu," katanya meminta uangnya dihitung dulu. Setelah yakin uang itu sesuai harga yang diberikan, si Bapak itu terus ambil burungnya untuk dibawa pulang.

Sore harinya pas suami pulang kerja, sambil siul-siul dengan harapan suara burung murai itu menyahutnya, tapi ko senyap ga ada suara yang menyahut. Ia lalu masuk rumah dan bertanya kepada istrinya, ”Bu, manuk-nya mana ko ga ada?” Wajah suaminya mulai tegang. "Sini Mas, tak jelasin, jadi giniiiiii Mas, tadi ada orang beli burung muray, Mas. Dulu kan Mas belinya satu juta rupiah, terus tak jual lima juta, jadi dapet untung 4 juta rupiah, Mas," papar istrinya tanpa rasa bersalah sambil nyerahin uang Rp5 juta kepada suaminya.

Bak disambar geledek di siang bolong, dengan wajaah muram campur geram suaminya tertunduuk lesu baga bunga layu sebelum berkembang. Ia berusaha menahan amarah. Tapi mau marah juga buat apa, takut kebohongannya terbongkar. Suaminya menyadari akibat bohong kepada istrinya atau tidak jujur waktu membeli burung itu mau untung malah jadi buntung.

Untuk itu para laki-laki dan suami-suami penghobi burung berkicau, jujurlah kalau membeli burung tidak usah pakai bahasa sandi. Dan untuk para istri beruntunglah kalian punya suami hobi burung, ada positifnya yaitu betah di rumah karena takut burungnya ga ada yang ngurus. Setidak-tidaknya "burung" asli yang kalian punya kalian ga pergi ke mana-mana!

Beda sama suami yang hobi mancing, satu hari penuh waktunya habis di luar rumah, pulang juga tidak membawa ikan berkilau-kilau, apalagi ikan berkicau-kicau.

Eh ga ada ding, mana ada ikan berkicau, ya!

***