Hari Rabu, 11 Oktober 2017 lalu, pemerintah melalui Kementerian Agama secara resmi mengambil alih penerbitan sertifikat halal yang selama hampir tiga dekade sebelumnya dipegang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Proses pengambilalihan ini terjadi dalam jangka waktu yang relatif sangat lama.
Berawal dari Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) yang disusun sejak awal 2005, hasil dari rapat kerja antara Departemen Agama Republik Indonesia dengan Komisi VIII DPR RI, diajukan kepada DPR pada tahun 2008, hingga akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang JPH.
Berita ini sungguh berita yang sangat baik, sangat menggembirakan jika dilihat dari tujuan diambilalihnya amanah ummat yang sangat penting tersebut.
Mengapa?
1. Sudah menjadi tugas utama negara untuk melindungi warganya. Dalam hal ini mengenai kehalalan produk makanan, minuman, obat-obatan, pakaian dan hal-hal terkait yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Hal yang sangat penting bagi masyarakat yang menganut Agama Islam.
2. Proses penerbitan sertifikasi halal didasari oleh Undang-undang, sehingga memiliki kekuatan hukum, kepastian hukum atau jaminan hukum yang bersifat mengikat. Selama ini, sertifikasi dan pencantuman tanda halal pada produk dari sisi hukum sifatnya parsial, tidak konsisten, terkesn tumpang tindih dan tidak sistemik (Naskah Akademis RUU JPH). Dengan demikian, para pelaku yang melanggar peraturan terkait produk halal ini bisa ditindak atau dihukum negara.
3. Mendorong para produsen untuk mengurus sertifikasi dan pencantuman label halal pada produk-produknya.
4. Proses pencegahan pemalsuan label halal menjadi lebih efektif dan efisien.
5. Produksi dan peredaran produk jadi lebih mudah dikendalikan dan diawasi.
Demikian berita baiknya. Bagaimana dengan berita burukannya?
Sepengetahuanku soal ini, secara prinsip tidak ada buruknya. Jika nanti terjadi korupsi atau keribetan administrasi dalam mengurus sertifikasi halal, sifatnya lebih kepada persoalan teknis.
Pengambilalihan tugas ini oleh pemerintah bukan berarti mengebiri atau melemahkan MUI, tetapi justru sangat membantu dan memudahkan pelaksanaan tugasnya karena MUI tetap memiliki peran yang sangat mendasar atau sangat signifikan dalam BPJPH.
Menteri Agama, Lukman Saiful Hakim menegaskan bahwa peranan MUI tetap penting yaitu,
1. Mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk.
2. Melakukan sertifikasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal.
3. Auditor-auditor yang bergerak dalam industri halal harus melalui persetujuan MUI.
Oleh karena itu tanpa MUI, BPJPH samasekali tidak akan bisa berfungsi dan menjalankan tugasnya.
Tak bisa dipungkiri, dilahirkannya BPJPH ini merupakan prestasi Pemerintahan Jokowi yang layak diapresiasi.
Sebagai catatan, istilah "pengambilalihan" sepertinya tidak tepat. Istilah yang telah menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Secara keseluruhan, bisa dikatakan MUI sedang "memberikan" suatu amanah kepada pemerintah untuk membantu tugas utamanya dalam melindungi ummat dari produk-produk haram.
BPJH diperkirakan bisa menjalankan tugasnya secara penuh pada tahun 2019. Kepala BPJPH, Sukoso, menyebutkan bahwa lembaga yang dipimpinnya masih menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP). PP yang bakal mengatur soal pelaksanaan teknis UU JPH yang saat ini masih dalam proses harmonisasi dengan kementerian-kementerian terkait.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews