Mungkin Yenny Lebih Pilih Pilpres Agar Bisa Teruskan Cita-cita Gus Dur

Jumat, 5 Januari 2018 | 20:51 WIB
0
397
Mungkin Yenny Lebih Pilih Pilpres Agar Bisa Teruskan Cita-cita Gus Dur

Penolakan Yenny Wahid atas pinangan Prabowo Subianto untuk Pilkada Jawa Timur bisa dikatakan sebagai upaya Yenny menjaga dan meneruskan perjuangan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yaitu menjaga keutuhan umat, utamanya kaum Nahdliyin. Karena itu, Yenny lebih memilih berdiri mengayomi semua kandidat yang ada dibandingkan ikut bertempur di arena lokal.

Tentu saja, sikap Yenny ini, bukanlah sikap kebanyakan politikus di negeri ini, sikap yang begitu saja menolak tawaran kekuasaan yang mudahnya datang kepadanya. Apalagi yang menawarinya bukan tokoh sembarang tokoh, dia adalah spesialis dan finalis calon presiden yang sekarang lebih berperan sebagai kingmaker, Prabowo Subianto.

Inilah, salah satu warisan berharga yang ditanamkan Gus Dur kepada sang puteri. Kekuasaan adalah amanah, tidak harus diraih dengan cara paksaan, apalagi dengan menghalalkan segala cara. Apalah arti kekuasaan kalau semuanya itu harus memecah belah persaudaraan yang ada sudah terbina sejak lama, mungkin itu pertimbangan utama Yenny.

Namun, apakah Yenny juga akan menolak bila tawaran itu datangnya dari Joko Widodo? Misalnya tawaran bersanding dengan Jokowi pada Pilpres 2019? Entahlah, hanya Yenny dan Tuhan yang mengetahuinya. Politik itu seni dari segala terjadinya kemungkinan semuskil apapun yang semula diduga orang. Jadi kalau mengatakan "ah itu omong kosong", dalam politik bisa berati "bukan pepesan kosong".

[irp posts="7360" name="Untunglah Yenny Wahid Tolak Pinangan Prabowo Subianto"]

Pada dasarnya, Pertarungan Pilkada 2018 adalah pertarungan politik yang paling strategis, mengingat pertarungan ini muaranya pada Pilpres 2019.

Lihat saja, strategi yang tengah dilakukan Gerindra, PAN, dan PKS. Ketiga partai tersebut sepakat untuk

berkoalisi di beberapa wilayah, seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Jawa Tengah. Koalisi ini tentu saja berkaca pada keberhasilan di Pilkada DKI Jakarta, yang mengantarkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Setidaknya, apabila koalisi tiga partai ini berhasil memenangkan calonya di masing-masing Provinsi tersebut, bukan tidak mungkin akan membawa keberhasilan pula di Pilpres 2019 nanti.

Dengan penolakan Yenny Wahid ini, kita bisa memperkirakan bahwa ke depan Yenny Wahid punya kans kuat untuk bersanding dengan Joko Widodo di Pilpres 2019, jauh melebihi kemungkinan Ketua Umum PKB Muhaimin "Cak Imin" Iskandar yang sejak sekarang saja sudah "menjual diri" dengan beriklan sebagai bakal calon wakil presiden.

[irp posts="7358" name="Menakar Prabowo Subianto, Mengukur Yenny Wahid"]Ini agak lucu. Orang berkampanye untuk jadi Presiden, Cak Imin cukup tahu diri hanya "menjual diri" sebagai bakal calon wakil presiden saja. Sementara Yenny, tidak harus melakukannya seperti Cak Imin. Dengan menolak kemauan Prabowo saja itu sudah jadi nilai luar biasa besar untuk menaikkan elektabilitasnya, tanpa harus mahal-mahal beriklan.

Tak bisa dipungkiri, Kapasitas intelektual dan kenegarawanan Yenny Wahid lebih pantas bila ikut bertarung dalam Pilpres 2019, dibandingkan kekuasaan politik di tingkat provinsi.

Jikalau nanti Yenny menerima pinangan Jokowi, ini semata bukan untuk mendapatkan kekuasaan belaka. Namun, ada hal lain yang menjadi pertimbangan, yaitu meneruskan tugas sejarah Gus Dur untuk Indonesia, yang mungkin saja belum tuntas dikerjakan Gus Dur, mengingat Gus Dur diturunkan di tengah jalan.

Siapa tahu? Semua bisa terjadi!

***