Penolakan Yenny Wahid atas pinangan Prabowo Subianto untuk Pilkada Jawa Timur bisa dikatakan sebagai upaya Yenny menjaga dan meneruskan perjuangan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yaitu menjaga keutuhan umat, utamanya kaum Nahdliyin. Karena itu, Yenny lebih memilih berdiri mengayomi semua kandidat yang ada dibandingkan ikut bertempur di arena lokal.
Tentu saja, sikap Yenny ini, bukanlah sikap kebanyakan politikus di negeri ini, sikap yang begitu saja menolak tawaran kekuasaan yang mudahnya datang kepadanya. Apalagi yang menawarinya bukan tokoh sembarang tokoh, dia adalah spesialis dan finalis calon presiden yang sekarang lebih berperan sebagai kingmaker, Prabowo Subianto.
Inilah, salah satu warisan berharga yang ditanamkan Gus Dur kepada sang puteri. Kekuasaan adalah amanah, tidak harus diraih dengan cara paksaan, apalagi dengan menghalalkan segala cara. Apalah arti kekuasaan kalau semuanya itu harus memecah belah persaudaraan yang ada sudah terbina sejak lama, mungkin itu pertimbangan utama Yenny.
Namun, apakah Yenny juga akan menolak bila tawaran itu datangnya dari Joko Widodo? Misalnya tawaran bersanding dengan Jokowi pada Pilpres 2019? Entahlah, hanya Yenny dan Tuhan yang mengetahuinya. Politik itu seni dari segala terjadinya kemungkinan semuskil apapun yang semula diduga orang. Jadi kalau mengatakan "ah itu omong kosong", dalam politik bisa berati "bukan pepesan kosong".
[irp posts="7360" name="Untunglah Yenny Wahid Tolak Pinangan Prabowo Subianto"]
Pada dasarnya, Pertarungan Pilkada 2018 adalah pertarungan politik yang paling strategis, mengingat pertarungan ini muaranya pada Pilpres 2019.
Lihat saja, strategi yang tengah dilakukan Gerindra, PAN, dan PKS. Ketiga partai tersebut sepakat untuk
berkoalisi di beberapa wilayah, seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Jawa Tengah. Koalisi ini tentu saja berkaca pada keberhasilan di Pilkada DKI Jakarta, yang mengantarkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Setidaknya, apabila koalisi tiga partai ini berhasil memenangkan calonya di masing-masing Provinsi tersebut, bukan tidak mungkin akan membawa keberhasilan pula di Pilpres 2019 nanti.
Dengan penolakan Yenny Wahid ini, kita bisa memperkirakan bahwa ke depan Yenny Wahid punya kans kuat untuk bersanding dengan Joko Widodo di Pilpres 2019, jauh melebihi kemungkinan Ketua Umum PKB Muhaimin "Cak Imin" Iskandar yang sejak sekarang saja sudah "menjual diri" dengan beriklan sebagai bakal calon wakil presiden.
[irp posts="7358" name="Menakar Prabowo Subianto, Mengukur Yenny Wahid"]Ini agak lucu. Orang berkampanye untuk jadi Presiden, Cak Imin cukup tahu diri hanya "menjual diri" sebagai bakal calon wakil presiden saja. Sementara Yenny, tidak harus melakukannya seperti Cak Imin. Dengan menolak kemauan Prabowo saja itu sudah jadi nilai luar biasa besar untuk menaikkan elektabilitasnya, tanpa harus mahal-mahal beriklan.
Tak bisa dipungkiri, Kapasitas intelektual dan kenegarawanan Yenny Wahid lebih pantas bila ikut bertarung dalam Pilpres 2019, dibandingkan kekuasaan politik di tingkat provinsi.
Jikalau nanti Yenny menerima pinangan Jokowi, ini semata bukan untuk mendapatkan kekuasaan belaka. Namun, ada hal lain yang menjadi pertimbangan, yaitu meneruskan tugas sejarah Gus Dur untuk Indonesia, yang mungkin saja belum tuntas dikerjakan Gus Dur, mengingat Gus Dur diturunkan di tengah jalan.
Siapa tahu? Semua bisa terjadi!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews