Suatu malam, di Tebuireng, berjarak dua meter dari makam Gus Dur (Abdurrahman Wahid) saya melihat lelaki ndut itu duduk di ubin marmer yang kinclong. Bersandar salah satu tiang ruangan yang dipakai para peziarah.
Apakah Gus Dur masih suka tetirah, ziarah ke makam-makam para leluhur? Entahlah. Saya tak punya kemampuan menangkap jawaban Gus Dur. Mungkin saja masih, seperti kata beberapa pengikutnya.
Tapi ada juga yang bilang, yang dulu sering diziarahi Gus Dur itu, kini lebih banyak melakukan kunjungan balasan.
Sekiranya demikian, tentu menenteramkan. Makanya ada yang mengusulkan, bukan lagi Wali Sanga yang menyangga Islam di tanah Jawa ini, melainkan Wali Sadasa. Bukan lagi sembilan wali melainkan 10. Satunya, Gus Dur itu tadi.
Saya juga tak tahu apa-apa, itu bagus atau tidak, sebagaimana pertanyaan perlu apa tidak. Bolah-boleh saja. Gitu saja kok repot.
Tapi mengenang kematian Gus Dur (30 Desember 2009), kita memang akan selalu tergetar. Tak ada pemimpin pemerintahan, atau negara, yang berani membela kaum minoritas dan mereka yang terjajah oleh sikap-sikap kelompok yang selalu menggunakan majorisme sebagai alat tawar kekuasaan.
Pemimpin sekarang hanya mengajak kita agar sing waras ngalah. Sing edan dilepas. Selebihnya, dengan baju toleransi, mengajak kita menahan diri. Tapi bagaimana kalau diri mereka tidak ditahan atau menahan?
Dalam pidato pada Haul Gus Dur yang ke-8, 22 Desember 2017, Gus Mus (Mustofa Bisri) sebagai sohibnya, sempat menyindir halus Kelompok Pro Monas 212. Apa sindirannya? Terlalu kecil Haul Gus Dur di Ciganjur, mestinya di Monas.
[irp posts="6658" name="Tak Hanya Ucapan Selamat", Islam Tebar Keselamatan dan Kedamaian"]
Tapi lantaran si empunya Monas masih puyeng soal tawaran Natal yang ditolak, makanya, dari sekian gubernur yang selalu datang dalam haul Gus Dur, baru kali ini tak sempat datang. Beraninya datang di kelompok 212, setelah bermesraan dengan Rizieq Shihab di Petamburan. Masih DPO-kah sang imam FPI, karena dugaan kasus chatting dengan Firza Husein itu? Menguapkah kasusnya?
Saya ingat ketika sowan ke pesantren Gus Mus di Rembang. Ia bertanya, dengan daya bahasa yang penuh pesona, dengan gaya bahasa lembut bertenaga; "Bagaimana mungkin orang Indonesia, lahir dan berumah di Indonesia, mau merusak rumahnya sendiri? Itu tidak mungkin."
Jadi, yang merusak rumah kita ini siapa Gus? Dua Gus itu menoleh berbarengan. Gayanya persis kalau keduanya sepakat nonton film ke bioskop, daripada ikut kuliah, waktu itu di Mesir.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews